
Belakangan diketahui, surat rintjik itu adalah hasil “kawin paksa” atas dua surat tanah, yakni Persil 6 D I milik Tjoddo di Kilometer 18, dengan Kohir 51 C I milik Sia di Kilometer 17. Selanjutnya, kemelut hidup Dg Nai pun kian kelam.
Tiga serangkai: Doktor Andrean Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Achmad Reza Ali, hadir mengikuti jejak Karaeng Ramma di Kilometer 18.
Modus ketiga serangkai ini, sama persis dengan yang dilakukan Karaeng Ramma, yakni menggunakan surat yang bukan peruntukannya di Kilometer 18. Surat itu adalah SHM 490/1984 Bulurokeng, atas nama Annie Gretha Warouw.
Seiring berjalannya waktu, setelah terjadi aksi saling gugat antara Keluarga Tjonra Karaeng Tola dengan tiga serangkai tersebut, yang dimenangkan Keluarga Tjonra Karaeng Tola, tanah di Kilometer 18 itu berpindah tangan ke PT Inti Cakrawala Citra (ICC).
Proses pindah tangan terjadi lewat transaksi jual beli pada 2014, antara PT ICC dengan Keluarga Tjonra Karaeng Tola, dengan modal surat berupa SHGB 21970, terbitan 13 April 2016.
Keabsahan dari surat inilah yang digugat Dg Nai, dengan melakukan berbagai upaya hukum, mulai dari penutupan paksa lahan usaha Indogrosir, hingga mengadu ke sejumlah institusi, termasuk ke Presiden Joko Widodo.
“Pengaduan kepada Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia ini, adalah salah satu upaya saya juga untuk mengambil kembali tanah di Kilometer 18 itu,” tegas Dg Nai.
Mengingat yang namanya usaha tidak pernah mengkhianati hasil, Dg Nai pun yakin benar: perjuangannya kelak tak akan berujung sia-sia.(Her)