
WBN │Perkara Tanah SDI Wogo, Golewa Kabupaten Ngada, NTT di meja Pengadilan Negeri Bajawa yang sudah melewati tahap replik atau jawaban Penggugat, baik tertulis maupun lisan terhadap jawaban Tergugat atas gugatan Penggugat demi meneguhkan gugatan Penggugat atas alasan-alasan penolakan yang dikemukakan Tergugat dalam jawabannya, terungkap Penggugat beberkan berbagai fakta kuat yang diduga sarat kejanggalan dalam urusan serah terima tanah lokasi SDI Wogo masa silam yang tidak melibatkan ahli waris sah rumah adat Longa Ngeo, Klara Baba.
Kepada media ini, (08/01/2023), Penggugat Klara Baba selaku ahli waris tanah adat lokasi SDI Wogo melalui Kuasa Hukum, Mbulang Lukas, SH merilis fakta-fakta kejanggalan berisikan praktek-praktek melangkahi pihak ahli waris sah tanah adat tersebut, hingga pihak ahli waris menempuh jalur hukum ke meja Pengadilan Negeri Bajawa, Flores.
Rilis lengkap Kuasa Hukum Mbulang Lukas, SH menerangkan praktek serah terima tanah SDI Wogo diduga benar-benar melangkahi ahli waris pemilik lahan atau tidak melibatkan ahli waris sah tanah adat setempat, sebagaimana praktek adat tradisi setempat, dimana keturunan perempuan adalah pemangku ahli waris tanah. Namun dalam kasus tanah SDI Wogo, terkuak praktek tidak melibatkan pihak ahli waris sah sehingga mereka tidak mengetahui terjadinya berbagai proses serah terima dan pelepasan tanah adat milik mereka. Sebaliknya justeru ditemukan terjadi praktek serah terima tanah dari satu tangan ke tangan lainnya, bahkan terdapat sejumlah pelaku yang tidak memiliki hubungan hak atas tanah adat milik rumah adat Longa Ngeo di lokasi SDI Wogo Kabupaten Ngada, terlibat menjadi penyerah tanah.
“Harus saya ungkapkan bahwa proses pelepasan tanah, fakta serah terima tanah itu dibuat dengan penuh intrik dan kepentingan dan nampak sekali perbuatan melangkahi adat tradisi setempat, tidak melibatkan pihak ahli waris sah pemilik tanah adat di lokasi SDI Wogo. Prosesnya dilakukan dengan cara melangkahi dasar-dasar hakiki maupun nilai dan norma-norma adat ataupun pra syarat hukum yang seharusnya dipenuhi, namun tidak dilakukan. Serah tanah dan ataupun pelepasan tanah justeru dilakukan dari satu tangan ke tangan lainnya, bahkan melibatkan sebuah kelompok kecil yang dibentuk, yang di dalamnya berisi orang-orang yang bahkan tidak memiliki hubungan hak atas tanah. Saya rasa mengerikan sekali”, kata Kuasa Hukum Penggugat, Mbulang Lukas, SH (08/01/2023).
Sebelumnya, jawaban Tergugat II menerangkan kronologis, bahwa dalam rapat Golkar Komda II di Bajawa, diusulkan pembangunan SDI Wogo di Ratogesa tahun 1975, kemudian pada awal 1976 Desa Ratogesa mendapat jatah SDI yang selanjutnya oleh Dinas P & K pada masa itu merekomendasikan pembangunan SD di Malabelu. Namun koronologis ini sama sekali tidak diketahui oleh pihak ahli waris sebab tidak dilibatkan sama sekali. Sejak tahun itu sesungguhnya Komda II Golkar di Bajawa serta Dinas P & K tidak pernah menemui pihak ahli waris tanah adat SDI Wogo.
“Mohon buka mata dan ketahui fakta-fakta yang sebenarnya, bahwa pihak ahli waris, dalam hal ini yang bernama Klara Baba ataupun ibu kandung dari Klara Baba di langkahi dalam proses yang diklaim sudah ada penyerahan. Yang terjadi adalah sebelum pembangunan SDI Wogo, pihak ahliwaris hanya didatangi oleh orang yang bernama Aloysius Laja dan Yoseph Mude yang mengaku sebagai Ketua BP3 Sekolah dan meminta agar tanah adat milik rumah adat Longa Ngeo, Suku Kelu di Malabelu, sekiranya dizinkan untuk dipakai membangun sekolah guna melayani kebutuhan pendidikan generasi. Atas pendekatan itu pihak ahli waris bernama Klara Baba akhirnya menunjukan lokasi seluas sekitar 1 hektar dengan batas-batas Utara dengan jalan Wogo-Maumbawa, Barat dengan tanah adat Sao Weti Wali, Suku Seko Wogo, Selatan dengan tanah adat Sao Loka Tua, Suku Ngate serta tanah adat Sao Lopi Jawa, serta bagian Timur dengan tanah adat Sao Longa Ngeo Suku Kelu. Penunjukan dilakukan hanya kepada BP3 Sekolah pada saat itu, bukan kepada pihak Desa ataupun kepada Pemerintah Kecamatan maupun Pemerintah Kabupaten ataupun kepada Dinas terkait. Tidak pernah ada perjanjian jual beli, kecuali ada janji akan membantu batu dan pasir oleh Aloysius Laja dan Yoseph Mude selaku orang BP3 Sekolah, namun sampai tahun 2023 tidak pernah ditepati. Bahkan dalam perjalanan lagi-lagi tanah adat Longa Ngeo yang berada di depan SDI Wogo diminta lagi untuk dibuat lapangan olahraga bagi pelajar dan dizinkan oleh Klara Baba selaku ahli waris, namun dengan status hak pakai, bukan hak milik. Berdampingan dengan lapangan, di sebelahnya tetap menjadi kebun milik ahli waris yang berjalan selama 43 tahun tanpa ada permasalahan. Namun pada tanggal 25 Mei 2021 muncul permasalahan karena tanpa melalui proses pelepasan adat, tanpa serah terima dan jual beli tanah, tiba-tiba dilakukan pengukuran tanah di SDI Wogo melibatkan Badan Pertanahan Ngada untuk proses sertifikat tanah dan tentu berikutnya menjadi aset daerah. Bahkan mulai muncul klaim bahwa tanah SDI Wogo sudah menjadi milik pemerintah daerah. Saya bantu ingatkan lagi bahwa sebenarnya status tanah untuk BP3 sekolah hanya sebagai pemakai lahan. Tidak boleh dengan serta-merta menjadikannya sebagai hak milik ataupun aset, sebab bukan begitu tata cara yang baik, yang sesuai dengan hukum kita?”, urai Mbulang Lukas, SH.
Pembangunan SDI Wogo, lanjut dia, tidak dilakukan di atas tanah milik negara, namun dibangun di atas tanah adat mlik orang atau milik ahli waris tanah sebagai pihak pemangku pelestari adat tradisi dan budaya. Memindah tangankan hak milik sebuah bidang tanah, tidak boleh melangkahi pemiliknya, agar tidak menjadi perbuatan yang melawan hukum.
Fakta Persidangan Ungkap Transaksi Tanah Tidak Sepengetahuan Ahli Waris
Replik perkara tanah SDI Wogo mengungkapkan fakta mencengangkan lainnya, dimana proses serah terima tanah dilakukan dengan sangat tertutup, tidak diketahui oleh pihak ahli waris tanah. Berikut kilas serah terima yang dibeberkan kepada Pengadilan Bajawa.
Bukti surat dan pengungkapan pelaku jual beli tanah bersifat sangat tertutup di hadapan pihak ahli waris sah tanah di lokasi SDI Wogo. Tanah tersebut di jual oleh seorang politisi pada zaman itu yang bernama R.B Modo, yang diperolehnya berdasarkan surat pesanan, penyerahan hak dan kekuasaan orang yang bernama Zakarias Niga (Suu) Loko kepada keturunan R.B Modo pada tanggal 2 Mei 1976, dan telah terjadi peralihan atau penyerahan oleh komite sekolah kepada pemerintah daerah.
Sedangkan, posisi Zakarias Niga (Suu) Loko berdasarkan adat tradisi Bajawa, matrilineal atau garis keturunan ibu dan atau perempuan sebagai pemangku sah ahli waris tanah adat, maka Zakarias tidak mempunyai hak untuik melakukan pelepasan, transaksi tanah maupun serah terima tanah kepada pihak lain. Demikian halnya, R.B Modo sendiri bukan merupakan ahli waris di rumah adat Longa Ngeo Suku Kelu yang secara sah merupakan pemilik tanah adat di lokasi SDI Wogo, Kabupaten Ngada.
Maka terungkap tanah SDI Wogo yang di klaim sebagai milik sekolah ternyata berasal dari R.B Modo menjual kepada BP3 sekolah. Sementara R.B Modo sendiri memperoleh hak berdasarkan pesanan.
Terungkap pula pertentangan yang menyebut R.B Modo sebagai Ketua Suku Kelu Kile atau pemilik Sao Longa Ngeo, namun penyerahan tanah sekolah pada 3 Mei 1977 tidak dilakukan di Sao Longa Ngeo, tetapi dilaksanakan bertempat di Sao atau rumah adat bernama Sao Meze. Terhadap fakta ini, pihak ahli waris Klara Baba menyampaikan keheranan mereka sebab sejak zaman leluhur tidak ada istilah Sao Meze yang berkuasa atas Longa Ngeo dan faktanya memang tidak ada Sao Meze sampai saat ini dan seterusnya di Sao Longa Ngeo, selain Longa Ngeo sendiri.
Terungkap pula dasar R.B Modo adalah berdasarkan surat pesanan penyerahan hak dan kekuasaan dari Zakarias Niga (Suu) Loko dan kawan-kawan sebanyak sepuluh orang atau sebuah kelompok kecil yang di dalamnya melibatkan orang-orang dari suku dan sao lain dan bukan sebagai pemegang hak ahli waris keturunan perempuan dari Sao Longa Ngeo selaku pemangku sah tanah adat di lokasi SDI Wogo.
Terungkap juga kejanggalan dimana pada tanggal yang sama, yakni tanggal 3 Mei 1977 telah dilakukan dua peristiwa perbuatan hukum, yakni R.B Modo memberikan kepada Zakarias Nagi (Suu) Loko dan kawan-kawan menjual tanah kepada BP3 sekolah.
Namun, pada tanggal 3 Mei 1977 BP3 Sekolah atas nama Aloysius Laja dan Yoseph Mude yang diklaim sudah membeli tanah dari R.B Modo, keduanya justeru mendatangi pihak ahli waris Sao Longa Negeo, Klara Baba dan ibu kandungnya dan meminta tanah adat Longa Ngeo Suku Kelu diizinkan untuk bangun sebuah sekolah dasar SDI Wogo, yang selanjutnya Klara Baba bersama dengan Aloysius Laja dan Yoseph Mude menunjuk lokasi tanah dan batas-batas tanah guna dipakai untuk membangun sekolah.
Penunjukan yang dilakukan oleh Klara Baba diketahui oleh semua pihak, termasuk oleh R.B Modo dan para pihak yang telah disebutkan, sebab dilakukan secara terbuka, namun R.B Modo dan para pihak diam tidak bergeming, tidak ada klaim dan penghadangan ataupun proses hukum serta proses hukum adat, jika Klara Baba bukan ahli waris sah dan ataupun jika R.B Modo bersama Zakarias dan ataupun kelompok yang dibentuk adalah pihak yang sah lalu menyerahkan tanah kepada BP3 dengan segala proses jual belinya.
Apa Status Hukum Surat Pesanan Yang Dipakai R.B Modo
Surat pesanan penyerahan hak dan kekuasaan, tertanggal 2 Mei 1976 dari Zakarias Nagi (Suu) Loko kepada keturunan R.B Modo, telah digunakan sebagai dasar, alasan dan bukti dalam perkara Perdata nomor : 8/Pdt.G/2016/PN.Bjw oleh pihak saudari dari R.B Modo yang menggugat ahli waris Sao Longa Ngeo, Klara Baba, diamana dalam perkara tersebut menuntut bahwa pihak saudari dari R.B Modo menuntut bahwa pihaknya merupakan ahli waris dari rumah adat Longa Ngeo Suku Kelu atas penyerahan kepada keturunan Due Ngeo berdasarkan surat pesanan, penyerahan hak dan kekuasaan dari Zakarias Nagi (Suu) Loko pada tanggal 2 Mei 1976.
Namun hasil perkara, oleh Majelis Hakim Bajawa menyatakan bukti tersebut bukanlah merupakan bukti kepemilikan yang sah atas suatu tanah tetapi hanya merupakan keterangan sepihak yang menerangkan tentang penyerahan tanah, namun tidak menjelaskan secara jelas dan terperinci tanah mana yang diserahkan. Selanjutnya Mejelis Hakim memutuskan menolak gugataan Penggugat untuk seluruhnya, termasuk bukti P-1 yang dituntut, ditolak seluruhnya.
Demikian juga upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Kupang atas hasil keputusan Majelis Hakim Bajawa. Pengadilan Tinggi Kupang dalam Keputusan Nomor 44/PDT/2017/PT KPNG tanggal 8 Mei 2017 memutuskan “Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bajawa Nomor 8/PDT.G/2016.PN.Bjw tanggal 15 Desember 2016. Selanjutnya berkekuatan hukum tetap dan mengikat.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Bajawa Nomor 8/PDT.G/2016.PN.Bjw tanggal 15 Desember 2016 jo Keputusan Nomor 44/PDT/2017/PT KPNG tanggal 8 Mei 2017, secara jelas menerangkan surat pesanan, penyerahan hak dan kekuasaan dari Zakarias Nagi (Suu) Loko adalah tidak sah.
“Saya kira itu adalah praktek serah terima palsu, sebab dilakukan oleh orang yang bukan merupakan ahli waris sesungguhnya, namun bertindak seolah-olah merupakan ahli waris sah dari Sao Longa Ngeo Suku Kelu, atas tanah SDI Wogo Kabupaten Ngada”, tutup Mbulang Lukas, SH.
WBN