WBN | Penerjemahan daerah atas terobosan positif mega proyek APBN melalui agenda Pembangunan Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi NTT terus menerus mendapat sorotan tajam bahkan aksi tidak percaya masyarkat terhadap niat baik sejumlah pihak terkait di daerah, termasuk keseriusan BPN Nagekeo untuk mensukseskan Program Nawacita Waduk Lambo untuk masyarakat Nagekeo.
Kilas rangkuman WBN, Senin (15/11), puluhan Warga Persekutuan Adat Labo, Lele, dan Kawa (Labolewa) mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nagekeo di Kota Mbay mendesak BPN setempat menjelaskan siapa-sapa saja yang terlibat dalam pendataan tanah, sebab banyak kejanggalan yang terjadi seara terang benderang di hadapan masyarakat dan negara, diantaranya nama-nama suku ulayat dan pemilik tanah adat dihilangkan, namun muncul nama-nama suku yang sesungguhnya tidak pernah ada dalam sejarah keberadaan suku ulayat adat di Desa Labolewa, atau suku fiktif.
Kepada para media, bertempat di Kantor BPN Nagekeo, Masyarakat Adat mengungkapkan mereka sangat kecewa dan merasa ditelanjangi adat budaya Nagekeo.
Warga Suku Ribo Rato Kampung Kawa, Ferdin Dhosa kepada wartawan mengungkapkan, pemerintah pusat jangan lupa melakukan evaluasi tegas dan monitoring kinerja buruk BPN Nagekeo serta para pihak terkait, yang menurutnya telah dengan sengaja menciptakan kebingungan dan masalah lapangan atas program positif Nawacita yang seharusnya diterjemahkan secara baik dan benar oleh berbagai lini pelaksana di tingkat terbawah.
“Sudah waktunya pemerintah pusat mengevaluasi tegas dan melakukan monitoring serius terhadap kinerja para pihak pelayan publik di daerah atas program Nawacita Waduk Lambo yang memunculkan begitu banyak masalah dalam penerjemahannya di daerah. Saya ambil contoh BPN Nagekeo misalnya, semangat apa yang dijunjung dalam kinerjanya jika seperti ini tata kerja mereka di lapangan. Mereka munculkan nama suku fiktif dalam data resmi saat musyawarah ganti rugi lahan di Pepita Hotel Mbay. Konyolnya, setelah munculkan nama suku fiktif dalam berkas administrasi, suku-suku kami yang benar-benar ada dan nyata serta memiliki lahan ulayat di tanah Waduk Lambo, justeru tidak ada atau mereka hilangkan. Ini kan praktek kerja gelap dan manipulatif namanya”, tegas Warga Suku Ribo Rato Kampung Kawa, Ferdin Dhosa.
Selain Warga Suku Ribo Rato Kampung Kawa, Ferdin Dhosa, penegasan yang sama juga diterangkan oleh ulayat persekutuan adat Labolewa lainnya, Urbanus Papu, Selis, Vinsensius Penga, didampingi masyarakat adat setempat.
”Kami yang mendukung Nawacita Pembangunan Waduk, kami yang mempunyai ulayat, kami yang memberi izin survei, kami juga yang mengirim surat kepada Bapak Presiden agar bisa dilakukan percepatan pembangunan Waduk Lambo, malah nama-nama suku ulayat kami dan sebagai pemilik suku ulayat tidak muncul, tidak dilibatkan bahkan hingga evaluasi ganti untung di Hotel Pepita yang mereka gelar selama 3 hari, tidak ada nama suku ulayat kami, nama-nama kami juga tidak ada. Jangan-jangan anda sekalian lah yang dengan sengaja membuat masalah dan secara tidak langsung mau menggagalkan pembangunan Waduk Lambo. Tolong negara jangan lengah membaca permainan dari dalam lini-lini seperti ini, harus membaca dan melihat ke dalam”, tegas mereka.
Dalam surat resmi undangan musyawarah penetapan ganti rugi lahan, lanjut mereka, secara terang benderang ditemukan daftar nama suku fiktif, atau suku yang benar-benar tidak ada di wiilayah Labolewa Kabupaten Nagekeo, bahkan tidak ada nama suku tersebut dalam wiilayah daerah Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT.
“Suku Wawo Lobo Toro, berikutnya Suku Labo, ini suku dari planet mana. Ini jelas-jelas fiktif. Sementara suku ulayat kami yang benar-benar ada di Labolewa dan tanah kami mau dipakai untuk bangun waduk Lambo, justeru tidak muncul. Ini sudah keterlaluan dan menelanjangi adat budaya kami orang Nagekeo”, tutup Urbanus Papu, Verdin, Selis, Vinsensius Penga, didampingi masyarakat adat setempat kepada awak media.
Hingga berita ini diturunkan (21/11), Badan Pertanahan Nagekeo belum meriilis penjelasan akurat atas temuan-temuan yang diungkap masyarakat adat Labolewa, Nagekeo.
Sebelumnya diberitakan media ini, Kepala Badan Pertanahan Nagekeo, Dominikus Insatuan, menginformasikan luas lahan untuk pembangunan waduk Lambo adalah 617 ha.
“Total luas lahan untuk pembangunan waduk Lambo adalah 617 ha”, kata Kepala BPN Nagekeo, Dominikus Insatuan.
WBN│Wil │Tim│Editor-Aurel