WBN│Ahli Waris sekaligus Ketua Soma Rumah Adat Longa Ngeo, Suku Kelu, Kampung Belu, Desa Ulubelu, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Flores NTT melalui pernyataan sikap tegas ahli waris, Ibu Klara Baba (78th) mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada tidak mengundang Badan Pertanahan membuat sertifikat tanah milik suku adat mereka yang berlokasi di SDI Wogo untuk dijadikan asset Pemerintah Daerah, sebab menurut mereka pada tahun 1977 lokasi tersebut dipinjam pakai berdasarkan permintaan BP3 Sekolah dan sejak awal tidak ada proses transaksi jual beli lahan, ataupun sewa pakai lahan hingga tahun 2021.
Penegasan ahli waris Suku Kelu dirangkum media ini, (3/6/2021) dalam wawancara lapangan usai menerima permintaan wawancara terbuka di Golewa Kabupaten Ngada.
Menurut Ibu Klara Baba, (3/6/2021) pada tahun 1977 dirinya adalah pelaku sejarah yang menerima kehadiran tamu dari BP3 Sekolah bersama Kepala Desa wilayah setempat mendatangi kediamannya dan meminta agar tanah miliknya yang saat itu sebagai kebun olahan pertaniannya, lalu diminta oleh pihak PB3 Sekolah agar diizinkan pakai untuk membangun Sekolah Dasar Inpres Wogo.
Atas permintaan pihak Desa dan BP3 Sekolah, urai Ibu Klara Baba, dirinya yang juga prihatin dengan anak-anak kampung yang harus menempuh jalanan jauh demi bisa bersekolah, maka disetujui lokasi kebunnya dipakai untuk membangun sekolah.
“Saya kasihan dengan kondisi anak-anak sekolah saat itu karena letak sekolahnya cukup jauh dari kampung, sehingga saya setujui kebun saya sekitar satu hektar dipinjamkan untuk membangun sekolah. Tidak ada jual beli tanah dan tidak ada transaksi, hanya ada janji bahwa nanti akan diurus. Tetapi saat ini tidak hanya lokasi sekolah itu yang mereka ukur, melainkan sampai di tanah kebun saya yang berdampingan dengan lapangan olahraga sekolah, itu mereka ukur untuk dibuat sertifikat tanah milik Pemerintah Daerah. Luas keseluruhan lapangan ditambah dengan kebun saya di tempat itu sekitar dua hektar. Padahal untuk lapangan olahhraga sekolah mereka pakai selama ini tidak melalui persetujuan kami sebagai ahli waris tanah disitu. Saya sudah bilang bahwa kami menolak tegas dan tidak boleh keluarkan sertifikat tanah di lokasi itu sebagai asset Pemerintah Daerah, tetapi mereka ukur jalan terus”, urai Klara Klara Baba.
Dikutip media ini, Ibu Klara Baba kelahiran tanggal 20 November 1943 memastikan lahan tanah SDI Wogo adalah Tanah Adat milik Sa’o (rumah, red) Longa Ngeo Suku Kelu, yang berada di Kampung Belu, Desa Ulu Belu Kecamatan Golewa Kabupaten Ngada. Dikisahkannya, lokasi tersebut diizin pakai bangun sekolah pada tahun 1977 yang pada saat itu masih bernama wilayah Desa Todabelu. Nama lokasi tanah yang diizinkan pinjam pakai untuk pembangunan sekolah, jelas Ibu Klara Baba, adalah bernama Malabelu.
Ibu Klara Baba juga mengisahkan, lokasi tanah tersebut merupakan milik sah dari rumah adat dimana dirinya sebagai ahliwaris sah, yang tidak hanya mengizinkan pembangunan sekolah, tetapi juga mengizinkan secara gratis dibangun juga Polindes (Pondok Bersalin Desa, red) dan Rumah Guru. Dia sangat kecewa karena merasa setelah memberi izin begitu banyak tanah miliknya dipinjam pakai untuk pembangunan secara gratis, namun pada akirnya dirinya ditinggalkan dan bahkan tidak mengakui hak kepemilikan tanah, bahkan dilangkahi dan dicampakan.
Dikonfirmasi WBN, (4/6/2021), Kabag Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada, Yohanes Gae, SH saat ditemui WBN di ruang kerjanya Kantor Daerah Kabupaten Ngada, Yohanes Gae, SH membenarkan Pemerintah Daerah Ngada sudah mengundang Badan Pertanahan guna melakukan pengukuran lokasi untuk menerbitkan sertifikat tanah lokasi SDI Wogo sebagai asset daerah.
Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada melalui Kabag Hukum Yohanes Gae, SH menerangkan Pemda Ngada memiliki data lain tentang tanah dan kepemilikan lokasi di SDI Wogo.
“Kami mengacu pada data yang kami miliki. Berdasarkan data yang kami miliki, tidak ada nama Ibu Klara Baba dalam hak kepemilikan lahan itu. Jadi kami tidak bisa keluar dari data-data yang kami miliki. Jika Ibu Klara dan ahliwaris mengatakan disitu adalah milik mereka, maka tunjukan kepada kami mana data-data yang bisa dipertanggungjawabkan”, tandas Kabag Hukum, Yohanes Gae.
Demi mencari titik terang sengketa, lanjut Kabag Hukum, kepada Ibu Klara Baba dan ahliwaris diberikan ruang untuk mendaftarkan pengaduan kepada pihak penegak hukum, dalam hal ini Pengadilan Negeri Bajawa guna pembuktian hukum legal atas kepemilikan lahan di SDI Wogo.
Kepada media, Kabag Hukum Pemda Ngada, Yohanes Gae menginformasikan bahwa pihak Ibu Klara Baba dan ahliwaris harus mendaftar pengaduan perkara dalam masa waktu 14 hari, jika tidak maka Pemda menganggap tidak ada sengketa dan dilakukan proses penerbitan sertifikat lahan.
Sebaliknya, lanjut Kabag Hukum, jika dalam masa 14 hari teregistrasi pengaduan perkara melalui Pengadilan, maka Pemda Ngada tidak menerbitkan sertifikat lahan untuk sementara, sambil menunggu pembuktian dan keputusan final hak kepemilikan lahan secara sah.
“Hal ini kami tempuh demi juga untuk azas kepastian hukum bagi Ibu Klara Baba dan ahliwaris, tetapi demi adanya titik terang siapa yang sesungguhnya sebagai pemilik sah lahan di SDI Wogo, sebab dalam data dan bukti yang dikantongi Pemda, tidak tertera nama Ibu Klara Baba, atau bisa saya sebut bahwa pemilik lahan disitu adalah pihak lain”, tutup Kabag Hukum Pemda Ngada, Yohanes Gae.
Hingga berita ini dikabarkan Pemda melalui Kabag Hukum Pemda Ngada enggan menjawab siapa pemilik sah tanah di SDI Wogo dalam data yang dikantongi Pemda Ngada.
“Keterangan dan data itu akan dibuka jika ada proses hukum atas lokasi tanah di SDI Wogo”, tutup Kabag Hukum Pemda Ngada, Yohanes Gae, SH.
Nonton Rangkuman Liputan Video WBN berikut ini :
WBN│Editor – Aurel