WBN, CIREBON – Kami keluarga besar Keraton Kasepuhan Cirebon, para ahli waris beserta segenap wargi saat ini masih dalam suasana berkabung atas wafatnya Almarhum Gusti Sultan Sepuh XIV, yang insyAllah nanti pada tgl. 30 Agustus 2020, genap 40 hari.
Atas berkembangnya polemik tentang tahta Kesultanan Kasepuhan, perlu kami sampaikan bahwa sampai saat ini kami berpegang pada ketentuan berdasarkan adat tradisi turun temurun yang berlaku di Keraton Kasepuhan sebagaimana telah dilaksanakan pada masa jumeneng Almarhum Sultan Sepuh XIV dan para Sultan sebelumnya, dimana pengganti Sultan harus putra Sultan (laki-laki) dan sebelumnya telah ditetapkan sebagai putra mahkota. Dalam Wawancarnya dengan tim WBN.
Adapun di berbagai media bermunculan bermacam pandangan dan pendapat mengenai tahta kesultanan di Keraton Kasepuhan, adalah hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat dan pikirannya sebagaimana dijamin oleh Undang-undang, namun sampai saat ini kami belum menerima secara langsung masukan, baik berupa usulan, pendapat ataupun pandangan dari pihak-pihak terkait.
Keraton Kasepuhan adalah warisan yang amat sangat berharga dari leluhur kita semua, yang selama beratus-ratus tahun telah berusaha dipertahankan dan dipelihara sebaik-baiknya oleh para leluhur pendahulu kita, meskipun dengan segala keterbatasan sumber dana dan sumber daya yang ada, sehingga sampai hari ini masih berdiri kokoh sebagai salah satu istana tertua di Indonesia. Bukan semata-mata hasil jerih payah kami keluarga besar kesultanan Kasepuhan, tapi juga berkat dukungan, bantuan dari berbagai pihak yang turut merasa memiliki dengan tidak menuntut hak, tetapi merasa berkewajiban memberikan sumbangsih untuk turut memelihara dan melestarikan peninggalan leluhur.
Mungkin ada diantara kerabat keturunan Kesultanan Cirebon yang merasa lebih berhak atas tahta kesultanan, hal itu seyogianya haruslah didukung dengan dasar pemikiran yang dapat dipertanggung jawabkan, baik secara moral maupun aspek legal formal serta didasarkan pada kesesuaian dengan adat dan tradisi, serta dasar hukum yang jelas.
Bagi kami keluarga besar kesultanan Kasepuhan, jauh lebih penting untuk memikirkan keberlangsungan tata kelola Keraton sebagai institusi pelestarian adat tradisi dan syiar Islam sesuai petatah petitih Sunan Gunung Jati “Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin ” hingga ke masa depan dan memperkuat silaturahmi diantara famili yang diharapkan semakin guyub, rukun dan damai, daripada berselisih tentang masa lalu yang hanya akan melanggengkan perpecahan diantara kerabat kesultanan Cirebon, apalagi tanpa dasar argumentasi dan hukum yang jelas.
Para leluhur kita dengan segala kelebihannya juga adalah manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan. Mari kita junjung dan teladani segala kebaikannya, keluhuran budinya, dan kita kubur dalam-dalam segala yang buruk tentangnya, jika memang ada. Mikul dhuwur, mendem jero, begitu kata pepatah lama.
Sejarah menjelaskan riwayat perjalanan bangsa, manusia sepanjang waktu, ada kisah kejayaan, kemenangan, dan adapula peristiwa tragis yg memilukan.
Hal yang terjadi di masa lalu, yang kita sendiri tidak mengalami dan menyaksikannya, apalagi dari sumber-sumber yang kebenarannya masih dipertanyakan bukanlah untuk dipergunjingkan, dipertentangkan, apalagi bahan propaganda politik kepentingan, cukuplah untuk diambil pelajaran dan diperoleh hikmah, Jika itu benar-benar terjadi, untuk tidak terjadi lagi di masa kini dan yang akan datang.
Maka, marilah kita bersama benahi hati, pikiran dan tingkah laku kita, untuk kita bersama-sama membangun warisan leluhur kita Keraton Kasepuhan untuk kita jadikan ladang ibadah bersama, agar leluhur kita dapat tersenyum bahagia bahwa warisannya dijaga dengan baik dan membawa maslahat untuk ummat, bangsa dan negara kita tercinta.
Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan memberikan keberkahan kepada kita semua.
Pangeran Chaidir Susilaningrat
Wargi keraton kasepuhan cirebon