WBN-Indonesia dan Australia sebagai “Economi Powerhouse” harus saling memanfaatkan kekuatan masing-masing negara guna meningkatkan kontribusi pada global value chain. Melalui Indonesia-Australia Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) ini, diharapkan dapat mendorong peningkatan ekspor berbagai produk Indonesia ke Australia khusunya produk UMKM.
Dari hal tersebut, Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Kantor Layanan Teknis (KLT) BSN Jawa Timur dan Sulawesi Selatan bekerja sama dengan FTA Center Surabaya dan Makassar menyelenggarakan Website Seminar (webinar) dengan Tema Standardisasi Produk Pangan Olahan, Sukses Tembus Pasar Australia. (Selasa, 23/06/2020).
Webinar ini dibuka oleh Kepala BSN Kukuh S. Achmad, dengan narasumber Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini, Atase Pedagangan KBRI Canberra Australia Agung Wicaksono, Direktur Sistem Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN Konny Sagala, UMKM Bolu Ketan Mendut Arso, dan dimoderatori oleh Kepala Subdirektorat Fasilitasi Pelaku Usaha BSN Nurhidayati. Lebih dari 380 peserta mengikuti kegiatan ini, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi pelaku usaha yang ingin memanfaatkan implementasi perjanjian IA-CEPA.
Kepala BSN Kukuh menjelaskan, perjanjian bilateral IA-CEPA yang akan berlaku efektif per 5 Juli 2020. Ditengah pandemik covid-19, ekonomi di seluruh dunia mengalami penurunan. Dengan memanfaatkan IA-CEPA ini, diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi kedua negara. “Apabila kita telah menandatangani perjanjian bilateral, diharapkan hasilnya lebih cepat dirasakan dibandingkan perjanjian multilateral.” ujar Kukuh.
Kukuh menambahkan, implementasi IA-CEPA BSN telah bekerjasama dengan Standard Australia,untuk melakukan pemetaan terhadap standar dan persyaratan bagi kedua negara agar harmonis, baik barang maupun jasa. Dalam hal penilaian kesesuaian, diharapkan hasil pengujian laboratorium dan sertifikasi antar kedua negara untuk bisa saling diterima dan disepakati dengan menggunakan mekanisme mutual recognition arragement secara internasional. “Sehingga seluruh laboratorium dan lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional dapat diterima oleh regulator di Australia.” Kata Kukuh.
Dengan acara ini, diharapkan seluruh pelaku usaha untuk tetap produktif dan memanfaatkan perjanjian bilateral IA-CEPA. Sehingga, dapat meningkatkan percepatan ekspor dan produk Indonesia lebih berdaya saing. “Kita mendorong bagi pelaku usaha khususnya UMKM dapat menembus ke pasar Australia.” tutup Kukuh.
Untuk membaca peluang pasar ekspor dan manfaatnya bagi pelaku usaha yang dipaparkan oleh Ni Made, melalui implementasi perjanjian IA-CEPA ini, tarif bea masuk Australia akan 0% pada 5 Juli 2020. Namun, ketentuan standar dan keamanan pangan tetap berlaku sesuai dengan regulasi Australia. Selain itu, stakeholders perlu mengetahui persyaratan standard dan keamanan di Australia. “Pemerintah siap mendukung stakeholders melalui program kerjasama ekonomi dalam IA CEPA.” Ujar Ni Made.
Dalam hal standar, regulasti teknis dan penilaian kesesuaian yang disampaikan oleh Konny, yang perlu ditekankan bagi pelaku usaha yang ingin ekspor ke Australia, diperlukan mematuhi keamanan pangan di Australia, seperti standar umum pangan (termasuk persyaratan label), standar produk pangan spesifik (termasuk GMO-Genetically Modified Organisms), standar keamanan pangan, produksi primer dan standar proses, serta batas mikroba dalam pangan.
Salah satu narasumber dalam webinar ini Agung, menjelaskan ada beberapa peraturan standar dan impor produk makanan Australia, diantaranya lulus uji kelayakan sebagai produk impor, seperti harus berhasil melewati prosedur biosecurity sesuai dengan peraturan Biosecurity Act 2015 dan melewati uji keamanan makanan impor sesuai dengan peraturan Imported Food Control Act 1992.
Agung juga menambahkan, beberapa persyaratan harus memiliki standar keamanan yang sama dengan makanan yang berasal dari Australia, seperti memenuhi Australia New Zealand Food Standards Code, Food Standard Australia New Zealand Act 1991, dan New Zealand Food Regulatory System (ANZFS). “Semua eksportir harus mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh regulator Australia, karena peraturan tersebut dibuat untuk melindungi konsumen” ujar Agung.
(Eko)