Fakta Menarik Dibalik Postingan Viral yang  Menyeret Nama Anggota DPRD Nagekeo

WBN|NTT-Beberapa waktu lalu publik Nagekeo dihebohkan dengan postingan dari akun media sosial (koalisi Laki) memposting dan menshare di plafon Facebook, tiktok, dan group WhatsApp yang menggambarkan salah satu anggota DPRD Nagekeo, berinisial ASW diduga melakukan intimidasi dan pengancaman terhadap saudari kandungnya. Rabu (01/10)

Menurut keluarga dari ASW, Postingan tersebut dinilai mencedrai nama baik dan pembunuhan karakter karena tidak melakukan verifikasi secara baik, duduk persoalan pihak yang menjadi obyek dari postingan tersebut.

Disisi lain, keluarga dari ASW juga menyayangkan sikap pengacara yang mengesampingkan etika profesi dan memilih melakukan trial by Media sosial yang mengesampingkan fakta demi narasi emosional dan mengabaikan putusan pengadilan sebagai putusan hukum tetap.

Berdasarkan persoalan yang telah viral tersebut, media WBN bersama beberapa awak media yang lain menemui parah pihak yang bersengketa.

Salah satunya, mama Margareta Ba’i yang merupakan pelapor dari kasus intimidasi dan pengancaman tersebut. Ditemani kedua putrinya, mama Margareta menjelaskan duduk persoalan tindakan pemagaran dan penggembokan hunian di komplek rumah mereka, hingga alasan percekcokan dengan saudaranya berinisial ASW (terlapor) yang merupakan salah satu anggota DPRD Nagekeo.

Peristiwa tersebut bermula disaat akan dimakamkan jenazah suami dari mama Margareta di tanah perkuburan keluarga ASW. Ketika menggali kubur, keluarga dari suami mama Margareta tidak menyampaikan kepada ASW perihal lokasi yang akan dijadikan tempat pemakaman, sehingga hal ini dinilai saudari tertua ASW yang juga kaka kandung dari Margareta tidak menghargai ASW sebagai saudara kandungnya.

“ waktu itu datang anak-anak mau gali kubur bertanya kepada saya, Mama ini mau kubur dimana? Lalu saya jawab, kubur di sebelah atas om Finus. Mungkin pengertian anak-anak berjejer disebelah makam om Finus saudara kandung saya, juga kaka kandung dari ASW. Akhirnya mereka sudah gali, terus mama tua dari Bajawa, mama Noni Kaka kandung saya dan mama Marlin tegur, aduh mulut sama saya. “terus kamu kubur disini izin disapa? Kutip Margareta mengulang”. Lanjut Margareta, kemarin kan kami sudah duduk tapi mama Noni tidak ada. Langsung ASW keluar dari dalam rumah, marah saya. “Kamu bukan tuan tanah disini ya” ungkap ASW.

Situasi ini diperparah ketika momen adat setelah penguburan (Waka Mba atau Lepo late) penyebutan ritual adat setelah pemakaman suku Ute Toto salah satu suku di kecamatan Nangaroro kabupaten Nagekeo. Saat dalam pembahasan konteks budaya di acara kedukaan tersebut, ASW mengungkapan tentang utang piutang. Margareta menilai, hal tersebut tidak menghargai dan menghormati pihak keluarga yang sedang berduka.

“Terlapor ini adik saya, sejak kecil saya yang menggendong dia. Kenapa dia buat malu saya kakaknya begitu di banyak orang, disaat suami saya baru dikuburkan, bicaranya soal utang piutang. “keluh Margareta “

Lebih lanjut, Margareta menjelaskan setelah acara adat selesai, anak laki-lakinya ditanya sama ASW, tentang ekspresi wajah kecut dan seolah olah tidak menghargai dirinya. Namun hal itu langsung direspon oleh putra sulungnya, sambil mendekati ASW, memberikan jawaban dengan suara lantang dan tegas. “ memang om maunya apa. “ ujar mama Margareta, mengutip putranya”

Disisi lain, Dedi Ba’i, cucu pertama dari opa Petrus Ba’i juga merupakan anak dari Kaka sulung ASW, meminta agar mama Margareta dan keluarga besar segera melakukan klarifikasi dan permohonan maaf, baik melalui media sosial dan pemulihan nama baik bapak kecilnya ASW tersebut. Apabila hal ini tidak diindahkan, dirinya dan keluarga besar akan melakukan proses hukum. Sebab dalam konteks adat Nagekeo maupun Ende, Bapak ASW adalah pihak saudara yang harus dihormati sebagai pengganti opa Petrus Ba’i mengingat saudara kandung yang lain telah meninggal.

“Saya adalah cucu pertama dari opa Petrus Ba’i, anak laki besar dari bapak Polus Ba’i mewakili adik laki-laki yang lain, minta agar mama Eta sekeluarga klarifikasi permohonan secara resmi baik secara media maupun hukum adat” ujar Dedi

“Sebenarnya sebelum dengan bapak ASW, ibu Margareta ini sudah pernah terjadi keributan dengan Bapak saya Polus Ba’i. Kami sebagai anak melihat dan menyaksikan sendiri. Jadi sekali lagi, kami keluarga besar Embu Ndetu dari turunan opa Petrus Ba’i meminta etikad baik dari mama Margareta dan keluarga , apabila tidak diindahkan, kami memenuhi proses tuntutan secara hukum. “jelas Dedi”

Tambah Dedi, mengenai penggembokan dan pagar di kubur sama sekali tidak ada seperti yang viral di posting tersebut, tergantung etikad baik dari mama Margareta dan anak-anak apalagi bapak ASW adalah saudara kandungnya. Secara budaya harus dihargai karena merupakan pokok pohon rumpun keluarga besar. Ditambah lagi di atas tanah pemakaman almarhum bersertifikat lengkap milik bapak ASW, tinggal bagaiman cara yang santun semuanya akan berjalan lancar dan damai.

Percekcokan antara mama Margareta dan ASW ini mendapat respon dari Tokoh Adat setempat yakni Lambertus Tegu, dirinya menilai pertengkaran itu sebenarnya tidak perlu terjadi karena beda pemahaman terkait konteks budaya. Yang mana secara budaya Waka Mba atau Lebo Late sebagai om kandung atau Pu’u mere kambu dema (bahas lokal setempat) harus dihargai dan menjadi pembicara awal. Dalam forum budaya tersebut, diwajibkan pembukaan awal harus soal utang piutang, agar almarhum yang baru dikuburkan dapat pergi dengan damai tanpa membawa beban hidup di dunia ini.

“waktu duduk saya, Guru Tadeus, dan Kaka Domi Dodo, kami dipercayakan jadi bandar atau pemandu, moderator disini waktu itu. Jadi omong pembukaan adalah saya ini, setelah itu omong Waka Mba atau Lebo Late istilah kami disini, didalamnya ada unsur utang piutang, apakah ada yang pinjam barang almarhum ini, kalau tidak ada, apakah ada dari keluarga almarhum di dalam rumah ini yang pinjam barang orang. kalau ada tolong kasi tahu begitu. Setelah itu kami omong istilahnya Ebu Ta’u orang yang Pu’u Mere Kamu Deme harus omong pertama di acara adat tersebut. Jadi kalau selesai acara ritual adat itu, masalah selesai juga, tidak boleh ada dendam. Kalau sampai dendam itu pemahaman yang keliru dan itu pamali. ” jelasnya”

Ditempat yang sama, salah satu tokoh masyarakat Hendrikus Ako, mengharapkan ada penyelesaian yang baik mengingat keduanya adalah saudara dan saudari kandung. Kami minta agar jangan ada pihak ketiga yang memperkeruh dengan pernyataan-pernyataan ujaran kebencian.

“harapan kami sebagai tokoh masyarakat permasalahan antara bapak ASW dan mama Margareta bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan masalah ini timbul hanya karena Waka Mba. tapi itu semua bisa diselesaikan secara budaya dan kekeluargaan. “ tutupnya”

(WILL)

Share It.....