Gubernur NTT, Bali dan NTB Inisiasi Kerja Sama Regional

Media Warisan Budaya Nusantara

Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, bersama Gubernur Bali, I Wayan Koster, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal, menghadiri pertemuan Rencana Kerja Sama Regional Bali, NTB, dan NTT (KR-BNN) yang digelar di Denpasar, Bali, pada Senin, (3/11/2025).

Pertemuan ini menjadi langkah awal untuk memperkuat kolaborasi antar tiga provinsi di kawasan Timur Indonesia, yang memiliki sejarah dan akar budaya yang sama sejak masa Provinsi Sunda Kecil.

Dalam sambutannya, Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Gubernur NTT dan Gubernur NTB.

“Saya ucapkan terima kasih, ini pertemuan pertama yang secara khusus mempertemukan ketiga provinsi. Sebenarnya rencana kerja sama ini sudah lama menjadi agenda kami, dan kami berharap dapat diwujudkan secara resmi pada tahun 2026. Semoga kerja sama ini menjadi spirit baru yang membangkitkan kembali semangat persaudaraan ‘Sunda Kecil’ untuk menjadi ‘Sunda Besar’,” ujar Gubernur Koster disambut tepuk tangan semua peserta pertemuan.

Ia juga menyinggung sejarah pembentukan wilayah berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1958, yang menjadi dasar terbentuknya Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur sebagai daerah otonom.

Lebih lanjut, Gubernur Koster memperkenalkan konsep pembangunan Bali yang berlandaskan prinsip “Satu Pulau, Satu Pola, dan Satu Tata Kelola”, sebagai bentuk komitmen dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berakar pada nilai-nilai kearifan lokal.

“Seluruh rencana pembangunan jangka panjang dan menengah kabupaten kota di Bali kami kontrol secara ketat. Hingga kini, Bali masih mampu menjaga keberadaan desa adat sebagai benteng budaya, yang juga menjadi pengetahuan penting untuk dibagikan kepada NTB dan NTT,” jelasnya.

Di Tahun 2024, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Pulau Bali mencapai lebih dari 6,3 juta orang, atau setara dengan 45,3 persen dari total kunjungan wisman ke Indonesia. Sehingga dari sektor ini, Bali mampu menghasilkan devisa sebesar Rp.167 triliun, berkontribusi sekitar 53 persen dari total devisa pariwisata nasional yang mencapai Rp.312 triliun.

Namun demikian, Koster juga menyoroti tantangan pembangunan yang dihadapi Provinsi Bali.

“Selain membawa manfaat besar bagi kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat Bali, pembangunan juga menimbulkan tantangan terhadap alam, manusia, dan kebudayaan Bali,” pungkasnya.

Tantangan yang dimaksudnya yakni alih fungsi lahan, peningkatan volume sampah, kerusakan ekosistem, ancaman air bersih, kemacetan, serta kesenjangan ekonomi antara wilayah Sarbagia (Denpasar, Badung, Gianyar) dan luar Sarbagia.

Selain itu, ia menyoroti berkurangnya kesempatan usaha bagi masyarakat lokal, meningkatnya kasus narkoba, prostitusi, serta komunitas eksklusif orang asing, hingga penodaan tempat suci dan lunturnya nilai-nilai keaslian budaya Bali.

“Tantangan ini perlu kita hadapi bersama. Melalui kerja sama Bali, NTB, dan NTT, kita bisa membangun keseimbangan antara pembangunan, kebudayaan, dan kelestarian alam,” tegas Koster.

Sementara itu, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, dalam sambutannya menegaskan bahwa pertemuan tiga provinsi ini bukanlah sesuatu yang baru, melainkan bentuk kebersamaan yang telah lama terjalin secara alamiah.

“Kumpulnya tiga provinsi ini bukan sesuatu yang baru. Ada ikatan geografis, geologis, flora-fauna, dan sosial budaya yang membuat kita memang ditakdirkan untuk bekerja sama,” ujarnya.

Menurutnya, potensi yang dimiliki daerah-daerah di Nusa Tenggara sebenarnya sangat besar, namun belum termanfaatkan secara optimal.

“Kalau melihat potensi kami, seharusnya kami tidak miskin. Tapi kenyataannya kami masih miskin. Padahal kami memiliki kekayaan alam yang luar biasa – emas, tambang mineral, dan potensi besar di Lombok dan Sumbawa,” tutur Lalu Muhamad.

Selain sektor pertambangan, Ia menjelaskan NTB juga memiliki potensi pertanian dan kelautan yang melimpah, seperti jagung, beras, udang vaname, tuna yellowfin dan bluefin, serta bawang putih. Ia menilai kerja sama dengan Bali dan NTT akan membuka peluang pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik dalam pengelolaan potensi daerah.

“Hal yang kurang di kami bisa dipelajari dari Bali dan NTT. Kerja sama ini bukan hanya tentang integrasi, tapi juga berbagi best practice. Itulah nilai penting dari sinergi tiga daerah ini,” jelasnya.

Selain itu, Gubernur NTB juga mengusulkan pengembangan Super Grid Bali–Lombok–Sumbawa–Flores sebagai salah satu proyek strategis kawasan Timur Indonesia yang harus diusulkan ke tingkat nasional.

“Kita perlu memperkuat konektivitas energi antar provinsi melalui pembangunan Super Grid Bali–Lombok–Sumbawa–Flores. Dengan sistem ini, pasokan dan kebutuhan energi bisa saling mendukung antar pulau sehingga tercipta efisiensi dan ketahanan energi regional,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menyampaikan bahwa kerja sama regional ini harus diarahkan pada penguatan sektor unggulan yang saling melengkapi antar provinsi.

“Wilayah Nusa Tenggara dan Bali memiliki keunggulan besar di bidang pariwisata, ekonomi kreatif, dan industri pengolahan. Jika kita bisa memperkuat konektivitas antar pulau, maka dampak ekonominya akan luar biasa,” ujarnya.

Gubernur Melki mencontohkan potensi perdagangan antar daerah yang bisa dioptimalkan.

“Misalnya, untuk komoditas pinang, kalau bisa kita beli dari NTB atau Bali, kenapa harus dari Jambi ?. Prinsipnya, kita harus saling memenuhi kebutuhan satu sama lain di kawasan ini,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa hilirisasi industri perlu dikembangkan secara merata di masing-masing provinsi sesuai potensi unggulannya, namun tetap terkoordinasi secara regional.

“Kalau kita bisa membuat hilirisasi di masing-masing provinsi, maka untuk industrialisasi peternakan misalnya, bisa saja kita pusatkan di salah satu provinsi agar efisien dan terintegrasi,” jelas Melki.

Lebih lanjut, Gubernur NTT menyoroti potensi energi terbarukan di wilayahnya.

“Saat ini NTT memiliki kapasitas listrik tenaga surya sebesar 63 megawatt dari berbagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Ini bisa menjadi kontribusi besar bagi pengembangan energi bersih di kawasan timur,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti beberapa kendala utama yang dihadapi 2 provinsi, khususnya NTB, NTT, dalam hal akses penerbangan dan konektivitas antarwilayah.

“Salah satu isu penting adalah harga tiket pesawat yang mahal, konektivitas udara antar provinsi masih terbatas, padahal mobilitas orang dan barang sangat menentukan kelancaran pariwisata dan ekonomi kawasan,” ungkapnya.

Untuk memperkuat citra kawasan, Gubernur NTT mengusulkan agar ketiga provinsi memiliki branding dan tagline bersama yang menggambarkan kekuatan pariwisata dan budaya Bali–NTB–NTT sebagai satu destinasi terpadu.

Menutup pertemuan tersebut, Gubernur Bali, I Wayan Koster, menetapkan secara resmi nama inisiatif bersama ini sebagai Kerja Sama Regional Bali, NTB, dan NTT (KR-BNN).

“Kita sepakati untuk memberi nama kerja sama ini Kerja Sama Regional Bali–NTB–NTT atau disingkat KR-BNN,” tegasnya disambut tepuk tangan hadirin.

Selain itu, ketiga provinsi sepakat untuk membangun branding dan promosi bersama melalui penciptaan tagline regional yang merepresentasikan identitas Nusa Tenggara dan Bali secara terpadu. Langkah ini akan diikuti dengan kolaborasi event dan kegiatan promosi pariwisata bersama, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Selain itu, sebagai langkah konkret, Gubernur NTB, Lalu Muhamad mengusulkan agar ketiga provinsi mengidentifikasi 25 komoditas utama yang paling banyak diimpor dari luar kawasan Bali–NTB–NTT, untuk kemudian mencari sumber pemenuhan kebutuhan tersebut dari dalam kawasan sendiri.

Akhir pertemuan, disepakati ada 10 bidang yang akan menjadi ruang lingkup kerja sama KR-BNN. Disepakati akan dilakukan dua tahap penandatanganan dokumen resmi yakni, penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) pada 25 November 2025 di Nusa Tenggara Barat, dan dilanjutkan dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada 22 Desember 2025 di Nusa Tenggara Timur.

Diakhir kegiatan, Gubernur Koster mengusulkan penyusunan statistik terpadu Bali–NTB–NTT, yang mencakup data ekonomi, perdagangan, pariwisata, energi, dan sumber daya manusia, untuk menjadi dasar dalam perencanaan dan evaluasi kolaborasi regional.

“Kita perlu punya statistik bersama agar arah pembangunan kita bisa terukur dan terintegrasi. Dengan data yang sinkron, kerja sama ini akan lebih kuat dan berkelanjutan,” ungkapnya menutup pertemuan.

Pertemuan tiga Gubernur ini menandai babak baru kebangkitan kawasan Nusa Tenggara dan Bali, dari semangat Sunda Kecil menuju KR-BNN. Melalui kerja sama yang solid, kawasan ini siap menjadi motor penggerak pembangunan Indonesia bagian Timur.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Bappeda, Kepala BRIDA, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Peternakan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Perindustrian, Kepala Dinas Perdagangan, Kepala Dinas Periinan/Penanaman Modal, Kepala Dinas Kominfo, Kepala Dinas Perhubungan, Kepala Birc Pemerintahan/Kerja Sama, dan Kepala Biro Perekonomian dari ketiga provinsi.

Turut hadir mendampingi Gubernur NTT dalam pertemuan tersebut, Kepala Bapperida Provinsi NTT, Alfons Theodorus; Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Noldy Hosea Pellokila; Kepala Dinas Pertanian, Joaz Billie Oemboe Wanda; Kepala Dinas Peternakan, Yohanes Oktovianus; Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Sulastri Rasyid; Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Zet Sony Libing; Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Frederik C. P. Koenunu; Kepala Dinas Perhubungan, Mahadin Sibarani; Kepala Biro Pemerintahan Setda NTT, Doris Alexander Rihi; serta Kepala Biro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setda NTT, Selfi H. Nange.

WBN

Share It.....