Ada Apa Data Intelijen Polres Nagekeo Diumbar ke Publik

Catatan Pengawasan Media

Bulan November 2025, publik Nusa Tenggara Timur, lebih khusus Kabupaten Nagekeo, disuguhi sebuah ulasan yang ditayangkan melalui halaman media online lokal, berjudul “Kuasa Hukum Serfolus Tegu : Tuduhan Stef Tupeng Witin Tidak Berdasar Fakta Hukum”. Ulasan tersebut dilengkapi foto dan nama penulis.

Di paragraf akhir ulasan tertulis “Demikian tanggapan sekaligus hak jawab atas opini yang disampaikan oleh Stef Tupen Witin tuduhan terhadap klien kami AKP Serfolus Tegu.

Diketahui, AKP Serfolus Tegu adalah Kepala Bagian Operasi (Kabag OPS) Polres Nagekeo, di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Seperti biasa, tugas seorang kuasa hukum adalah membela kepentingan hukum klien, di dalam maupun di luar pengadilan. Untuk memastikan klien mendapatkan keadilan  sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dari ulasan tersebut, terbaca sang kuasa hukum menanggapi artikel Pastor Steph Tupen Witin, SVD. Seorang Pastor Gereja Katolik, Penulis Buku dan Jurnalis, yang memberikan attention, perhatian serius terhadap silang sengketa masalah pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Mbai Lambo di Kabupaten Nagekeo NTT.

Pastor Steph Tupen Witin, SVD dalam kolom perhatiannya, berdasarkan data dan informasi yang dirangkumnya, “Menduga” ada praktek “Mafia” dibalik kegaduhan pengadaan tanah PSN Bendungan Mbai Lambo. Dugaan praktek mafia itu menyeret nama oknum anggota Polri di Polres Nagekeo.

Ya, kurang dan lebihnya kira-kira seperti itu.

Namun, tulisan ini tidaklah masuk pada topik hangat tersebut. Sebuah topik yang telah menyedot perhatian luas dan serius.

Terhadap itu, biarlah polemik media dengan daya konstruksinya masing-masing, hadir mengisi kolom demokrasi bangsa, dalam bingkai kedaulatan pengawasan, demi pembangunan bermartabat.

Data Intelijen Polres Nagekeo Diumbar “Dilepas

Secara pengetahuan, Data Intelijen Polisi merupakan informasi yang dikumpulkan dan dianalisis untuk mengantisipasi, mencegah, dan menanggulangi.

Data Intelijen berfungsi sebagai “mata dan telinga” polisi dalam mendeteksi potensi ancaman, mengidentifikasi pelaku, dan mendukung pengambilan keputusan.

Data Intelijen Polisi merupakan “Mata dan Telinga Polri”. Dia bukan materi untuk dibagikan sesuka hati kepada khalayak.

Sebab data intelijen itu “adalah mata dan telinga rahasia” yang memiliki ikatan regulasi, kode etik dan sistem  proteksi untuk keberadaannya.

Data intelijen Polri tidak bebas dibagikan ke luar secara sembarangan, karena termasuk dalam informasi yang dikecualikan berdasarkan Undang-undang dan ataupun peraturan internal Polri yang berlaku.

Namun, keyakinan terhadap kerahasiaan data intelijen dalam peristiwa yang terjadi di Polres Nagekeo, tampaknya ‘berbeda’.

Betapa tidak, kepada khalayak luas, ditayangkan melalui media online, berjudul “Kuasa Hukum Serfolus Tegu : Tuduhan Stef Tupeng Witin Tidak Berdasar Fakta Hukum”, pada pertengahan tulisan tersebut, publik malah disuguhi informasi dengan topik “Data investigasi  Tim Intelijen Polres Nagekeo”.

Simak coppy tulisan di bawah ini :

9. Menurut keterangan klien kami, dari investigasi intelejen tim Polres Nagekeo ditemukan alasan mengapa Kepala BPN Nagekeo yang baru tidak mengeluarkan undangan pencairan dikarenakan : Kepala kantor BPN Nagekeo mendapat telepon dari oknum anggota DPRD Nagekeo, agar bersurat kepada BWS untuk melakukan validasi ulang. Namun oleh BWS mengatakan bahwa tugas mereka sudah selesai hingga turunnya uang ganti untung untuk dicairkan kepada warga suku terdampak. Oknum anggota DPRD Nagekeo sebelum menjadi anggota DPRD, pernah menjadi kuasa hukum salah satu pihak yang bersengketa antara suku Kawa dan suku Rendu, saat itu kalah saat berpekara di Pengadilan Negeri Bajawa. Dugaan, sebagai balasannya ketika terpilih menjadi anggota DPRD yang bersangkutan melakukan provokasi kepada sekelompok masyarakat Rendu pada saat RDP dengan Kepala BPN Nagekeo di kantor DPRD Nagekeo. Dimana pada saat RDP terjadi keributan karena hadirnya massa dari kelompok Dus Wedo. Lalu klien kami selaku Kabag Ops beserta tim mengamankan situasi agar tidak terjadi kontak fisik. Patut diduga oknum anggota DPRD sengaja mengundang kelompok masyarakat membuat keributan agar memperhambat proses pencairan uang ganti untung.

Fakta tulisan di atas mungkin dianggap sepele, tetapi tidaklah juga sungguh-sungguh sepele. Sebab, itu merupakan “Data Intelijen Polri, Polres Nagekeo”.

Wajar Muncul Pertanyaan

Ketika Data Intelijen Polri diumbar keluar, maka wajar muncul berbagai pertanyaan dan spekulasi bebas di benak publik.

Bukan kah data intelijen Polri adalah untuk kepentingan institusi Polri?.

Apakah data intelijen Polri bebas dilepas keluar ?.

Apakah data informasi Intelijen Polres Nagekeo yang diumbar tersebut telah melalui mekanisme  Prosedur Operasional Standar yang berlaku dalam Institusi Polri?.

Kira-kira siapa yang paling berkewenangan dalam Institusi Polri untuk mengumumkan data intelijen kepada khalayak luas?. Apakah Polri sendiri, ataukah dititipkan kepada warga sipil untuk mengumumkannya?

Apakah data Intelijen Polres Nagekeo yang diumbar tersebut tidak sensitif ?.

Jika terjadi sesuatu terhadap pihak-pihak yang disebutkan dalam ungkapan data intelijen Polres Nagekeo tersebut, ditambah dengan silang sengketa perkara tanah pun sedang panas, kira-kira siapa yang bertanggungjawab ?.

Bagaimana dengan citra intelijen Polres Nagekeo setelah kerahasiaan data mereka beredar di pasar bebas?.

Apakah mengumbar data informasi internal Polri merupakan ekspresi taat azas dan bentuk profesionalisme dalam tugas ?.

Entah !.

Tentang Membocorkan Data Intelijen

Secara umum, tindakan membocorkan data intelijen oleh seorang agen intelijen merupakan pelanggaran hukum berat dan pelanggaran sumpah jabatan yang dapat menyebabkan tuntutan pidana, termasuk hukuman penjara.

Beberapa kasus terkenal di dunia melibatkan individu yang membocorkan informasi rahasia. Chelsea Manning misalnya. mantan analis intelijen Angkatan Darat AS yang membocorkan sejumlah besar dokumen rahasia kepada WikiLeaks, berujung dihukum penjara atas perbuatannya.

Di Indonesia memang belum begitu kedengaran kasus-kasus membocorkan data intelijen. Tetapi kerangka hukum dan sanksinyan jelas ada. Sebab, Indonesia juga memiliki Undang-undang tersebut.

Undang-undang Intelijen Negara  mengatur “Setiap orang yang dengan sengaja mencuri, membuka, dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.

Demikian juga terhadap personil intelijen yang membocorkannya.

Data Intelijen Berdiri di atas Landasan Fundamental.

Perlindungan data intelijen sebenarnya berdiri di atas landasan fundamental keamanan informasi.

Data intelijen memiliki sifat kerahasiaan yang mutlak. Diatur dalam Undang-undang tentang Intelijen Negara, maupun peraturan internal Polri.

Walaupun ada Undang-undang yang mengatur tentang keterbukaam informasi publik (KIP), tetapi UU KIP memiliki pengecualian, termasuk data intelijen, yang diklasifikasikan sebagai informasi yang dikecualikan untuk dipublikasikan.

Bagaimana Sikap Polda NTT dan Mabes Polri.

Data Intelijen Polres Nagekeo yang diumbar keluar tersebut, tidak dapat ditarik pulang.

Sebab yang telah tertulis tetaplah tertulis. Dan tetap beredar luas mengisi meja para pembaca, publik.

Khalayak akan memutuskan dan menghakimi dengan caranya masing-masing.

Mabes Polri melalui Polda NTT sebagai payung komando daerah perlu mendeteksi secara lebih dini, tegas dan terukur.

Begitu kah Standar Prosedur menyebarkan Data Intelijen Polri di Nusa Tenggara Timur ?.

Ada Apa,Data Intelijen Polres Nagekeo Diumbar ke Publik.

Catatan Pengawasan Media

Share It.....