Presiden Beri Peringatan Keras Penanganan Sengketa Lahan, Sertifikat Dan Solusi
Presiden RI, Ir. H Joko Widodo, Wakatobi (9/6) "Peringatan Keras Penanganan Sengketa Lahan, Sertifikat Dan Solusi "

WBN │Presiden Republik Indonesia, Ir.H Joko Widodo kembali memberikan peringatan keras kepada segenap jajaran mulai tingkat pusat sampai daerah-daerah untuk tidak boleh ada lagi sengketa yang dibiarkan berlarut-larut dan tidak dilakukan terobosan solusi pemecahan masalah di berbagai level.

Hal tersebut ditegaskan Presiden Jokowi dalam sambutan kenegaraan saat Peresmian Pembukaan Pertemuan Puncak Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA Summit) 2022, bertempat di Wakatobi, (9/6).

Menjejakan kaki di Wakatobi, Presiden Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersama rombongan Mensesneg, Menteri ATR, Kepala BPN, Menteri LH Kehutanan, Menteri Perhubungan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Investasi, Kepala BKPN, Menteri Kelautan dan Perikanan, Panglima TNI dan Wakil Menteri ATR.

Sebelumnya diberitakan media ini, Sejarah Presiden RI Masuk Wakatobi, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) papar harapan. Presiden Ri, Ir,H. Joko Widodo didampingi Ibu Negara, Iriana Joko Widodo dan rombongan Menteri Kabinet menjejakan kaki di Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), (9/6).

“Tidak boleh lagi ada sengketa lahan. Setiap saya ke daerah, ke desa, ke kampung, selalu persoalan sengeketa lahan, selalu ada. Ini menimbulkan kekhawatiran pada investasi. Di lapangan banyak persoalan yang khusus dan spesifik, di pulau-pulau kecil. Bisa kita lihat Suku Bajo, hidup di atas air. Berikan hak milik mereka. Ternyata ributnya antar Kementerian. Ributnya hanya masalah gitu-gitu, dari dulu, termasuk urusan sertifikat. Pemerintah daerah, kabupaten kota, di provinsi, termasuk pusat, tidak bekerja secara terintegrasi. Jalan sendiri-sendiri, ego nya sendiri-sendiri. Kalau diteruskan ngga’ akan rampung persoalan bangsa ini, persoalan negara ngga’ akan rampung”, tegas Presiden Joko Widodo.

“Persoalannya kelihatan, solusinya keliahatan, tapi tidak bisa dilaksanakan, hanya gara-gara ego sektoral’, tambah Presiden.

Sejak tahun 2015, lanjut Presiden, berkali-kali diperintahkan dan ditegaskan tentang betapa pentingnya sertifikat.

“Karena kita lihat tumpang tindih pemanfataan lahan. Semuanya harus diselesaikan”, kata Presiden.

Presiden Jokowi juga memperingatkan hati-hati. !

“HGB sepuluh ribu hektar, ‘ini, HGB dua ribu hektar, “ini, HGB tiga puluh ribu hektar, ini diberikan’, tapi begitu yang kecil-kecil, dua ratus meter persegi saja, entah itu hak milik, entah itu HGB, tidak bisa kita selesaikan”, tegas Presiden Jokowi.

“Hati-hati, dari 126 juta yang harusnya pegang sertifikat, pada tahun 2015 baru 46 juta. Artinya 80 juta penduduk kita menempati lahan, tetapi tidak memiliki hak hukum atas tanah yang namanya sertifikat. Dan, yang lebih menjengkelkan lagi justeru yang gede-gede (yang besar ; red) kita berikan”, urai Presiden.

Saya chek lagi, ini persoalannya apa sih, kata Presiden, ternyata setahun kita hanya mengeluarkan kurang lebih lima ratus ribu sertifikat. Jika setahun hanya mengeluarkan lima ratus ribu sertifikat, artinya penduduk kita harus menunggu seratus enam puluh tahun. Inilah persoalan dasarnya.

Karena itu, pada tahun 2015 Presiden Jokowi memerintahkan kepada Menteri ATR BPN, dalam setahun harus tembus lima juta sertifikat, dan akhirnya rampung.

“Saya naikan lagi, saya minta tahun ini tujuh juta, selesai rampung. Saya minta tahun ini sembilan juta, saya chek, selesai. Lho, lho, artinya kita ini bisa melakukan, bisa mengerjakan, tetapi tidak pernah kita lakukan. Sekarang ini dari 46 juta sudah naik menjadi 80.6 juta sertifikat hak milik”, ujar Presiden.

Presiden juga menyampaikan sangat menghargai dan mengapresiasi kegiatan peresmian pembukaan pertemuan puncak Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA Summit) 2022, Reformasi Agraria, GTRA.

“Kita harapkan segera mengintegrasikan seluruh kementerian, lembaga dan juga pemerintah daerah, semuanya bekerja dengan tujuan yang sama, menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat agar sengekata-sengketa lahan bisa diselesaikan”, tegas Presiden.

Sengekata lahan adalah masalah krusial yang sangat rawan dan penuh dengan berbagai dampak.

“Yang namanya sengketa lahan, sengketa tanah adalah bahaya. Orang bisa bunuh-bunuhan, bisa pedang-pedangan gara-gara sengketa lahan, antara kampung berantem karena sengekta lahan,rakyat dan perusahan bisa berantem karena sengekta lahan. Hati-hati. Ini hati-hati, dampak sosial, dampak ekonominya kemana-mana”, tandas Presiden RI.

Presiden juga menyentil kinerja pembuat kebijakan di berbagai tingkatan yang tidak mampu mengurus masalah tanah, sengketa lahan.

“Kerja jalan tol bertahun-tahun tidak rampung, tidak ada integrasi dalam kerja. Saya ke lapangan, persoalan kecil, tapi ga bisa diselesaikan oleh pembuat kebijakan. Kan lucu”, ujar Presiden.

Presiden lagi-lagi menegaskan kepada seluruh Pejabat Pusat maupun Daerah, seluruh Kementerian dan Lembaga, semua Lembaga Pemerintahan harus saling terbuka, harus saling bersinergi, tetapi real, pada tataran pelaksanaan.

“Terakhir, saya tegaskan lagi kepada seluruh Pejabat Pusat maupun Daerah, seluruh Kementerian dan Lembaga, semua Lembaga Pemerintahan harus saling terbuka, harus saling bersinergi, tetapi real, pada tataran pelaksanaan. Pada forum rapat, kita harus terbuka, harus terbuka, prakteknya tidak”, ungkap Presiden.

Presiden juga menegaskan tidak ada toleransi atas kerugian negara dan kerugian masyarakat.

“Saya tidak bisa mentoleransi, tolerir terjadinya kerugian negara, terjadinya kerugian masyarakat yang disebabkan oleh ego sektroral dan ego lembaga. Itu udah stop. Cukup, stop. Forum ini hancurkan tembok sektoral”, tutup Presiden RI, Ir.H Joko Widodo, (9/6).

Sumber : Siaran Pers Sekretariat Presiden, (9/6)

WBN │Aurel

Share It.....