WBN, Manado, Sulut – Festival Perayaan Cap Go Meh di Kota Manado, Sabtu (08/02), Dimeriahkan dengan Tampilan atraksi tari Liong (naga) Barongsai dan Bela diri Kungfu Tradisional yang sudah ada di manado sejak abad 16. Ada tiga jenis Seni Ekstrim yang di tampilkan Induk Organisasi Pengurus Provinsi ( Pengprov) PERSATUAN LIONG dan BARONGSAI SELURUH INDONESIA ( PLBSI ) SULUT yang menyemarakan calendar of event  Pariwisata Kota Manado yang satu ini, yaitu Seni Beladiri Kungfu Tradisional,Barongsai,dan Tari Naga.

Sejumlah Tarian dan pikulan bergambarkan Religius dari Ajaran Tridharma yang turut meramaikan kegiatan, di antaranya pikulan kendaraan Hiasan Para Dewa Suci dipenuhi lampu warna warni yang diperankan oleh beberapa anak Thionghoa Manado,drum band, Paskibraka, musik bambu melulu, musik bambu klarinet, masamper,Kabasaran minahasa, serta atraksi para tangsin di atas kio atau usungan.

Ribuan orang yang datang memadati acara yang digagas umat Tri Dharma dan dipusatkan di jalan DI Panjaitan, Kelurahan Calaca, Kota Manado ini, rela berdiri berjam-jam. Beberapa pengunjung sekeluarga mengaku berasal dari Kabupaten Minahasa mengatakan bahwa dirinya rela berdiri sekitar 4jam untuk menyaksikan Festival Cap Go Meh di kampung china tersebut.

Menurutnya, panitia memang menyediakan fasilitas agar pengunjung bisa duduk tapi tetap saja tidak mampu menampung tingginya animo masyarakat yang datang.

“For mo Bauni jni acara Tapikong ( Cap Go Meh ) terpaksa ba tunggu biar so lalah,” beber salah satu kepala keluarga pengunjung.

Dihadapan Panggung Utama Kungfu Tradisional mendapat Apreasiasi dari Walikota Manado dan Wakil Walikota serta Kepala Dinas Pariwisata Sulut yang menonton atraksi seni beladiri Kungfu Tradisional di bawa Pimpinan Ketua PLBSI Sulut Syane Loho.SH bersama Wakil Ketua PLBSI shifuTevri Romeo Ngantung.SE (Penangung Jawab ) Kungfu Tradisional ,Tari Naga dan Barongsai.

Semua arak-arakan yang diikuti 6 klenteng yang ada di Kota Manado melewati panggung utama yang ditempati para tamu dan undangan. Dipandu komedian Onnie Epeng, acara  perayaan Cap Go Meh berlangsung makin meriah dan Religius.

Walikota Manado Godbless Sofcar Vicky Lumentut (GSVL) yang hadir bersama Wakil Walilota Manado Moor Dominus Bastiaan tampak menikmati sajian pertunjukan meski jalan sedang diguyur hujan.

Walikota Manado pada kesempatan tersebut menghimbau seluruh masyarakat agar tetap menjaga kebersamaan dan mempertahankan Kota Manado sebagai rumah besar bersama, tanpa melihat perbedaan suku atau etnis.

“Selamat Tahun Baru 2571. Manado saya titipkan agar makin hari makin maju, makin baik makin rukun,” ujar GSVL.

Sekilas sejarah Cap Go Meh di Kota Manado

Perayaan Cap Go Meh di Kota Manado sudah berlangsung ratusan tahun yang ditandai adanya bangunan klenteng pertama, yaitu klenteng Ban Hing Kiong.

Bangunan klenteng yang dikenal berdiri kokoh di pecinan Kota Manado ini sudah ada sejak abad ke-17. Klenteng ini awalnya hanya berdinding bambu dan beratap nibong.

Cap Go Meh melambangkan hari ke-15 di bulan pertama dan merupakan hari terakhir perayaan Tahun Baru Imlek bagi masyarakat atau komunitas Tionghoa di seluruh dunia. Cap artinya Sepuluh, Go artinya Lima, dan Meh artinya Malam.

Tradisi Cap Go Meh di Kota Manado sering diidentikkan dengan sebutan pasiar tapikong. Pasiar dalam bahasa Melayu Manado artinya jalan-jalan. Sedangkan Tapikong adalah sebutan merujuk kepada pengertian Toapekong (dialek Hokkian) atau Taipakkung (dialek Hakka) yang merujuk pada pengertian sosok Shen Ming (Sien Beng) Roh Suci atau roh leluhur.

Toa artinya tua, Pe artinya paman, Kong artinya Kakek. Pada perkembangannya, pasiar tapikong terkadang oleh sebagian masyarakat Manado hanya dipendekkan menjadi tapikong.

Pasiar tapikong atau tapikong merujuk pada perayaan Cap Go Meh ketika para Shen Ming akan keluar dari klenteng, arca (kimsin) diletakkan di Kio lalu diarak dan berkeliling untuk memberi berkat dan perlindungan bagi umat manusia.

Penulis : Tevri Ngantung |redpel ndr@

Share It.....