 
    	    Penulis: Gilang Ramadhan Tri Wahyudi
WBN|Jakarta– Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) melalui acara tahunan Psychology Fest 2025 melancarkan seruan mendesak kepada seluruh sivitas akademika untuk “Memecah Keheningan” (Break the Silent) dalam melawan bullying dan kekerasan. Seruan ini didorong oleh temuan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT) Polimedia yang menyebutkan masih banyak korban, terutama yang melibatkan dosen dan pihak berjabatan tinggi, yang memilih untuk tidak melapor karena takut. 23 Oktober 2025
Ketua Satgas PPKPT Polimedia periode 2025-2027, Karissa, mengungkapkan bahwa ketakutan korban membuat penanganan kasus kekerasan menjadi tantangan terbesar. “Dibanding kasus yang kita tangani, masih banyak teman-teman yang tidak mau melaporkan. Ini yang jadi concern kita,” ujar Karissa dalam wawancara di sela acara. “Kasus ada, tapi tidak semua mau melaporkan, takut misalnya karena pelakunya dosen atau siapa yang lebih tinggi.”
Instalasi Provokatif Soroti Tragedi Udayana
Urgensi tema “Break the Silent, Build the Future” dalam acara ini diperkuat dengan instalasi seni yang secara eksplisit menyoroti dampak fatal dari perundungan di lingkungan pendidikan. Salah satu instalasi kampanye yang mendapat suara terbanyak dari Hima Multimedia menampilkan sebuah televisi yang menyiarkan video tentang kasus perundungan tragis yang menimpa Timothy Anugerah Saputera, mahasiswa Universitas Udayana, Bali, yang meninggal dunia pada Oktober 2025.
Menurut Deswita, perwakilan Hima Multimedia, instalasi tersebut sengaja dibuat provokatif dengan pesan utama: “Rasa malu dan stigma sosial adalah penjara bagi korban.”
“Kami menyoroti kasus Udayana karena itu menunjukkan dampak fatal dari bullying yang tidak ditangani. Pesan utamanya adalah luka emosional (psikis) lebih permanen daripada luka fisik. Kami ingin menciptakan kesadaran bahwa kekerasan tidak hanya terjadi di luar, tetapi juga di lingkungan kampus yang seharusnya aman,” jelas Deswita.
Satgas PPKPT Tangani 18 Kasus Sejak 2022
Meskipun dihadapkan pada minimnya laporan, Karissa membeberkan data faktual terkait upaya penanganan yang telah dilakukan Satgas. Sejak dibentuk pada 2022, Satgas PPKPT Polimedia telah menangani sekitar 18 kasus kekerasan.
“Dari estimasi 18 kasus yang sudah masuk, paling tinggal dua atau tiga yang masih menunggu surat keputusan sanksi. Sisanya sudah selesai ditangani,” tegas Karissa.
Untuk mengatasi ketakutan korban melapor, Satgas PPKPT menjamin kerahasiaan penuh. Karissa menjelaskan bahwa Satgas bertindak independen dan tidak melihat latar belakang pelaku.
Jaminan kerahasiaan dilakukan melalui penandatanganan inform consent dan mekanisme administrasi yang sangat rapat, di mana detail kasus hanya diketahui oleh anggota Satgas yang bertugas.
“Bahkan teman-teman Satgas yang lainnya banyak yang tidak tahu, ini Satgas jalan apa enggak. Karena memang kita serapat itu,” tambahnya.
Tantangan dan Komitmen Institusi
Satgas PPKPT periode 2025-2027, yang baru dilantik pada awal Agustus 2025, menjadikan Psychology Fest sebagai salah satu program besar tahunan mereka. Namun, mereka menghadapi sejumlah tantangan, termasuk:
Korban Sulit Speak Up: Dibutuhkannya upaya ekstra untuk meyakinkan korban bahwa mereka aman.
Pelaku Tidak Kooperatif: Pelaku yang cenderung takut dan tidak langsung mau datang untuk proses penanganan.
Keterbatasan SDM & Kompetensi: Anggota Satgas memiliki latar belakang yang beragam (Polimedia sebagai kampus kreatif), sementara tugas ini bersifat tambahan dari tugas utama mereka sebagai dosen atau mahasiswa.
Meskipun demikian, Karissa menyebut inisiatif mahasiswa ini mendapat dukungan penuh dari pihak kampus, dengan kehadiran perwakilan pejabat kampus yang cukup tinggi. Acara ini dirancang sebagai “perpanjangan tangan” Satgas kepada Hima-Hima untuk menyuarakan anti-kekerasan secara person to person, mengatasi keterbatasan SDM Satgas yang harus menjangkau tiga lokasi kampus (Jakarta, Medan, Makassar).
Sebagai penutup, Karissa menyampaikan pesan utama untuk warga kampus: “Setiap manusia punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan… Harapan saya, kita harus sama-sama menciptakan lingkungan pendidikan, lingkungan pelajar yang aman, nyaman, inklusif, dan sehat. Supaya tidak ada lagi ketimpangan-ketimpangan dalam pelaksanaan Pendidikan.”

 
     
									 
									 
									 
									 
									 
									