Pers Warisan Budaya Nusantara, Pena Jurnalis : Aurelius.
Nawacita Program Strategis Nasional, Waduk Mbay Lambo di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, harus disepakati sebagai program strategis negara yang patut di apresiasi.
Inti gagasan waduk untuk rakyat bangsa dan negara, patut di apresiasi sebagai jawaban Negara hadir dalam membangun dan hadir dalam keberpihakan untuk masyarakat.
Kesepakatan bulat untuk hal itu, tidak perlu lagi dipertanyakan. Sebab negara memang sudah betul-betul hadir.
Tetapi, Patut disepakati pula, bahwa membangun dalam sebuah negara hukum seperti negara Indonesia, membangun tidak hanya tentang esensi gagasan, tidak hanya sebatas visi dan misi membangun, tidak hanya tentang berapa anggaran, tetapi juga tentang syarat prosedur berdasarkan ketentuan hukum yang wajib dipakai sebagai rambu-rambu hukum untuk segala pembangunan di dalam negara hukum.
Jika rambu-rambu hukum di abaikan dengan cara bekerja saja, bahkan Surat Keputusan Hukum setingkat SK Penlok diposisikan tidak penting : biar nanti SK mengekor, kerja saja, kerja saja, ini tentu menelanjangi kedudukan maupun esensi Nawacita Pembangunan di Indonesia.
Nawacita tidak ajar bekerja ala pembajak, ala penyerobot, Nawacita tidak ajar bekerja ala preman dan sabotase : dengan atas nama apapun.
Kebesaran Nilai maupun praktek Nawacita : yang luhur dan penuh dengan edukasi untuk Indonesia, tidak boleh direndahkan oleh praktek penerjemahan lapangan atas nama membangun proyek. Nawacita tidak mengajarkan penyerobotan lahan, tidak mengajarkan bekerja dengan melangkahi rambu-rambu hukum.
Jika penerjemahan tidak mengikuti azas, jika penerjemahan pembangunan menabrak rambu-rambu, sebenarnya itu tidak lagi tentang Nawacita Indonesia, tetapi lebih kepada mafia, konspirasi dan perusakan terhadap Nawacita, terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Nawacita memiliki kembarannya yang jangan pernah di kuburkan, yakni seperangkat nilai yang saleh.
Nawacita tidak hanya tentang proyek, Nawacita tidak hanya sebatas progres, Nawacita tidak sebatas visi dan misi, tetapi tentang nilai-nilai besar dalam tata kelola penerjemahannya yang kembaran dengan hukum, kembar dengan nilai, kembar dengan rambu-rambu, kembar dengan pendidikan, kembar dengan kepuasan rakyat, kembar dengan keteladanan, kembar dengan adat budaya dan energy positif di Indonesia.
Jika Nawacita hanya tentang proyek, maka sesungguhnya Nawacita telah kiamat dikubur hidup-hidup.
Mari simak fakta-fakta dan fakta terbaru Proyek Strategis Nasional Nawacita Waduk Mbay Lambo di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
Pertama, proses pengadaan tanah : terang benderang pada data dan peristiwa serta bukti-bukti akurat : ditemukan ada Suku Palsu. Sekali lagi : ditemukan ada suku palsu. Tidak terkecuali Lembaga Hukum Negara melihat langsung praktek itu, tetapi tidak satu pun diseret dan diproses oleh Aparat Penegak Hukum Negara. Padahal praktek-praktek tersebut mempunyai andil besar membuat pengerjaan berlarut-larut, sebab masyarakat melakukan protes hingga menahan lokasi mereka jangan dikerjakan, sebab pemiliknya adalah suku-suku palsu. Sebut saja Suku Lobo Toro misalnya, satu nama suku yang tidak pernah ada di Kabupaten Nagekeo, tetapi muncul dalam administrasi pembayaran ganti rugi lahan, diumumkan terbuka dan terang benderang. Fakta : pelaku Pembuat suku palsu aman terkendali, tidak terjerat hukum.
Selanjutnya, tanah rakyat diserobot patok pilar dan bendera tanpa diketahui warga adat, pematokan dan penanaman bendera tidak tanggung-tanggung dikawal oleh petugas bersenjata. Warga adat terpaksa menyergap, akhirnya minta maaf.
Nah, munciul lagi praktek, tanah yang masih di diskusikan antar pemangku adat : itu juga diserobot kerja saja, masyarakat silahkan bingung, kerja saja, toh ada pengadilan, silahkan ke pengadilan, silahkan baku pukul disitu.
Selanjutnya Nongol lagi, ada warga tanda tangan kwitansi pembayaran tanah : habis tanda tangan, satu tahun uangnya belum dibayar.
Dan Nongol lagi, tanah rakyat digusur saja, pohon-pohon dan tanaman belum dihitung bersama, tidak tau harga per tanaman, namun gusur saja, proses nanti silahkan ditempuh. Silahkan baku pukul, serobot jalan terus.
Lalu, muncul lagi : Badan Pertanahan Nasional Nagekeo mengaku belum lakukan tahapan apapun terhadap peta bidang Penunjukan Lokasi (Penlok) 2 pembangunan Waduk Lambo, tapi kerja serobot jalan terus.
“Kalau soal Penlok 2 saya belum bisa berkomentar karena kami belum melakukan langkah apa-apa. Nanti langsung konfirmasi ke PPK saja, saya takut saya salah bicara. Sekarang kami lagi fokus selesaikan Penlok 1 yang belum tuntas”, kata Kepala BPN Nagekeo, Frits Malela kepada wartawan, Senin 29 Mei 2023.
Menanggapi penjelasan pihak BPN, dari pihak Pejabat Pembuat Komitmen Pekerjaan Waduk Lambo : Yohanes, kepada awak media pada Senin 29 Mei 2023 menjelaskan, lokasi Penlok 2 ada sengketa antara masyarakat adat Kawa dan masyarakat adat Rendu, dan itu berdasarkan tembusan surat resmi kedua pihak.
Karena dua masyarakat adat masih bersengketa, maka kerja jalan terus, serobot pun jalan terus : demi atas nama progres proyek waduk.
Demi percepatan pembangunan PSN Waduk Lambo yang rencananya rampung pada tahun 2024, PPK pun memilih serobot kerja di Penlok 2, sambil mendorong proses pengadaan tanah sesuai prosedur ataupun mencarikan solusi untuk menuntaskan sengketa lahan.
“Kami diinstruksikan 2024 selesai, Kalau menunggu tahap demi tahap, maka tidak cukup waktu untuk kami”, kata PPK pada wartawan.
Ketua PPK mengaku jujur, dan membenarkan bahwa kerja di Penlok 2 memang belum keluar SK Gubernur untuk Penlok 2.
Namun demikian, PPK lupa atau berpura-pura lupa : arti instruksi yang berbunyi bahwa tahun 2024 harus selesai, itu sama dengan suruhan bekerja serobot saja, bekerja saja tanpa SK Penunjukan Lokasi, ataukah instruksi itu memerintahkan nilai-nilai dan kerja mengutamakan rambu-rambu sesuai nafas Nawacita. Pada titik ini rakyat seolah disuruh, seolah diminta membenci Nawacita, padahal itu ulah lapangan, ulah penerjemahan.
“PPK harus tetap bekerja dan mendorong proses Penlok 2 tetap dilakukan. Kita berupaya melakukan secara para lel proses ini”, kata pihak PPK kepada wartawan.
Lalu, Apa sikap Masyarakat Adat ?.
Masyarakat Adat Kawa melalui surat resmi diterima redaksi Pers Warisan Budaya Nusantara, 3 Juni 2023, menyebut PPK Waduk Mbay memalukan, kekanak-kanakan dan rendah profesionalisme.
Masyarakat Adat Kawa menilai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak memiliki komitment moral dan azas kepatuhan hukum negara. Tanpa ada landasan formil atau sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pengadaan Tanah Nomor 2 Tahun 2012, bahwa proses pengadaan tanah harus melewati tahapan-tahapan sebelum sampai pada pengerjaan lapangan, PPK justeru menyerobot tanah masyarakat, menggusur saja. Tanaman dan pohon digusur saja, perhitungannya nanti pasti penuh dengan baku pukul kiri kanan.
Praktek kerja pembangunan seperti itu, kata mereka, untuk negara hukum sangat bertentangan, melawan azas hukum, sebab membangun dengan cara bekerja saja tanpa aturan, atau dikerjakan dulu baru aturan menyusul, mengekor dari belakang. Ya, memang sedih hukum kita : nasib hukum mengekor dan terhempas.
Masyarakat adat Kawa Nagekeo menduga ada konspirasi besar dibalik ini semua. Ironisnya lagi, praktek serobot justeru diketahui pihak Penegak Hukum di Nagekeo, tetapi hanya berujung mediasi, belum pernah disikapi sebagai tindakan nyata melawan hukum. Seolah-olah kedudukan hukum negara lebih kecil dari kebut proyek dengan cara melangkahi hukum. Ya, rakyat mau bilang apa.
Atas nama tuntutan percepat progres proyek, maka hak-hak masyarakat adat layak digilas. Masyarakat juga mengeluhkan bahwa mereka merasa terintimidasi atas nama power negara, termasuk tekanan-tekanan ala premanisme.
Pada bagian lain, Kepala BPN Nagekeo membenarkan bahwa belum melakukan apa-apa untuk penlok 2. Kepala BPN masih konsentrasi pada penyelesaian Penlok 1, dimana masih banyak UGR milik masyarakat yang belum direalisasi, karena saat ini dalam pengusulan ke LMAN.
Pada saat bersamaan PPK sudah melakukan pengerjaan dengan cara meminta penyedia jasa untuk bekerja, main labrak, main serobot.
Terhadap praktek kotor seperti ini, masyarakat adat kawa akan melakukan langkah-langkah nyata.
Ini bukan lagi perkara biasa, tetapi urusanya sudah tidak lagi merepresentasi Nawacita Indonesia yang bening dan luhur sebening Pancasila.