WBN l Jakarta Utara – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) Kota Administrasi Jakarta Utara mendukung langkah kepolisian dalam penyelidikan viral suntik vaksinasi kosong di kawasan Pluit, Penjaringan.
Langkah penyelidikan dianggap tepat guna memastikan duduk perkara kasus yang tidak hanya bisa dilihat dalam sebuah potongan video yang beredar di media sosial.
Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) Kota Administrasi Jakarta Utara, Maryanto enggan menduga-duga duduk perkara dalam sebuah potongan video viral kosongnya vaksin yang disuntikkan seorang vaksinator.
Untuk itu, langkah penyelidikan dianggap tepat guna mengetahui duduk perkara kasus tersebut.
“Video itu bisa saja multitafsir. Tapi pada prinsipnya, kami (DPD) PPNI Jakarta Utara siap berkerjasama dengan Polres Metro Jakarta Utara dalam menyelidiki kasus ini,” tegas Maryanto saat dikonfirmasi, Senin (9/8).
Hingga saat ini, Maryanto memastikan vaksinator dalam video tersebut bukanlah anggota DPD PPNI Kota Administrasi Jakarta Utara.
Meski begitu, proses hukum terhadap terduga harus mengedepankan asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yakni asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus, mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
Hukum yang dimaksud merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
“Kalau memang hasil penyelidikan kasus terbukti terdakwa seorang perawat maka tidak semata-mata menggunakan pasal KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tapi pakai asas Lex Specialis Derogat Legi Generali,” paparnya.
Merujuk pada kedua hukum tersebut, dijelaskannya seorang perawat harus mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) sebelum menjalankan tugasnya.
Kedua surat itu pun tidak serta merta didapatkan hanya sekadar lulus pendidikan sarjana namun perlu mengikuti serangkaian uji kompetensi lainnya dan dinyatakan lulus.
“Jadi dalam kasus ini perlu penyelidikan dan pengembangan yang mendalam dan komprehensif. Kita tidak bisa menduga-duga, termasuk juga memeriksa pasien, pembuat, dan penyebar videonya. Bahkan bisa saja uji laboratorium memastikan apakah vaksin sudah atau belum disuntikkan ke tubuh pasien,” tutupnya. Rept l Carlla l