
WBN|SULUT-Kisah memilukan dimulai pada bulan Juli 2024 ketika Yoris Tilaar, Minahasa Sulawesi Utara berjuang untuk menuntut keadilan atas kematian putranya, Brev. Brev, yang sebelumnya tampak sehat, tiba-tiba jatuh sakit dan harus dirawat di RS Siloam Sonder.
Ketika ia pulang setelah sepuluh hari dirawat, segalanya berubah. Bukannya pulih, kondisi Brev semakin memburuk sehingga ia tidak mampu berjalan, membuat hati ibu Carla Rotinsulu terisi kecurigaan dan kecemasan.
Ketika di rumah, proses memberi makan menjadi tantangan, karena mulut dan bibir Brev dipenuhi luka bakar yang menyakitkan. Ibu Carla merasakan bahwa ada yang salah. Dia bergegas membawa Brev kembali ke rumah sakit, tetapi sayangnya perjalanan itu tragis; setibanya di RS Siloam Sonder, Brev dinyatakan telah meninggal dunia. Kesedihan dan kepedihan menimpa keluarga, dengan berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak orang tua Brev tentang apa yang sebenarnya terjadi pada putra mereka.
Perjuangan menuju keadilan dimulai pasca tragedi ini 2024. Keluarga Brev meyakini bahwa kematian putra mereka adalah akibat dari kelalaian medis, kekurangan perhatian dari tim medis, dan dampak dari pengobatan yang tidak memadai. Pernyataan dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia kemudian mengonfirmasi pelanggaran disiplin dalam penanganan medis yang menyebabkan bencana ini. Seakan menambah luka, tawaran kompensasi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit diterima dengan skeptis oleh keluarga, menegaskan bahwa permasalahan ini lebih besar dari sekadar materi.
Putusan Majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia,amar putusan sidang ditemukan adanya pelanggaran disiplin dalam penanganan medis,untuk dasar ke pidana dan perdata,UU no 17 tahun 2023,UU Lex spesialis.perkonsil KKI nomor 13 pasal 3 huruf f, bahwa dokter tidak memberikan asupan medis yang memadai yang membahayakan pasien,….apalagi anak saya meninggal..menurut keterangan bahwa anak saya kena sindrom Steven Johnson..adalah reaksi Alergi karena obat..dari seorang dokter praktek awalnya..kemudian di rumah sakit dokter tidak memberikan asupan medis yang memadai menurut putusan sidang MKDKI, direktur menawarkan uang katanya melalui seorang perawat…sebesar 50 juta tetapi…ada embel embelnya…katanya diakonia,mar kalu kurang mo tambah noh…masa diakonia kita mo minta tambah…semua kita da rekam,dokumentasi ada…dokter dokter tanpa minta maaf,tanpa rasa bersalah,sesuai putusan MKDKI…ada ditemukan pelanggaran…sambil lalu saja…rasa sedih dan kehilangan terus ada dihati.. trauma mendalam..nyawa anak saya sama dengan nyawa saya …darah daging saya…jika hukum dunia tidak menyentuh kalian ada hukum akhirat..bukan soal uang tapi soal kehidupan atau nyawa..Kain membatasi hidup Habel bukan rancangan Tuhan,rancangan Tuhan damai sejahtera bukan kecelakaan..kelalaian manusia,bisa membatasi hidup…pembunuhan juga adalah membatasi hidup manusia bukan kehendak Tuhan..tentunya juga ada batas waktu hidup manusia di dunia dengan waktu Tuhan…setelah mempelajari mendalam untuk kasus bravely,juga bertanya konsultasi dengan teman teman dokter,bahwa ada dugaan kelalaian medis, dugaan kesalahan treatment…
Di saat Yoris dan Carla mencari keadilan, trauma mendalam menempel di hati mereka. Mereka merindukan nyawa sang anak, yang bagi mereka sama pentingnya seperti darah daging mereka sendiri. Keluarga percaya bahwa keadilan sejati tidak hanya diukur dengan hukum dunia, tetapi juga ada urusan di akhirat. Dengan harapan yang tak padam, mereka terus berjuang untuk suara Brev didengar, menuntut agar para pelanggar dipertanggungjawabkan atas kelalaian yang telah merenggut hidupnya. Kain maut tidak ditentukan Tuhan; sebaliknya, kesalahan manusia dapat menghilangkan kehidupan yang berharga. Dengan sepenuh hati, keluarga memohon agar kebenaran diungkap dan keadilan ditegakkan.
Pewarta Daniel
Editing Ndra