WBN, KAB. BEKASI-Serikat Pekerja Mandiri (SPM) mengecam dan menolak Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) sepihak yang dilakukan PT.SUZUKI ENGINEERING CENTER (SEC) INDONESIA kepada 23 pekerja tetap. (30/12/2021).
Adapun informasi yang kami dapat (Red) dari Serikat Pekerja sebagai berikut:
Bahwasannya 25 pekerja, adalah benar sebagai karyawan PT.SEC INDONESIA dengan status karyawan tetap 23 pekerja dan 2 pekerja kontrak serta menjadi bagian dari anggota dan pengurus Serikat Pekerja Mandiri beralamat di Jl. Industri Selatan 2 Blok JJ NO 15 Pasirsari Cikarang Selatan Kawasan Industri Jababeka Phase II Cikarang Bekasi 17530 Indonesia.
Dengan adanya pandemi penyebaran covid – 19 menjadi agenda penting untuk membangun issue instan untuk melakukan Pemutusan Hubungan kerja.mengacu Nomor surat 001/HRD – SEC / PHK / VI / 2020 Perihal Pemutusan Hubungan Kerja tertanggal 30 Juni 2020 19 Orang pekerja.dan mengacu Nomor surat 008/ tertanggal 06 Agustus 2020 4 Orang pekerja dan mengacu Nomor surat 009/ dan 010/ tertanggal 10 Agustus 2020 serta mengacu Nomor surat 010/ tertanggala 10 Agustus 2020 2 orang pekerja kontrak.
Bahwa benar pada tanggal 16 Juli 2020 sampai dengan 14 September 2020 Serikat pekerja melaksanakan mogok kerja akibat tidak tercapainya kesepakatan,tentang upah tidak dibayar bagi pekerja yang dalam status dirumahkan dengan alasan management tidak mempunyai uang akibat menurunnya order.
Bahwa prosedur mogok telah terpenuhi mengacu Undang – Undang 13 Tahun 2003pasal 137 Tentang mogok kerja : Mogok kerja sebagai dasar pekerja buruh dan serikat pekerja buruh dilakukan secara sah,tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Bahwa mengacu Undang – Undang 13 tahun 2003 pasal 151 ayat (1) pengusaha,serikat,serikat pekerja dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (2)Dalam hal segala upaya dilakukan tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh serikat pekerja / serikat buruh atau dengan pekerja / buruh apabila pekerja yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja (3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud ayat (2)benar – benar tidak menghasilkan persetujuan.pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial.
Bahwa mengacu Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 151 , Pengusaha ,Pekerja ,Serikat Pekerja dan pemerintah , dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
Dalam hal segala upaya telah dilakukan tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat disepakati ,maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau pekerja yang bersangkutan tidak menjadi anggota Serikat Pekerja.
Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan , pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Bahwa mengacu Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 136 (1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja secara musyawarah untuk mufakat.
Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan maka pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang – undang.
Fakta dilapangan bahwa PT.SEC Indonesia dalam memutuskan Pemutungan Hubungan Kerja implementasinya jauh dari apa yang menjadi prosedur amanah Undang – Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 155 (1) Pemutusan Hubungan Kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat ( 3 ) dinyatakan BATAL DEMI HUKUM.
Selama putusan lembaga penyelesaian hubungan industrial belum ditetapkan baik pengusaha maupun pekerja tetap melaksanakan segala kewajibannya.
Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa tindakann skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses pemutusann hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja.
Bahwa dalam proses Pemutusan Hubungan Kerja alasan management adalah mengacu undang – undang 13 tahun 2003 pasal 164 (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 ( dua ) tahun ,atau keadaan memaksa ( forge majeur ) dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 165 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4)
Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2(dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan public
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja karena mengalami kerugian 2 (dua ) tahun berturut turut atau bukan karena memaksa ( forge majeur ) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2(dua) kali ketentuan pasal 156 2(dua) kali ketentuan pasal 162 ayat (2) Uang penghargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
Bahwa mengacu Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor MEN/PHI.PPHI/X/2004 TentangPencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal.
Dalam situasi dimana semua upaya telah dilakukan tetapi Pemutungan Hubungan Kerja tidak dapat dihindari ,disarankan perusahaan merujuk Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 /2003 BAB XII Tentang Pemutusan Hubungan Kerja untuk memastikan pemenuhan hak dan kewajiban masing – masing pihak sebagai diamanatkan dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan.
Dari beberapa rekomendasi hukum Ketenaga Kerjaan tersebut diatas dapat kami simpulkan sebagai kerangka opini hukum dalam pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja PT.SEC INDONESIA telah sengaja mengabaikan hal – hal yang bersifat normative dalam melaksanakan Pemutusan Hubungan Kerja.
Bahwa berawal dari perubahan struktur organisasi serta perubahan pemimpin baru di PT.SEC INDONESIA semua kebijakan berubah total dan masa depan karyawan semakin terancam, pemahaman Undang – Undang Ketenaga Kerjaan serta leadership pemimpin baru sangatlah jauh dari harapan karyawan , arogansi dan kesewenangan seolah mengesampingkan rasa kemanusiaan.sehingga Pada akhirnya kami harus berakhir dari pemimpin yang tidak punya hati nurani,congkak,dan sombong.
Bahwa Pertemuan Bipartit telah dilaksanakan pada tanggal 15 juni tahun 2020 hadir pada saat Bipartit Kuasa Hukum Perusahaan dan HRD mewakili pengusaha .adapaun perwakilan pekerja 3 tiga orang perwakilan adapun agenda perundingan yang dimusyawarahkan adalah salah satunya adalah Pemutusan Hubungan Kerja Akibat dampak covid-19.
Dari pihak perwakilan pekerja lebih menjelaskan tentang prosedur pemutusan hubungan kerja serta hak dan kewajiban para pihak.
Bahwa menurut pendapat Perusahaan dalam menghadapi covid 19 sebagai berikut:
1. Perusahaan masih meliburkan pekerja dan akan dipanggil kembali sesuai kebutuhan
perusahaan.
2. Kekurangan THR sebesar 25 % sepakat akan dibayarkan selambat – lambatnya pada bulan
Desember 2020
3. Bagi pekerja yang mengundurkan diri Perusahaan memberikan konpensasi sebesar 3 x
upah
4. Perusahaan akan memprioritaskan karyawan tetap untuk kembali bekerja sesuai dengan
kebutuhan perusahaan
5. Perusahaan belum memikirkan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja
Bahwa pada tanggal 21 APRIL 2020 Perusahaan telah resmi merumahkan karyawan sesuai nama yang tersebut diatas kecuali ada beberapa karyawan yang masih dibutuhkan bekerja.
Bahwa sangat ironis pada saat karyawan dirumahkan niat jahat management telah terjawab, kejahatan yang kasat mata dilakukan Management adalah Mengganti karyawan tetap yang dirumahkan dengan karyawan harian yang tidak jelas secara status hubungan kerja dan pencatatan
ke Disnaker.
Bahwa pada tanggal 10 Agustus 2020 telah terjadi perjanjian bersama salah satunya upah dibayar 75% selama 3 bulan dengan cara 2 kali pembayaran.
Kembali lagi perusahaan membuat kegaduhan gaji kami bulan Agustus sampai dengan saat ini kembali tidak dibayarkan perusahaan dengan sengaja menutup diri untuk berunding.
Bahwa dalam proses perselisihan masih berlangsung ironisnya perusahaan dengan sengaja menonaktifkan BPJS KESEHATAN kepada 25 karyawan yang masih berstatus karyawan sejak bulan
Oktober2020
Bahwa setelah kami kroscek di klinik atau Rumah sakit yg dirujuk status kepesertaan kami di BPJS KESEHATAN tertera keterangan KELUAR KEMAUAN SENDIRI.
Ketua Serikat Pekerja Mandiri
( Tri Mariyono )
Wakil Ketua Serikat Pekerja Mandiri
( Jatmiko )
Sekretaris Serikat Pekerja Mandiri
( Purnawan )
Tim Peliput Red WBN