
Sumber foto Desain Kantor Bupati Padang Lawas (Analisadaily/Istimewa)
Yang mana yang lebih dahulu: marga atau adat?
Keduanya dalam hal tertentu memiliki kaitan yang satu dengan yang lainnya. Marga di Tanah Padang Lawas berbeda dengan marga di Lampung.
Namun antara satu marga dengan marga lainnya di Bumi Padang Lawas memiliki kesamaan. Persamaan utamanya adalah marga dipandang sebagai kesatuan genealogis (bukan teritorial).
Antar satu marga dengan marga yang lain terbentuk jaringan sosial budaya masyarakat yang disebut inti adat (core culture).
Hubungan antar marga itu di dalam core culture di wilayah Padang Lawas disebut sebagai Adat Dalihan Natolu
Dimana Nenek Moyang Marga Asli Pribumi Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Padang Lawas langsung dari Bona Bulu/Asal Marga di daerah Silindoeng dan Toba.
Marga dalam pengertian genealogis tentu saja tidak hanya di Tanah Toba. Marga secara genealogis dalam arti umum direpresentasikan sebagai keturunan yang kerap dijadikan sebagai family name (nama keluarg) yang pada setiap nama individu diidentifikasi sebagai last name. Meski tidak seperti marga di Bona Bulu(Daerah Asal Keturunan/Silsilah) pemahaman marga (family name) ini dalam tradisi Eropa sudah berlangsung lama (dapat diperhatikan pada sejak era VOC).
Tradisi Arab dalam hal keturunan ini diidentifikasi dengan penambahan kata bin atau binti. Jika merujuk pada penulisan nama, secara individu dalam tradisi Arab namanya menjadi panjang (seberapa jauh generasi diatasnya yang ingin dijangkau). Namun dalam perkembangannya sejak era Hindia Belanda, orang-orang Arab mulai memperkenal nama marga (sebagaimana orang Eropa dan sejumlah etnik pribumi seperti orang Toba). Sementara marga dalam tradisi orang Padang Lawas tidak sekadar penanda navigasi keturunan, lebih luas dari itu tetapi yang paling utama dalam hubungan Adat Harajaon Bona Bulu (Daerah Asal Silsilah Raja Pribumi) atau Serikat Marga Raja Raja Inti dalam bentuk Dalihan Natolu (Adat dalam hubungan Keluargaan). (NN)
Bersambung…