
WBN|NTT-Di kampung kecil nan sejuk dan indah, berdiri sebuah rumah mungil berukuran dua air dengan kodisi dapur yang nampak sedikit miring menandakan usia yang tidak mudah lagi. Disekelilingnya ada hamparan sawah ladang, disamping rumah ada rumpun bambu dan berjejer rimbunan daun pisang melambai lambai kala angin datang menyapanya lembut.
Dari kejauhan Seutas kabel hitam panjang melilit pada Bubungan atap, tidak bersambungan dengan bubungan rumah seperti pemandangan kebanyakan kabel lainnya.
Sepasang mata tertuju pada pria paruh baya yang sekali kali menggoyangkan kaleng susu bertuliskan Indomilk dengan besi almunium berongga panjang menancap pada kaleng susu tersebut, pada bagian ujungnya ada sepotong kain hitam bersembunyi pada rongga besi Almunium tersebut. Tepat disamping kaleng susu ada botol bintang kaca yang berisikan minyak tanah, keduanya dekat tidak berjauhan begitu akrab. Pemandangan ini selalu terjadi kala jarum jam menunjukan pukul 18:00 wita, tanda senja kembali ke peraduannya dan malam sebentar lagi tiba.
Sosok pria paruh baya tersebut, diketahui bernama Yanuarius Maku. Ia adalah pria asal kabupaten Nagekeo yang mempersunting Emi Dea wanita asli Bajawa Wogo. Dalam pranata budaya Ngada kebanyakan suami diwajibkan tinggal dan menetap bersama istri di rumah mertuanya. Hal inilah yang membuat Yanuarius meninggalkan kampung halamannya dan menetap di kampung Boaraba, Kecamatan Golewa Selatan, Kabupaten Ngada.
Buah dari pernikahan Yanuarius dan Emi dikarunia 4 orang anak yakni 2 putra dan 2 putri. Ketiga anaknya sedang mengenyam pendidikan di sekolah dasar, sedangkan si bungsu baru berusia 4 tahunan.
Sudah 15 tahun ia tinggal bersama istri dan mertuanya di rumah mungil tersebut tanpa listrik yang menerangi malam-malam sunyi mereka. Kadang sekali kali menyalahkan kayu bakar pada tungku api yang terbuat dari batu untuk lebih menerangi ruangan rumah tersebut.
Kondisi rumah yang tidak memiliki listrik menambah bobot kerapuhan ekonomi keluarganya. Situasi ini sungguh sulit dan memprihatinkan. Sesekali ia meneteskan air mata saat membuka jendela kamar atau pintu rumahnya melihat terang di rumah tetangga-tetangganya.
Pemandangan ini tentu tidak mudah dilalui, di hari-hari hidupnya selama 15 tahun belakangan ini. Yanuarisu juga membeberkan sejumlah Masalah lain yang ia hadapi, saat rumahnya akan mendapat uluran bantuan pemerintah berkaitan dengan penerangan.
Hal tersebut bukan karena Yanurius menolak bantuan pemerintah berupa meteran listrik bersubsidi, namun karena usai ibu mertuanya meninggal, terjadilah konflik perebutan lahan yang mengakibatkan segala bentuk aktivitas dilahan maupun pembangunan di dalam rumah tidak bisa dilakukan.
“ Dulu pernah ada bantuan meteran bersubsidi 450 VA kalau tidak salah di tahun 2021. Meterannya sudah sempat pasang, tinggal tarik kabel penghubung dari rumah bawah. Datang om disini kompleks, masih keluarga juga bilang stop jangan pasang kabe, jangan lewat tanah saya. Pegawai PLN sempat bilang om ini hanya kabel tidak ada urusan dengan tanah, lagian pasang di atas tidak menyentuh tanah, kasihan la, hanya rumah mereka sendiri yang gelap, om tidak kasihan”. ujarnya mengutip pegawai pln. Pikir mau mendapatkan belas kasihan, malah pegawai tersebut dia usir pulang” ujarnya
“ Saya sudah minta aparat Desa, Ketua RT, bahkan Romo untuk berkomunikasi biar cukup listrik masuk saja, kalau kedepan tanah ini terbukti milik mereka biar merka ambil kembali. Kami hanya butuh terang. Tapi tetap saja tidak bisa (suara berat, mata berkaca kaca) tidak apa, mungkin ini ujian hidup kami, kami percaya Tuhan pasti kasih kami berkat lain, tidak di kami orang tua, mungkin anak kami atau cucuk kami kelak” ucapnya dengan penuh harapan dan derai air mata.
Istrinya Emi Dea juga menyampaikan dalam memperoleh meteran bersubsidi, mereka bahkan rela menjual kambing betina yang sedang bunting ke tetangga demi bisa menikmati terang.
“waktu itu, kami pas lagi krisis, uang tidak ada,. dengar informasi ada bantuan meteran bersubsidi dengan biaya rendah, akhirnya saya omong dengan suami. Biar kita jual kambing saja, kebetulan ada pemasangan meteran yang murah ini” ujarnya
Lanjut Emi, Awalnya suami tidak mau, karena kambing hanya satu ekor, untuk pelihara apalagi kondisi kambing sedang bunting, tapi karena pikir anak dengan orang tua yang sudah tua, makanya kami dua mau tidak mau, sepakat jual kambing yang bunting tersebut.
“Eh, baru mau tarik kabel dari tetangga sebelah rumah, malah ada yang datang larang. sakit betul hati ini pak, seandainya waktu itu kalu keluarga dan suami mata gelap berarti jadi sudah keributan. Hanya saya bilang, biar jangan, tidak apa-apa, kita bawa semua hal ini dalam doa” tambahnya
Ditempat lain, Hendrikus Sina, mantan ketua RT juga menuturkan rasa prihatin tehadap keluarga Yanuarius Maku yang hidup dalam kegelapan, tidak bisa mendapat kemerdekaan terang seperti rakyat atau masyarakat lainnya.
“ Omong Yan ini, kita kasihan betul, kita tetangga-tetangga semua sudah pasang listrik hanya dia saja yang belum. Mungkin satu Desa Ekomawo 2, hanya mereka sendiri yang listrik belum masuk. Itu tadi, Masalah orang yang larang ini juga tidak kasihan ko, orang sudah susah, tambah listrik tidak ada, tinggal paling belakang lagi, kasihan betul. Saat musim hujan, malamnya hujan turun lebat, itu kasihan betul mereka, sengsara betul. Semoga pemerintah bisa beri perhatian khusus untuk mereka. Cari jalan keluar seperti apa, untuk kebaikan mereka kelak” pungkasnya
Seperti diketahui bersama, kehadiran PLN dengan perluasan akses listrik, merupakan bagian komitmen Pemerintah memastikan energi berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.