Pers Warisan Budaya Nusantara
Seolah hilang tidak tersentuh kabar berita media, bagaimana kabar Proyek Strategis Nasional Waduk Mbay Lambo di Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur yang menelan uang negara mencapai Rp. 1,9 Triliun.
Kepada tim media ini di Mbay Nagekeo (31/08/2023) salah satu tokoh muda Masyarakat Adat Suku Kawa, Desa Labolewa Nagekeo, Ferdinandus Dhosa, menyampaikan, bahwa praktek kerja proyek waduk kembali kambuh mempertontonkan perilaku busuk yakni mengabaikan prosedur pengadaan tanah, serobot tanah adat dan melanggar hukum.
“Kami Masyarakat Adat Kawa yang sejak awal ngotot dukung pembangunan waduk di Nagekeo, pada saat waduk didaratkan di Nagekeo, sejak Penlok I kami dikibuli dengan sejumlah praktek gelap bermodus sabotase lahan tanpa prosedur, bahkan dilahirkan suku palsu sebagai pemilik. Saat ini modus serupa kembali dipertontonkan untuk Penlok 2. Para pelaku kembali pamer praktek kotor, mereka kerja proyek waduk diatas tanah masyarakat dengan tanpa prosedur pengadaan tanah”, ungkap Ferdin didampingi warga Kawa.
Sebelumnya, sambung Ferdin, terhadap praktek kerja tersebut Masyarakat Adat Kawa melakukan penghadangan dan pencabutan kunci alat berat yang melakukan penyerobotan kerja di atas lahan Masyarakat Adat Kawa. Kejadian tersebut akhirnya difasilitasi oleh Ketua DPRD Nagekeo, Marselinus F. Ajo Bupu bersama Kapolres Nagekeo dan pihak Penyedia Jasa, bertempat di Kampung Boamaso, Mei 2023.
Pantauan lapangan, (31/08/2023), pengerjaan proyek Waduk Mbay Lambo untuk Penlok 2 di atas Tanah Ulayat Adat Kawa yang sebelumnya sudah dilarang oleh masyarkat, nampak tetap dikerjakan, seolah tanpa ada masalah.
Menurut Ferdin, pada tanggal 30 Agustus 2023, pihaknya didampingi Kuasa Hukum, Mbulang Lukas, SH langsung mendatangi Kantor Penyedia Jasa dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Waduk Lambo di Waktukesu, Danga, Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo.
“Kami sudah berupaya menemui pihak PT Brantas selaku Penyedia Jasa. Selanjutnya kami ke pihak PPK tetapi kantor dalam keadaan tutup dan tidak berhasil menemui pihak PPK. Sedangkan di Kantor PT Brantas, kami didampingi Kuasa Hukum menyampaikan sikap dan penegasan agar menghentikan aktifitas Penlok 2 pada tanah Masyarakat Adat Kawa”, ujarnya.
Menaggapi penegasan Masyarakat Adat Kawa, PT Brantas Abibraya melalui salah satu petugasnya bernama Edwin mengatakan dirinya akan berupaya membangun komunikasi dengan pimpinan.
Menurut Edwin, PT Brantas Abibraya mengerjakan proyek berdasarkan Kontrak dan Surat Perintah Memulai Pekerjaan (SPMK) Kementerian PUPR selaku Pemberi Kerja.
Prosedur Pengadaan Tanah Cacat Prosedural
Terhadap kejadian tersebut, Kuasa Hukum, Mbulang Lukas, SH menilai mekanisme pengadaan tanah dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2021, maka prosedur pengadaan tanah Penlok 2 cacat prosedural dan prematur.
“Pengadaan tanah harus mendahului pembangunan, bukan sebaliknya pembangunan mendahului pengadaan tanah. Jadi, kontraknya sangat prematur cacat prosedural”, tegas Mbulang Lukas, SH.
Liputan Tim Pers