WBN NTT │Sedikitnya seratus orang lebih Warga Desa Ekoroka, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur secara spontanitas mendatangi pihak Desa setempat (20/4/2020), mereka memberikan mosi menolak keras penerapan kebijakan Pungutan Iuran Air Minum Desa Ekoroka yang menurut warga tidak masuk akal karena tidak melalui keputusan bersama masyarakat, angka pungutan sangat besar dan juga berpotensi pungutan liar.
Aksi ratusan orang lebih Warga Desa Ekoroka dalam peristiwa ini disaksikan langsung oleh koresponden informasi berita WBN NTT di lokasi (20/4/2020).
Dalam pertemuan dengan pihak Desa dan BPD setempat, secara spontan warga menyampaikan bahwa kebijakan tersebut tidak melalui pertemuan dengan masyarakat Desa sebagai prasyarat wajib mekanisme forum Desa untuk melahirkan standar Kebijakan Desa. Pemdes langsung mematok iuran air minum Desa dengan angka yang dinilai fantastis, secara sepihak dan mereka sebut sangat membingungkan.
Warga juga menilai para pihak terkait di Desa Ekoroka Kabupaten Ngada memaksakan kebijakan tanpa dasar regulasi fondasi perhitungan penarikan ketetapan iuran air minum Desa per Keluarga yang angkanya cukup besar.
“Kebijakan Desa Ekoroka telah secara sengaja memberatkan kami masyarakat Desa, maka kami menduga ada potensi pungutan liar dalam angka kebijakan air minum Desa Ekoroka. Kami menolak keras kebijakan ini diberlakukan”, ungkap warga dalam aksi mereka di Desa Ekoroka Kabupaten Ngada.
Berikut rangkuman data sementara Kebijakan Air Minum Desa Ekoroka dari paparan protes warga setempat.
Aksi Warga terkait PAMDES atau Pungutan Air Minum Desa. Nilai Penarikan beban dan pemakaian air minum dalam bentuk biaya dibebankan kepada setiap Keluarga yakni sebesar Rp.5.000 per meter kubik ditambah biaya beban Rp.3000, jadi total per Keluarga ditarik Rp.8.000. Lalu dalam tahaban chek meteran air di rumah-rumah warga oleh petugas yang diturunkan oleh pihak Desa, hanya dalam waktu beberapa minggu saja petugas sudah mencatat beban bayar keluarga ada yang sampai angka Rp.700.000, ada yang Rp.300.000. Warga menjadi panik dengan lonjakan angka pembayaran yang begitu fantastis.
Berikutnya angka fantastis juga dikenakan kepada puluhan Keluarga Warga Desa lain yang rumahnya ada di dalam wilayah Desa Ekoroka. Untuk kelompok ini dikenakan Rp.1.500.000 (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Dipaparkan, puluhan warga Kampung Dolu dan lain-lain yang memiliki rumah di Desa Ekoroka dibebankan tarik PAMDES sebesar Rp.1.500.000.
Menurut pengakuan masyarakat yang melakukan aksi demo tanggal 20 April 2020, kebijakan ini disebut-sebut untuk Bumdes. Warga sangat kecewa dan mendesak segera dicabut kebijakan yang mencekik leher masyarakat.
Konfirmasi langsung Redaksi Pers WBN NTT (20/4/2020) melalui sambungan telepon dengan Kepala Desa Ekoroka, Petrus Dopo, menurut Kades Ekoroka, atas desakan masyarakat, kebijakan ini sudah langsung dicabut oleh pihak Pemerintah Desa setempat, selanjutnya akan diformulasikan kembali dengan terlebihdahulu membuka ruang rapat bersama masyarakat guna membahas berbagai rencana penentuan kebijakan di tingkat Desa Ekoroka Kabupaten Ngada.
Menurut dia, pihak Desa mensimulasi rencana kebijakan ini namun masyarakat sudah memberikan tanggapan positif, maka selaku Kepala Desa, dirinya mencabut rencana kebijakan, hingga batas waktu yang belum ditentukan, namun pada intinya, kata Kades Ekoroka, jika nanti mau dirumuskan kembali, maka mulai tahaban awal melibatkan seluruh masyarakat Desa Ekoroka Kecamatan Golewa Kabupaten Ngada.
Dilaporkan koresponden berita media ini, atas gejolak ini, unsur BPD Ekoroka spontan menyampaikan kepada masyarakat yang hadir, bahwa segala bentuk penarikan uang terkait rencana PAMDES Ekoroka, uangnya dikembalikan kepada warga yang telah membayar. Uang dikembalikan.
Berikut data perangkat inti Desa Ekoroka Kecamatan Golewa Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kepala Desa Petrus Dopo, Sekdes : Naserius Gilu, BPD Blasius Rengo.
Dilaporkan, dalam aksi demo pengaduan ini sempat terjadi insiden pertengkaran antara masyarakat dengan perangkat Desa setempat sebelum akhirnya redah dan menerima mosi penolakan dari warga masyarakat*).
Tim WBN NTT│Aurel Do’o│Redpel-Indra