
Banyuwangi yang merupakan bekas Kerajaan Blambangan, dapat digolongkan sebagai wilayah islamisasi yang paling akhir di seluruh tanah Jawa. formasi etnis penduduk Banyuwangi saat ini, tidak terlepas dari peristiwa sejarah pendudukan Blambangan oleh kekuasaan Bali, Belanda, dan Jawa.
Angka yang cukup berarti adalah, bahwa setelah perlawanan Jagapati atau biasa disebut Puputan Bayu (1771-1772), Blambangan mengalami depopulasi yang sangat signifikan hingga akhir tahun 1772, jumlah penduduk di seluruh Blambangan tidak lebih dari 3000 orang atau 8,3% dari jumlah penduduk sebelum pendudukan
Belanda di kawasan itu. Sebagaimana daerah lain di Jawa, aristokrat lokal.
Banyuwangi diberikan posisi subordinat di dalam struktur kolonial, yang mana dinasti Tawang Alun (Raja Blambangan terbesar, memerintah 1665-1691) silih berganti menempati posisi ini. Setelah empat generasi memimpin Balmbangan—hingga 1767—, maka bupati yang disahkan Kumpeni untuk memimpin. Banyuwangi adalah keturunan dari istri padmi (permaisuri), dan sejak 1771 hingga 1818 dialihkan kepada aristokrat lokal keturunan Tawang Alun dari istri selir.
Sejarah Banyuwangi akan ditampilkan kembali dalam acara Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2019 dengan judul The Kingdom of Blambangan. Acara ini merupakan acara berkelas internasional atau world class ethnic carnival. Acara ini akan dilaksanakan pada tanggal 27 juli 2019 bertempat di jalan veteran , taman blambangan pukul 11 WIB. Peserta atau bagi yang berminat dapat mengunduh aplikasi di google play BANYUWANGI FESTIVAL APP.
Penulis M. Yusuf. | Red-Wbn Hs