WBN │Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur secara tegas menyampaikan mereka menyambut baik tawaran mediasi yang diajukan oleh Camat Aesesa, Yakobus Laga Kota, untuk mempertemukan para pihak terkait dalam silang sengketa kepemilikan lahan tanah untuk pembangunan waduk Lambo.
Disaksikan media ini, musyawarah penetapan ganti kerugian pengadaan tanah pembangunan waduk Mbay/Lambo di Kabupaten Nagekeo yang dilaksanakan di Pepita Hotel, Kota Mbay pada tanggal 8 November 2021, saat memasuki sesi musyawarah bersama warga Persekutuan Adat Labolewa, nampak situasi cukup alot ketika warga meminta berbagai penjelasan atas segala temuan yang mereka dapatkan di lapangan maupun melalui dokumen administrasi yang menurut mereka telah terjadi tindakan tidak melalui proses dan prosedur yang baik dengan mereka selaku pemilik lahan.
Rangkuman liputan media ini saat musyawarah bersama warga adat Labolewa di Pepita Hotel, (08/11), tercatat sejumlah protes keras dilayangkan kepada Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Nagekeo.
“Keulayatan kami diakui, tanah kami diakui, kami juga sebagai pihak-pihak yang turut mendukung dengan cara menanda tangani rekomendasi survey lahan di daerah kami untuk pembangunan waduk. Semua itu serba diakui oleh negara. Tetapi pada saat pengukuran lahan hingga memasukan nama-nama pemilik lahan untuk urusan ganti rugi dan segala macamnya, nama-nama kami tidak muncul atau dihilangkan, bahkan hari ini kami diundang untuk bermusywarah, ya musyawarah untuk apa jika nama-nama keulayatan kami tidak ada dalam data. Padahal, lokasi tanah pembangunan waduk itu juga memakai berhektar-hektar tanah milik ulayat kami. Ada apa dengan semua ini?. Bahkan ada ulayat adat yang tanahnya mau dipakai untuk bangun waduk, tetapi mereka tidak diundang saat ini. Sudah bertindak menghilangkan nama-nama kami, tidak diundang juga. Lalu, kami lain yang diundang kesini, tetapi tidak terdata nama-nama kami. Ini praktek administrasi pembangunan macam apa”, ungkap Urbanus Papu.
Dalam kesempatan yang sama para tokoh adat Labolewa dan sejumlah generasi dari persekutuan adat setempat bersuara sangat keras, bahkan melontarkan mosi tidak percaya kepada Badan Pertanahan setempat dan para pihak terkait yang mereka sebut telah mencederai proses dan prosedur pengadaan tanah pembangunan waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo.
Alotnya forum musyawarah bersama warga adat Labolewa hingga terjadi deadlock pembahasan hampir sekitar setengah jam. Tuntutan warga adat Labolewa kepada Kepala Badan Pertanahan Nagekeo untuk membuka data dan peta koordinat-koordinat tanah waduk, sempat diwarnai situasi tidak saling mendengar karena permintaan untuk membuka data dan peta menurut warga cenderung tidak transparan.
Desakan untuk membuka data dan peta menjadikan suasana forum sempat terhenti dialog dan jedah beberapa saat.
Dalam suasana alot, Polres Nagekeo malalui Kasat Intel Iptu Servulus Tegu hingga meminta waktu untuk bicara. Dikutip media ini, Kasat Intel, Iptu Servulus Tegu dalam keterangannya meminta suasana tetap dijaga kondusif. Lebih lanjut, Iptu Servulus Tegu juga meminta kepada Kepala BPN Nagekeo Dominikus B. Insantuan, S. SiT, M. Pd agar membuka data peta kepada forum supaya segala bentuk perbedaan ataupun sanggahan bisa dibuka dan dipikirkan jalan penyelesaiannya.
Sementara, Camat Aesesa yang baru, Yakobus Laga Kota ikut memberikan masukan dan himbauan agar para pihak dapat menahan diri dan selanjutnya akan dipikirkan jalan keluar terbaik untuk mendukung pembangunan waduk Lambo.
Disaksikan media ini, Kepala BPN Kabupaten Nagekeo, Dominikus B. Insantuan, S. SiT, M. Pd dalam tanggapannya di hadapan forum menyampaikan dirinya tidak tertutup dan tidak bermaksud negativ apapun, sebaliknya kata dia, BPN Nagekeo menerima baik semua masukan, kritikan dan saran dari warga Labolewa dan untuk sejumlah hal yang dipertanyakan demi dilakukan perbaikan dan perbaikan.
“Saya tidak menutup data maupun peta, saya tidak bermaksud negativ apapun, saya menerima baik semua masukan maupun kritikan yang dialamatkan kepada saya dalam hal ini BPN Nagekeo. Bapak-Bapak tolong dengar saya dulu, mari kita secara bersama-sama membaca peta dan data, lalu jika ada hal yang tidak cocok atau kurang, kita benahi bersama, namun dengan menggunakan dasar-dasar hukum sebagai rambu-rambu bagi semua”, kata Kepala BPN Kabupaten Nagekeo, Dominikus B. Insantuan.
Perdebatan dan pengajuan aspirasi warga Labolewa dalam forum ini disambut baik oleh mantan Camat Aesesa, Oscar Sina yang sempat mengambil bagian menjawab sejumlah pertanyaan. Mantan Camat, Oscar Sina mengatakan dirinya tidak menentukan titik-titik koordinat sebagaimana yang diperdebatkan, dan bersedia hadir bersama jika pada waktunya ada mediasi untuk menemukan jalan keluar dari silang sengketa lahan tanah pembangunan waduk Lambo.
“Ada beberapa hal yang sangat mengganjal bagi kami dari Warga Persekutuan Adat Labolewa, yaitu lahan kami mau dipakai untuk bangun waduk, tetapi nama-nama suku ulayat kami dihilangkan. Berikutnya, tentang luas lahan, kami kaget karena ada penambahan ratusan hektar secara mendadak dan hal itu tanpa kami ketahui. Mohon semua data itu dibuka secara terang benderang. Selanjutnya, ada keanehan praktek, dimana belum dilakukan serah terima tanah, tetapi di lokasi sudah dipasang papan-papan pengumuman yang menerangkan ini tanah waduk. Begitu juga terkait pengukuran tanah, kami tidak dilibatkan, namun secara serta-merta dilakukan pengukuran tanah. Jangan dulu bicara mau ganti rugi, karena banyak proses dan prosedur tidak dilaksanakan. Belum lagi bicara satuan harga dan segala macam pembiayaan atas tanah untuk waduk, itu jauh dari pengetahuan kami sebagai masyarakat sebab kami tidak pernah menerima sosialisasi terbuka untuk segala macam urusan itu”, pungkas para Tokoh Adat Persekutuan Labolewa, Nagekeo di hadapan forum musyawarah, (8/11).
Meski cukup alot, silang sengketa pendapat antara Warga Persekutuan Adat Labolewa dan BPN Nagekeo serta para pihak, nampak berujung kesepahaman sementara, saat Camat Aesesa, Yakobus Laga Kota maju menawarkan mosi mediasi para pihak yang akan segera dijadwalkan.
“Saya minta kita semua saling menahan diri dan saya ajukan tawaran, bahwa saya siap mediasi para pihak untuk duduk baik-baik dan saling bicara dengan rasa kekeluargaan adat budaya kita lalu membicarakan semuanya memutuskan jalan keluar terbaik untuk pembangunan waduk. Kita semua mendukung pembangunan waduk, Opa, Nenek, Bapak, Mama, Kakak Adik semua yang hadir dalam forum ini pun beritikad baik yakni mendukung pembangunan waduk, maka izinkan saya untuk menawarkan solusi mediasi dalam waktu dekat kita tempuh itu”, ungkap Camat Aesesa, Yakobus Laga Kota.
Disaksikan WBN, walau sempat terjadi protes dan saling bantah, namun tawaran baik Camat Aesesa, Yakobus Laga Kota akhirnya diterima oleh para pihak, yakni Persekutuan Adat Labolewa dan pihak-pihak ulayat setempat untuk meluruskan kembali hak-hak tanah di lokasi, yang sebelumnya diperdebatkan atas temuan sejumlah data yang diperdebatkan.
Dikutip WBN, para tokoh dari Persekutuan Adat Labolewa dalam pernyataan terbuka dalam forum musyawarah mengatakan menerima tawaran mediasi untuk menemukan solusi, namun untuk sementara mereka melarang jangan ada aktifitas atas nama waduk di lokasi milik mereka sebelum ada penuntasan secara baik dan benar.
“Baik lah, kami menerima tawaran mediasi yang disampaikan oleh Pa Camat Yakobus Laga Kota, tetapi jangan ada aktifitas atas nama waduk dulu, sebelum ada kesepakatan-kesepakatan bersama yang dihasilkan bersama. Mediasi tersebut tidak bisa hanya menghadapkan kami warga adat dengan para pihak, tetapi kami akan bersama lembaga-lembaga advokasi hukum karena kami juga mau mengantisipasi secara hukum atas semua proses dan peristiwa yang terjadi saat ini dan juga untuk masa-masa mendatang”, tutup para Tokoh Adat Labolewa, Urbanus dan para tokoh lainnya.
WBN│Tim│Wil│Editor-Aurel