PKK NTT dan Aktivis Nilai Terapan Pasal Kasus Mantan Kapolres Ngada Belum Optimal

Media Warisan Budaya Nusantara

Ibu Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur, Mindriyati Laka Lena bersama Vera J. Asadoma, temui Aktivis Suara Keadilan untuk Korban Pelecehan Seksual dan TPPO oleh Mantan Kapolres Ngada.

Suasana serius penuh harap selimuti Rumah Jabatan Gubernur NTT di Kupang, pada Selasa (15/4/2025), Ibu Gubernur dan Wakil Gubernur mengundang sejumlah aktivis perempuan dan anak, membahas secara mendalam perkembangan kasus kekerasan seksual serta dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyeret nama mantan Kapolres Ngada, dengan korban utama anak-anak di bawah umur.

Temu pendalaman yang dilakukan merupakan kelanjutan dari advokasi sebelumnya yang dilakukan oleh Mindriyati Laka Lena terkait kasus yang cukup menyedot perhatian nasional, kasus mantan Kapolres Ngada.

Sebelumnya, Mindriyati bersama Forum Perempuan Diaspora NTT di Jakarta telah membawa kasus ini ke sejumlah lembaga nasional seperti Komnas HAM dan LPSK.

Diketahui kasus yang dilakukan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, tidak hanya menimpa satu korban, tetapi dilakukan pada sejumlah korban yang masih di bawah umur.

Seorang korban dewasa bahkan menjadi Tersangka atas dugaan keterlibatan menyalurkan korban anak-anak kepada pelaku utama, oknum mantan Kapolres Ngada.

“Kami berharap gerakan kelompok masyarakat sipil di Jakarta serta NTT bersatu padu, berkolaborasi mengawal kasus ini”, ujar Ibu Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur, Mindriyati Laka Lena bersama Vera J. Asadoma.

Hadir dalam pertemuan ini sejumlah aktivis lintas jaringan yang selama ini vokal dalam isu perlindungan perempuan dan anak di NTT, RD. Leonardus Mali, Pr (J-RUK Kupang), Ruth Laiskodat (Kadis DP3AP2KB NTT), Ansy Rihi Dara (LBH Apik NTT), Ester Mantaon (Rumah Harapan GMIT), Marince Safe (Rumah Harapan GMIT), Marce Tukan (LPA NTT), Anna Djukana (LPA NTT), Veronika Ata (LPA NTT), Leny Korang (Rumah Perempuan), Libby SinlaloE (Rumah Perempuan), Inka Maramis (Aktivis Sumba Tengah), TH M. Florensia (Bapperida NTT), dan Maria Inviolata (FH Undana).

Dalam temu pendalaman tersebut, para aktivis menilai langkah hukum yang diambil belum cukup. Polisi baru menerapkan dua pasal yakni UU TPKS dan UU ITE.

Menurut mereka, fakta lapangan menunjukkan unsur pelanggaran jauh lebih kompleks, meliputi dugaan TPPO, UU Perlindungan Anak, UU Anti-Pornografi, hingga dugaan keterlibatan narkoba.

Para Aktivis menilai agar pasal-pasal tersebut segera ditambahkan dan pelaku diproses tanpa perlindungan jabatan atau institusi.

“Kasus ini mencoreng institusi kepolisian dan melukai rasa keadilan masyarakat. Lebih dari itu, ini adalah cermin nyata dari kegagalan sistemik dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual dan perdagangan manusia. Fakta bahwa pelaku adalah aparat aktif menambah urgensi untuk memastikan proses hukum berjalan dengan transparan dan adil”, kata para Aktivis.

Mindriyati Laka Lena Vera J. Asadoma menegaskan komitmen mereka untuk mengawal kasus dan memastikan korban mendapatkan pendampingan dan perlindungan maksimal.

WBN News

Share It.....