
WBN │Alumni Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif Pemilu angkatan I tahun 2020 dan 2021, Simeon Kaju, S.KM dan Novia Santy Uly Hede yang saat ini berkarya di Bumi Ngada, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mengingatkan bahwa salah satu momok Pemilu yang harus semakin diawasi bersama oleh masyarakat, adalah money politic yang cenderung meningkat, jual beli suara saat Pemilu, membeli kedaulatan rakyat.
Sebaliknya rakyat yang menerima uang, secara tidak sadar, bahkan secara sadar, menggadaikan seluruh kedaulatannya serta masa depan bangsa ke tangan-tangan pemain kepentingan yang berwatak menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan dan jabatan.
Penegasan ini diutarakan alumni Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif Pemilu yang saat ini berkarya di Bumi Ngada, NTT, Simeon Kaju, S.KM dan Novia Santy Uly Hede dalam bincang Pengawasan Pemilu bersama Pers WBN, usai acara Penandatanganan Nota Kesepakatan (MOU) Pengawasan Pemilu Partisipatif antara Bawaslu Ngada dengan dua Perguruan Tinggi di Ngada, Sekolah Tinggi Keguruan dan Pendidikan Citra Bakti Ngada serta Sekolah Tinggi Pertanian Bajawa, NTT, bertempat di Family Resto, Jalan Lalamentik, Faobata-Bajawa, Selasa (8/11/2022).
“Kita paham kecenderungan money politic meningkat. Money politic adalah momok yang merusak martabat Pemilu dan kedaulatan rakyat. Pada satu sisi kita melihat bahwa rakyat yang menerima uang dilakukan dengan tanpa adanya kesadaran yang utuh. Namun sebaliknya, justeru sangat sadar lalu tetap melakukan itu dengan berbagai alasan yang sesungguhnya tidak bisa dijadikan sebagai alasan, sebab menggadaikan seluruh kedaulatannya maupun masa depan bangsa ke tangan-tangan pemain kepentingan berwatak menghalalkan segala cara untuk kekuasaan dan jabatan. Ya, kita semua ditugaskan untuk mencegah, mengawasi dan bumi hanguskan money politic, tetapi memang tidak bisa seperti membalikan telapak tangan. Namun, harus terus ditekan, memperkecil praktek-praktek money politic dalam Pemilu kita. Itu adalah keharusan dan yang dikerjakan secara bersama-sama oleh segenap masyarakat dan seluruh elemen demokrasi di berbagai tingkatan. Kerja bersama, lawan bersama. Inilah yang harus terus kita dengungkan bersama dan kerjakan bersama”, ungkap Simeon yang perna mengukir diri sebagai Peserta Terbaik Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi NTT, dari utusan Bawaslu Ngada, asal Kecamatan Inerie.
Lebih lanjut, Simeon menyebutkan persoalan Sumber Daya Manusia tentang Pemilu masih rendah dan harus terus dilakukan gerakan pencerahan secara bersama-sama.
“Selain itu, Sumber Daya Manusia masih rendah. Sosialisasi dan pencerahan jangan mengira sudah tuntas. Money politic misalnya, bisa dilawan secara lebih ampuh dengan cara masyarakat secara bersama-sama mencegah, berprinsip memerangi money politic. Sebab, money politic yang dalam prakteknya dimainkan dengan berbagai modus, bahkan seperti hantu, akan semakin susah ditekan jika belum disadari bahwa itu sesungghnya adalah racun yang tengah memangsa masyarakat mulai dari masa Pemilu hingga setelah Pemilu atau masa bakti usai menang melalui money politic”, ungkap Simeon, Aktivis PMKRI St Albertus Magnus Cabang Makasar tahun 2012 yang kini sebagai ASN Penyuluh KB di Kabupaten Ngada, NTT.
Kepada wartawan, Novia Santy Uly Hede juga menambahkan, penguatan sumber manusia (masyarakat) tentang Pemilu, dari jauh-jauh hari atau sebelum Pemlihan Umum berlangsung, patut ditingkatkan skalanya, sebab pemanfataan keterabatasan sumber daya manusia terhadap kelompok pemilih dengan modus money politic disasar kepada masyarakat yang belum begitu sadar bahwa suara mereka menentukan masa depan bangsa dan masa depan masyarakat dalam bernegara.

“Saya kira salah satu yang harus menjadi focus pencegahan adalah menjalarnya money politic yang memanfaatkan sumber daya manusia kelompok pemilih. Sosialisasi, bimbingan dan berbagai metode pencerahan harus dilakukan secara terus menerus kepada masyarakat agar mereka benar-benar memahami bahwa sesungguhnya suara mereka adalah penentu masa depan bangsa dan juga masa depan masyarakat sendiri dalam bernegara”, tutup Novia Santy Uly Hede.
WBN