
WBN │Terobosan sangat positif mega proyek APBN, pembangunan Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi NTT, dalam catatan sejarah administrasi pengadaan tanah dan ganti rugi ternyata menulis kisah yang sangat misterius, masyarakat menemukan terdapat nama suku palsu dalam data yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, yakni Suku Wawo Lobotoro.
Sebelumnya diberitakan media ini, (28/9/2022), gantung masalah, progres Titik Nol PSN Waduk Mbay Lambo, Nagekeo, memprihatinkan.
“Salah satu catatan temuan kami masyarakat yang sangat membekas dan sangat terang benderang adalah ada suku palsu bernama Suku Wawo Lobotoro terdapat dalam administrasi resmi saat musyawarah ganti rugi lahan waduk lambo tahap I, bertempat di Pepita Hotel, Kota Mbay. Sumpah, tidak pernah ada suku yang bernama Wawo Lobotoro di kabupaten kami ini. Kami masyarakat kecil ini sangat sedih, sebab Suku Palsu saja bisa termuat dalam daftar untuk ganti rugi tahap I, namun kami dari Masyarakat Adat Kawa yang mempunyai tanah begitu besar di titik nol untuk dibangun waduk, justeru nama-nama kami tidak muncul, tahap I ganti rugi tanah maupun tahap II”, ungkap sejumlah Tokoh Masyarakat Adat Kawa, Urbanus, Vinsen, Ferdin kepada tim media ini di Labolewa, (28/9/2022).
Pernah diberitakan media ini, Senin (15/11/2021), Warga Persekutuan Adat Labo, Lele dan Kawa (Labolewa) mendatangi BPN Nagekeo di Kota Mbay mendesak dijelaskan dan ditunjukan dimana letak keberadaan Suku Wawo Lobootoro.
Mereka juga mendesak dibuka siapa dari tim pendataan tanah yang memunculkan suku palsu, Suku Wawo Lobootoro, sedangkan mereka selaku ulayat pemilik tanah yang nyata, nama-nama mereka tidak terdata.
Warga Suku Ribo Rato Kampung Kawa, Ferdin Dhosa kepada wartawan (28/9/2022) berharap pemerintah pusat memperhatikan sungguh-sungguh sejumlah masalah serius di lapangan atas penerjemahan program positif Nawacita di tingkat terbawah.
“Kami berharap pemerintah pusat mengevaluasi tegas kinerja pengadaan tanah waduk ini. Yang menciptakan persoalan hari ini bukan kami masyarakat, melainkan perangkat pelayan masyarakat dan negara. Lihat saja itu suku palsu misalnya. Lihat juga bagaimana hari ini di titik nol, nama-nama kami tidak ada dalam data. Kami juga heran, ada suku palsu dalam data yang sudah terang benderang, tetapi tidak tersentuh hukum, misterius. Siapa yang mencantumkan itu, tidak pernah terungkap. Salam dari kami Masyarakat Adat untuk suku palsu”, ujar Ferdin.
Rangkuman WBN, suku palsu terungkap dalam surat resmi undangan musyawarah penetapan ganti rugi lahan tahap I. Suku palsu bernama Wawo Lobotoro termuat dalam daftar resmi. Suku Wawo obotoro sesungguhnya hanyalah sebuah nama suku palsu, yang benar-benar tidak ada di wiilayah Labolewa, maupun di bumi Kabupaten Nagekeo secara keseluruhan.
“Suku Wawo Lobo Toro, itu suku dari planet apa. Berikutnya ada lagi, yakni Suku Labo. Nah, itu suku-suku dari planet mana. Mari kita lihat lagi ke belakang. Sudah sangat keterlaluan, menelanjangi adat budaya kami orang Nagekeo”, tutup Urbanus Papu, Ferdin, Vinsensius Penga.
“Suku Palsu bisa masuk dalam daftar penerima hak ganti rugi, tapi kami suku benaran, manusia nyata”, justeru ditolak. Hanya Tanah Waduk Lambo Nagekeo saja yang Pemiliknya ada Suku Palsu”, tambah mereka.
Sejak tahun 2021 saat ditemukannya suku palsu dalam daftar penerima hak, belum satu pun pihak berwenang memberikan penjelasan kepada masyarakat maupun media, siapa yang memasukan nama suku palsu tersebut dalam data administrasi negara, pengadaan tanah PSN Waduk Mbay Lambo.
WBN│Tim
Dalam pemberitaan ini,vtoh kalau ada Suku Wawo Lobo Toro, pasti ada ketua sukunya, dan sebutkan siapa ketua suku tersebut biar jelas dan terang benderang.
Tidak hanya sebutkan palsu, tapi tidak jelas siapa pemilik suku tersebut.
Terima kasih atas komentarnya
Sangat setuju jika pihak terkait melakukan penelusuran terhadap keberadaan dan keabsahan serta pengakuan terhadap penerima ganti untung terhadap tanah tersebut. Sekaligus saya sarankan kepada pihak terkait(Tim) agar mekakukan recek data2 yg sudah terkumpul, dengan cara: 1) mengumumkan secara luas kpd masyarakat melalui berbagai media, 2) libatkan tim hukum utk mekakukan intelejen hukum(penelusuran data hukum) agar memastikan status hukum (legal standing) dari penerima, 3)bila perlu nama tersebut dikukuhkan dengan Kep. Kepala Daerah yg diketahui ketua Lembaga Pemangku Adat, camat, kades, 4) bentuk dan fungsikan Tim penyelesai masalah tanah. Terima kasih. Salam sehat.
Terima kasih atas komentarnya