INDRAMAYU – Salah satu bukti penyebaran Agama Islam di Indramayu yaitu Masjid tertua di Indramayu berada Desa Bondan Kecamatan Sukagumiwang Kabupaten Indramayu.(7/5)
Masjid Darussajidin, Masjid yang lebih dikenal dengan sebutan masjid kuno Bondan itu, hingga kini masih aktif digunakan untuk ibadah dan acara keagamaan.
Masjid yang tertelak di Blok Sapu Angin Desa Bondan Kecamatan Sukagumiwang Kabupaten Indramayu itu tampak masih terjaga keasliannya.
Bangunan yang sudah berusia 600 tahun itu berukurunan 9×9 meter. Seluruh bangunan yang berdiri sejak 1414 masehi itu terbuat dari kayu jati yang masih terjaga keasliannya. Uniknya masijd ini berbentuk panggung dengan atap yang terbuat dari sirap kayu dan Masjid utama ini menggunakan 4 saka (tiang) utama.
Ust Abdul Wahid Imam Masjid Darussajidin bersama Wakil ketua DPRD Indramayu Muhammad Sholihin saat di kunjungi Jurnalis WBN menceritakan ”
Pada zaman dahulu, ada dua orang bersaudara dari Majapahit yang bernama Ki Rakinem dan Nyimas Ratu Kencana Wungu. Keduanya adalah pengembara yang juga bertugas menyiarkan agama Budha. Dalam perjalanannya, mereka menyusuri pegunungan yang terletak di Jawa bagian barat dengan menggunakan gethek atau rakit yang terbuat dari bambu hingga menyusuri Sungai Cimanuk menuju ke muara.
Setelah beberapa hari, akhirnya keduanya beristirahat di suatu tempat yang agak ramai, yang saat ini tempat itu disebut Desa Bondan. Karena kepandaiannya, kedua kakak beradik ini dapat diterima oleh masyarakat desa tersebut, bahkan Ki Rakinem menjadi panutan masyarakat sekitar sehingga keduanya tidak mengalami kesulitan dalam menyiarkan agama Budha. Masyarakat sekitar menobatkan Ki Rakinem sebagai Ki Geden Bondan yang artinya orang yang menjadi panutan orang banyak.
Karena pada saat itu belum ada tempat berkumpul untuk bermusyawarah dan mengajarkan agama Budha, maka didirikanlah Cangkop atau pesanggrahan/balai, yang terletak di Desa Bondan Barat bagian utara, tepat di pinggir Sungai Cimanuk yang pada masa itu merupakan jalur lalu lintas air yang banyak dilalui oleh orang. Dengan demikian, diharapkan akan banyak orang singgah di sana dan mengikuti ajaran Budha.
Agar diterima oleh masyarakat sekitar, Ki Geden Bondan menggunakan berbagai cara dalam menyiarkan ajarannya, di antaranya adalah dengan menjadikan Nyi Mas Ratu Kencana Wungu sebagai penari ronggeng dan penari topeng pada saat masyarakat mengadakan upacara adat yang bernama “Munjungan” (Pesta adat menjelang musim hujan dengan menggunakan hiburan Wayang Kulit, Topeng, dan Ronggeng).
Karena kecantikan Nyi Mas Ratu Kencana Wungu sehingga banyak orang yang tertarik untuk menonton pertunjukan tersebut. Dengan demikian diharapkan semakin banyak orang yang akan mengikuti ajaran Ki Geden Bondan.
Pada suatu hari, ada seseorang yang singgah di Desa Bondan, bernama Syekh Datul Kahfi yang bermaksud menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Dia berpikir bahwa akan sulit melakukannya karena sudah banyak orang yang menganut agama Budha di Bondan serta masyarakat desa tersebut telah mempunyai seorang panutan yakni Ki Geden Bondan.
Walaupun demikian, dia tetap ingin melaksanakan niatnya. Pertama dengan mendekati Nyi Mas Ratu Kencana Wungu pada upacara adat Munjungan yang biasanya dipentaskan hiburan Tari Topeng dan Ronggeng. Pada perhelatan tersebut dia berpura-pura menjadi penonton sambil berusaha mendekati Nyi Mas Ratu Kencana Wungu dan berusaha merebut hatinya.
Usahanya untuk mendekati Nnyi Mas Ratu Kencana Wungu tersebut tidak sia-sia. Akhirnya mereka menjalin hubungan cinta tanpa sepengetahuan Ki Geden Bondan. Syekh Datul Kahfi akhirnya bisa mengajarkan agama Islam kepada Nyi Mas Kencana Wungu, dan akhirnya dia menjadi pemeluk agama Islam pertama di Bondan.
Karena perasaan cintanya yang semakin kuat, akhirnya mereka berencana untuk menikah. Mengetahui rencana tersebut, Ki Geden Bondan menjadi murka, terlebih lagi setelah mengetahui adiknya telah memeluk Islam.
Oleh karena itu, Ki Geden Bondan berencana membunuh Syekh Datul Kahfi. Dia mengumpulkan pengikutnya untuk melaksanakan rencananya tersebut, tetapi sayang tidak ada seorangpun yang dapat melakukannya, bahkan Ki Geden Bondan sendiripun tak sanggup karena Syekh Datul Kahfi memiliki kesaktian yang sangat tinggi.
Tapi niatnya membunuh Syekh Datul Kahfi belum surut, Ki Geden Bondan akhirnya meminta Syekh Datul Kahfi untuk menyiapkan banteng yang sangat ganas yang berada di hutan yang sangat angker untuk korban dalam upacara adat. Syekh Datul Kahfi menyetujuinya karena dijanjikan boleh menikahi adiknya setelah mendapatkan banteng tersebut.
Syekh Datul Kahfi sebenarnya merasa ragu dan sangat berat atas permintaan Ki Geden Bondan tersebut tetapi karena cintanya kepada Nyi Mas Ratu Kencana Wungu akhirnya ia berangkat juga ke hutan.
Kemudian dia menyampaikannya kepada Nyi Mas Ratu Kencana Wungu. Karena iba hatinya, Nyi Mas Ratu Kencana Wungu memutuskan menemani calon suaminya dalam melaksanakan perintah Ki Geden Bondan.
Dalam perjalanan, mereka berdua merasa ragu, apakah mereka akan melanjutkan tugasnya atau lebih baik melarikan diri. Dalam perjalanan mereka berdua sesekali beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan kembali.
Menjelang waktu subuh, mereka baru tiba di hutan sebelah timur Desa Bondan. Kemudian mereka beristirahat dan melakukan sholat Subuh. Pada saat beristirahat tersebut, Nyi Mas Ratu Kencana Wungu melihat ada seekor banteng yang sangat besar dan menakutkan mendekati mereka.
Setelah menyelesaikan sholat Subuh, mereka bersiap menangkap banteng ganas tersebut. Dengan menggunakan segala kemampuannya, akhirnya banteng tersebut dapat dijinakkan dan ditangkap. Sejak saat ini, tempat dimana Syekh Datul Kahfi bersiap-siaga menangkap banteng tersebut dinamakan Blok Siaga.
Setelah banteng tertangkap, kemudian Nyi Mas Ratu Kencana Wungu menuntun banteng tersebut menggunakan selendangnya ke arah selatan. Belum begitu jauh dari tempat tersebut, dia mengucapkan kata “Bongkoran” yang artinya gagal pembunuhan, hingga kini tempat tersebut dinamakan Blok Bongkoran.
Pada pagi harinya, acara Munjungan segera dimulai. Para pengikut Ki Geden Bondan sangat riang gembira dan berteriak-teriak secara riuh rendah. Mereka mengira bahwa Syekh Datul Kahfi telah pergi jauh bahkan dianggap telah meninggal dunia. Sedangkan para pengikut Syekh Datul Kahfi berkumpul di suatu tempat untuk “medukuan” (menunggu) kedatangannya dengan rasa cemas. Maka sejak saat itu tempat tersebut dinamakan Blok Dukuh.
Di tengah hiruk-pikuk para pendukung kedua belah pihak, tiba-tiba dari arah timur muncul Nyi Mas Ratu Kencana Wungu menuntun banteng yang telah ditangkapnya bersama Syekh Datul Kahfi dengan sehelai selendang. Melihat kejadian tersebut, Ki Geden Bondan merasa sangat geram dan memutuskan untuk mengadu kesaktian dengan Syekh Datul Kahfi.
Tidak hanya itu, dia juga menggerakkan pengikutnya untuk menyerang Syekh Datul Kahfi dan pengikutnya sehingga “tangkilan” (peperangan) tidak bisa dihindarkan. Maka sejak saat itu tempat yang dijadikan pertempuran tersebut dinamakan Blok Tangkil.
Pasukan Ki Geden Bondan jumlahnya sangat banyak sehingga pasukan Syekh Datul Kahfi terdesak. Pada saat itu, Syekh Datul Kahfi menemukan “oman” (merang) lalu diciptakannya satu kesatuan tentara yang terbuat dari merang tersebut.
Peperanganpun menjadi seimbang. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak, sehingga terjadi banjir darah yang mengalir kesaluran air hingga berbunyi “grojog-grojog”. Sejak saat itu, tempat tersebut dinamakan Blok Grojogan.
Karena terdesak, Ki Geden Bondan mengerahkan segenap kesaktiannya hingga dia bisa berubah wujud menjadi raksasa (triwikrama) tetapi bisa dihadapi oleh Syekh Datul Kahfi hingga dia kembali pada wujudnya semula.
Ki Geden Bondan tetap melawan dengan mengeluarkan kesaktian pamungkasnya, yakni menepuk kedua tangannya sebanyak tiga kali dan saat itu juga bermunculan beberapa ekor kera dari sela-sela jarinya.
Tetapi lagi-lagi berhasil dihadapi oleh Syekh Datul Kahfi sehingga Ki Geden Bondan melarikan diri dalam keadaan tidak berwujud sambil meneriakkan kata-kata “lanjutkan cita-citamu”, kemudian dia lenyap. Sejak saat itulah Syekh Datul Kahfi menyiarkan agama Islam di seluruh Bondan dengan leluasa.
Hingga pada suatu malam Syekh Datul Kahfi mengumpulkan para pengikutnya untuk bermusyawarah. Mereka memusyawarahkan berdirinya tempat sholat berjamaah di daerah tersebut.
Akhirnya, sekitar tahun 1414 Masehi, disepakati untuk mendirikan sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari Sungai Cimanuk dan cangkop/balai yang telah dibangun oleh Ki Geden Bondan yaitu di Desa Bondan Barat.
Pembangunan masjid Bondan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu hanya satu malam dan keesokan harinya, Syekh Datul Kahfi membuat bedug dari kayu Sidaguri yang bila ditabuh konon suaranya bisa terdengar sampai Cirebon.
Sampai sekarang masjid tersebut dinamakan “Masjid DarusSajidin Bondan” (Masjid Kuno Bondan) dan masih berfungsi sebagai tempat shalat masyarakat sekitar dan tempat mengaji anak-anak desa tersebut. Tapi sayang bedug buatan Syekh Datul Kahfi telah hilang “.
Reporter ( Cp.Enjoy )