Camat Tukdana Bersama Muspika Dan Kuwu Gelar Rakor

WBN, INDRAMAYU – Camat Tukdana bersama Muspika dan para Kuwu serta instansi terkait lainnya. Mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) bersama di aula Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Kamis (26/08/2021). Rakor tersebut terkait pelaksanaan kinerja bagi para kuwu definitif maupun lainnya sekecamatan Tukdana.

Perangkat desa adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa yang bertugas membantu kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa berada pada kepala desa, Namun pelaksanaan wewenang tersebut tentunya harus sesuai dengan mekanisme yang telah diatur.

Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017. Hal ini demi memastikan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dilakukan secara teruji dan terukur bukan atas perasaan suka dan tidak suka kepada orang tertentu.

Plt. Camat Tukdana H. Sutedi, S.Pd, M.Pd mengatakan ” Rakor tersebut berkaitan dengan pemerintahan desa, Posisi kepala desa bukan sebagai raja yang dapat menjalankan pemerintahan atas sekehendaknya saja. Termasuk dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, Melibatkan intuisi berupa like and dislike dengan mengesampingkan aturan adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan. Kondisi ini tidak lain adalah bentuk nepotisme, Pengisian jabatan di pemerintahan yang didasarkan pada hubungan bukan pada kemampuan. Akibat paling sederhana yang dapat ditimbulkan oleh praktik pengisian jabatan seperti ini dalam aspek pelayanan publik adalah adanya potensi maladministrasi dalam pemberian layanan akibat petugas yang tidak kompeten.” Tuturnya

Berdasarkan Permendagri tersebut diatur perangkat desa berhenti karena meninggal dunia, Permintaan sendiri, atau diberhentikan. Khusus untuk pemberhentian perangkat desa karena diberhentikan, Yang selama ini menjadi substansi pengaduan ke Ombudsman sebenarnya telah diatur dengan jelas pula tata caranya yakni dengan terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada Camat dan memperoleh rekomendasi Camat secara tertulis dengan berdasar pada alasan pemberhentian sesuai syarat yang diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa. Dengan menjalankan mekanisme tersebut secara taat dan patuh, Seharusnya pemberhentian perangkat desa tidak menjadi persoalan atau substansi.

Sutedi melanjutkan” Tidak dipungkiri bahwa menjalankan roda pemerintahan desa tentu sedikit banyak dipengaruhi pula oleh dengan siapa sang kepala desa mengayuh. Kepala desa tentu berhak memilih mitra’nya dalam bekerja melalui penempatan pada perangkat desa, memilih pihak yang dianggap dapat sejalan dengan visi dan misinya agar tercapai pemerintahan desa yang lebih baik. Namun alasan itu tidak dapat mengesampingkan kewajiban kepala desa untuk melakukan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa harus sesuai dengan alur prosedur yang telah diatur. Justru di sinilah ujian pertama seorang kepala desa, menunjukkan profesionalismenya, menjamin bahwa tidak terdapat konflik kepentingan yang dapat mengacaukan sistem pemerintahan,” Terangnya

” Selain itu, sudah menjadi kewajiban tugas saya untuk membina dan mengawasi kegiatan desa sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, bentuk monitoring kepala desa yang mengganti perangkat desa tanpa berkonsultasi dan rekomendasi tertulis cukup mencerminkan bahwa kecolongan tahap administratif,” jelas Sutedi.
(Anton K)

Share It.....