Tari Inai, Tarian Khas Yang Sering Di Gunakan Pada Acara Pernikahan Saat Malam Berinai

Lingga, Kepri – Dua kebudayaan dari Kabupaten Lingga yakni penobatan tradisional Bejenjang dan Tari Inai sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia 2017. Hingga saat ini sudah 14 karya budaya dari Kepri yang ditetapkan jadi WBTB Indonesia.

Hardian selaku salah seorang pengelola Sanggar Tarian Melayu di Kabupaten Lingga berharap ke depan agar semakin banyak yang diusulkan dan semakin banyak yang ditetapkan.

“Penetapan ini (WBTB, red) tujuannya untuk pelestarian nilai budaya di Negeri kita ini, supaya tak diklaim oleh Negara lain nantinya”, kata Hardian kepada awak media Warisan Budaya Nusantara pada hari Jumat (27/09).

Hardian menambahkan bahwa sudah terdapat 79 karya budaya dari kepri yang masuk data base Kemendikbud, namun yang ditetapkan baru 14 karya budaya.

Berikut perinciannya ke-14 Karya Budaya yang telah ditetapkan tersebut, Makyong, Gurindam 12, Gazal, Mendu, Pantun Melayu, Gubang, Gendang Siantan, Teater Bangsawan, Joget Dangkong, Tudung Manto, Gasing Kepri, Langlang Buana, Bejenjang, dan Tari Inai.

Dua karya budaya yang ditetapkan tahun ini adalah bejenjang, Bejenjang adalah pengobatan tradisional di Desa Mentuda, Kecamatan Lingga, namun sangat disayangkan karena Tarian ini kondisinya hampir punah, sudah jarang ditampilkan karena tidak ada lagi penetua yang dalam upacara berperan sebagai dukun (pawang)..

Sementara Tari Inai adalah tarian sakral dalam pelaksanaan upacara pengantin masyarakat Melayu di Kepri, Jambi dan daerah Melayu lainnya, Tari Inai ini dibawakan penari yang tampil menggunakan properti atau perlengkapan berupa lilin.

Tari Inai antara daerah Melayu satu dengan Melayu lainnya memang memiliki perbedaan, baik dari ragam, gerak sampai properti yang dibawakan. Di Jambi Tari Inai ini dibawakan dengan berpasang-pasangan dan ada pula yang membawakannya secara tunggal.

Tari Inai biasanya dibawakan malam hari setelah selesai salat Isya, Tari Inai ini sudah menjadi bagian penting dalam acara memberi tanda kepada pengantin dan gerak dalam Tari Inai ini memakai gerak level rendah yang geraknya bersumber dari gerakan Pencak Silat.

Tari inai pemainnya biasanya dari kaum laki-laki dan maksimal jumlahnya hanya tiga orang, karya budaya ini masih hidup dalam keseharian masyarakat Melayu Kepri.

Usai lebaran, sebagaian besar masyarakat Melayu melangsungkan acara pernikahan, dimana bulan setelah lebaran dianggap bulan yang baik untuk melangsungkan tradisi pernikahan, khususnya bagi masyarakat Melayu Lingga dan Pulau Singkep.(R.AG)

Editor: Jonrius Sinurat | Jurnalis: Raja Agus Salim | Red-wbn Hs.

Share It.....