
WBN | Dandim Kodim 1625 Ngada-Nagekeo, Flores, NTT, Letnan Kolonel CZI Deni Wahyu Setiyawan, SH saat ditanyai wartawan, bertempat di rumah Pabum, Mbay (27/03/2023), menyampaikan dukungan penuh TNI Kodim 1625 untuk pembangunan Bandara Surabaya II di Kabupaten Nagekeo, Flores.
“Kita semua melihat langsung bagaimana Masyarakat Nagekeo hari ini serta multi elemen daerah merindukan bandara sebagai sarana transportasi udara yang harus ada di daerah ini. Kita mendengar langsung kerinduan itu melalui pengakuan-dari mereka ketika kita benar-benar turun ke lapangan. Mereka tidak segan-segan mengakui bahwa kerinduan bangun bandara adalah kerinduan yang sudah lama ada di hati mereka”, ungkap Dandim, Letnan Kolonel CZI Deni Wahyu Setiyawan, SH.
“Masyarakat mendukung dan mereka mengetahui pasti, bahwa kehadiran bandara akan memiliki dampak positif yang sangat besar untuk pertumbuhan dan perkembangan ekonomi”, tambahnya.
Belasan tahun sejak berpisah dari Kabupaten Ngada sebagai kabupaten induk, diketahui Kabupaten Nagekeo tidak memiliki sarana transportasi udara atau bandara.
Pasalnya, sejak zaman penjajah, saat Perang Dunia II berlangsung, Jepang telah menjadikan Kawasan Mbay yang memiliki topografi rata, membangun bandara militer atau oleh sekutu disebut River Airondom, yang terletak di Desa Tonggurambang, Kecamatan Aesesa.
Usai kekalahan Jepang dari sekutu, bandara eks Jepang yang telah ditinggalkan itu, beberapa kali masih sempat digunakan pendaratan pesawat.
Namun, berikutnya dalam perkembangan Nagekeo, untuk pembangunan bandara, terjadi perbedaan pandangan tentang Penlok I dan Penlok II, dan bahkan menjadi penghambat pembangunan bandara.
Dandim 1625 Ngada-Nagekeo, Letkol CZI Deny Wahyu Setiawan, SH dalam kunjungan kerjannya di Kabupaten Nagekeo dan pada saat Rapat Forkopimda, menuturkan, memang benar ada selisih paham untuk Penlok I dan Penlok II.
“Penlok I kurang lebih 70-80 ℅ berada di atas tanah TNI, karena dun runwey dan men runweynya berada di atas tanah TNI dan fasilitas pendukung taxiway berada di atas tanah masyarakat. Sedangkan Penlok II seluruhnya murni di tanah Pemda dan untuk sarana pendukungnya berada di atas tanah TNI“, kata Dandim.
Berdasarkan informasi yang diperoleh atas kordinasi dengan pimpinan yang ada di Kodam, lanjut Dandim, untuk tanah Penlok I, semua akan dikoordinir, terintergrasi antara kemeterian, yaitu Kementrian Keuangan, Kementrian Pertahanan dan Kementrian Perhubungan.
Alasan melibatkan Kementrian Perhubungan, karena berkaitan dengan fasilitas bandara dan penggunaan operasional bandara.
Dijelaskan pula, setelah tiga kementrian berbicara, akan ditentukan arahan kemana.
“Yang jelas bandara tidak dapat di PSN kan, karena penggunaan bandara ini tidak bersifat nasional dan bersifat strategis, hanya tingkat kabupaten, bukan nasional. Berbeda dengan pembangunan waduk, karena itu jelas, disitu ada pembangunan tenaga listrik air, ada untuk pengairan air pertanian, kemudian ada kantong-kantong air untuk persiapan pertahanan. Kalau Bandara ini kan tidak“, ujar Dandim.
Pada dasarnya kami TNI, kata Dandim, sangat mendukung pembangunan bandara, Penlok II di atas tanah Pemda, karena dengan adanya bandara, bisa dibangun batalion dan fasilitas militer lainnya.
“Kita tidak usah berpikir aneh-aneh lah, apalagi di PSN kan dan ganti rugi lahanya. Semua ada mekanismenya, semua ada undang-undangnya, tinggal kita ikuti. Semuanya itu ada manfaatnya, baik untuk pertahanan, keamanan maupun untuk Pemda“, jelas Dandim 1625
Dandim 1625 Ngada-Nagekeo, Letkol CZI Deny Wahyu Setiawan juga mengajak, agar untuk kemajuan masyarakat dan pergerakan ekonomi dearah yang dapat semakin lancar, TNI pasti mendukung.
“Jadi, berhentilah berasumsi liar yang tidak sesuai dengan kewenangan dan yang dapat menghambat pembangunan bandara“, tutup Dandim 1625 Ngada-Nagekeo, Letkol CZI Deny Wahyu Setiawan., SH
Wil | WBN