WBN | Kasus Penyegelan Kantor Desa Labolewa, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT yang dilaporkan oleh Kepala Desa (Kades) Labolewa terhadap beberapa tokoh adat Labo, Lele, dan Kawa tengah diselesaikan menggunakan pendekatan restorative justice oleh Polres Nagekeo, Selasa (6/9).
Restorative Justice merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik (red).
Rangkuman WBN, sebelumnya diberitakan terjadi aksi spontan penyegelan Kantor Desa Labolewa oleh Masyarakat Adat Labo, Lele, dan Kawa. Penyegelan dilakukan karena warga marah terhadap Kades Labolewa dan Camat Aesesa atas pengukuran secara paksa atau sepihak tanah pembanguna Waduk Lambo tanpa memastikan terlebih dahulu hak-hak masyarakat adat setempat.
Berikutnya, Kades Labolewa Marselinus Ladho mengadukan sejumlah tokoh masyarakat adat Labo, Lele, dan Kawa ke Polres Nagekeo atas tindakan penyegelan Kantor Desa.
Polres Nagekeo melalui Kasat Reskrim, Iptu Rifai menyampaikan kasus penyegelan Kantor Desa tengah dilakukan mediasi. Iptu Rifai mengungkapkan selanjutnya kesepakatan damai dibuat dengan surat pernyataan damai diikuti penarikan berkas oleh Kades Labolewa sebagai pelapor.
“Sesuai Instruksi Kapolri, agar lebih mengedepankan penyelesaian mediasi upaya damai atau restorative justice, merujuk surat edaran Kapolri Nomor: 8/2018 tentang penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana dan sebagaimana termuat dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15/2020, menjelaskan keadilan restorative adalah penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak terkait untuk secara bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan”, ungkap Iptu Rifai.
Selanjutnya, lanjut Iptu Rifai, jika salah satu pihak tidak berdamai maka penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice tidak memenuhi syarat formil.
Menurut Iptu Rifai, dalam kasus dugaan penyegelan Kantor Desa Labolewa kedua pihak, pelapor dan terlapor sama-sama menyadari kekeliruan tindakan mereka dan ingin berdamai karena melihat hubungan emosional, persaudaraan dan secara budaya masih merupakan satu kesatuan.
“Tinggal dari kami pihak Kepolisian untuk melihat langkah-langkah dari seluruh kelengkapan administrasi restorative itu untuk diselesaikan secara kedalam, dalam penyelesaian berkas perkara hasil penyelidikan, dan nanti akan diselesaikan dengan digelar pekara”, tutup Iptu Rifai.
Berita terkait :
WBN│Wil│Editor-Aurel