FORUM PRESIDENSI G-20 : MENDAYUNG DI ANTARA DUA KARANG

Oleh : Agustinus Lebo, SIP.,MA

(Pemerhati Masalah Hubungan Internasional)

Menjelang Forum Presidensi G-20 berbagai persiapan mulai dilakukan, momentum ini bersejarah dan akbar walaupun masih berada dalam tantangan pandemi Covid-19. Forum G-20 merupakan forum negara-negara maju ditambah negara-negara berkembang yang perkonomiannya maju pesat. Forum ini mulai dibentuk tahun 1999 sebagai forum tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral untuk mengatasi dampat krisis keuangan di Asia. Namun pada tahun 2008 meningkat statusnya menjadi forum tingkat Kepala Negara untuk mengatasi dampat global akibat resesi ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan lain. Indonesia cukup aktif berpartisipasi dalam forum G-20 sejak tahun 2008 di Washington DC. G-20 memiliki arti penting bagi Indonesia tidak hanya segi ekonomi tetapi segi politik, G-20 dipandang sebagai forum prestisius karena tidak semua negara bisa masuk menjadi anggota. Dari sisi ekonomi, negara-negara G-20 menguasai 85 persen PDB dunia. Hal inilah yang membuka jendela peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan peran strategisnya sebagai aktor global. Lebih spesifik dimanfaatkan sebagai network power untuk menunjang pencapaian kepentingan nasional pada level global.

Kerjasama Bilateral wujud National Interest dalam Forum G-20. KTT G-20 yang diselenggarakan pada tahun 2015 di Turki memberikan dampak bilateral bagi Indonesia dan negara-negara anggota lainnya, pada forum tersebut Presiden Jokowi mengadakan pertemuan bilateral dengan sejumlah kepala negara yaitu Pertama, dengan Perdana Menteri Kanada membahas peningkatan kerjasama bilateral dalam bidang politik sepakat untuk bekerjasama dalam isu HAM, demokrasi dan dialog antar agama, sedangkan bidang ekonomi Indonesia meminta Kanada membuka pasarnya untuk produk-produk Indonesia serta mendorong investasi di bidang Sumber Daya Manusia, pertanian, teknologi dan infrastruktur. Kedua, dengan Presiden China menyepakati dua komitmen pada upaya menaikan dukungan likuiditas untuk menambah cadangan devisa menjadi 20 milyar US Dollar dan kesediaan bank-bank Tiongkok membiayai pembangunan infrastruktur.

KTT G-20 tahun 2016 di China, Presiden Jokowi menjadi salah satu pembicara utama, dalam pidatonya beliau mendorong negara-negara untuk meningkatkan komunikasi dan menghindari kebijakan ekonomi yang menimbulkan dampak negatif seperti proteksi tarif dan non tarif, beliau juga mendorong negara-negara untuk mengatasi kesenjangan digital antara negara maju dan negara berkembang dalam rangka pengembangan ekonomi digital, selain itu Jokowi juga menggarisbawahi pentingnya pembangunan infrastruktur.

Menjadi penting juga bahwa negara-negara maju memberikan kesempatan lebih besar kepada UMKM dari negara-negara berkembang masuk dalam rantai nilai global/Global Value Chain.
Pada KTT G-20 tahun 2017 di Jerman, dalam pidatonya Presiden Jokowi menyebut Indonesia sukses menjalankan program deradikalisasi. Di sela-sela pertemuan Presiden Jokowi bertemu dengan Amerika Serikat guna membahas kerjasama kontra terorisme dan ekonomi.

Selanjutnya dalam pertemuan KTT G-20 tahun 2018 di Argentina, dalam KTT tersebut diwarnai isu perang dagang antara AS dan China. Indonesia menyampaikan pidato yang lebih menekankan pada multilateralisme sebagai solusi atas kondisi global yang semakin ditandai dengan menguatnya unilateralisme negara-negara besar. Dalam pertemuan tersebut Indonesia mengadakan pertemuan bilateral dengan Turki dan Arab Saudi.

Arah Politik Luar Negeri Indonesia sebagai Tuan Rumah Forum Presidensi G-20

Penyelenggaraan forum Presindensi yang akan diselenggarakan di Indonesia mendapat tantangan tersendiri, karena situasi internasional saat ini masih dihadapkan pada eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina. Berdasarkan lansiran pemberitaan di media bahwa negara-negara barat menolak keikutsertaan Rusia dalam forum G-20, ini merupakan pekerjaan rumah yang berat.

Bagaimana posisi Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan forum ini, menurut saya arahnya jelas jika kita kembali menelisik ke belakang, saya jadi teringat Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta membuktikan sikap orientasi politik luar negeri Indonesia yang Bebas dan Aktif dalam sebuah pidatonya yang berjudul “ Mendayung antara Dua Karang”, secara garis besar pidato beliau bahwa pendirian harus diambil ialah supaya Indonesia jangan menjadi obyek dalam pertarungan politik internasional, melainkan harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap sendiri, politik Republik Indonesia harus ditentukan oleh kepentingannya sendiri dan dijalankan menurut keadaan dan kenyataan yang kita hadapi, garis politik Indonesia tidak dapat ditentukan oleh haluan politik negara lain.

Pada momen ini sesungguhnya sudah sangat jelas arah politik Indonesia yang sudah ditanamkan oleh para pendahulu kita, yaitu Bebas dan Aktif. Politik Bebas berarti Indonesia tidak berada dalam kedua blok dan mempunyai jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan internasional. Sedangkan Aktif berarti upaya untuk bekerja lebih giat guna menjaga perdamaian dan meredakan ketegangan dunia. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas apakah sikap politik luar negeri Indonesia itu netral, tentu tidak karena prinsip ini lebih didasarkan atas pertimbangan untuk memperkukuh dan memperjuangkan perdamaian.

Saat ini secara pragamatis Indonesia harus tegas dengan sikap politiknya bahwa tuan rumah yang memimpin forum presidensi G-20 dengan prinsip bahwa semua negara sama-sama berdaulat di mata dunia dan kontribusi untuk membahas permasalahan-permasalahan yang menjadi isu global menjadi perhatian utama seperti sinkronisasi kebijakan makro ekonomi, pemerataan vaksin untuk memperkuat imunitas global, transisi energi hijau dapat didorong oleh Indonesia untuk menjadi perhatian anggota forum, secara khususnya kita harapkan pertemuan G-20 ini sebagai katalis dalam mencari solusi bagi penyelesaian konflik antra Rusia dan Ukraina, sehingga eskalasinya tidak meluas.

Akhirnya dengan mengusung tema Recover Together Recover Stronger bisa memberikan gambaran solidaritas multilateral dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan internasional saat ini.

Share It.....