Penulis: Andito Suryo
Langit Jakarta makin padat, bukan cuma sama awan tapi juga deretan kaca dan beton yang terus tumbuh tiap bulan. Dari arah selatan sampai pusat kota, gedung-gedung baru berdiri kayak simbol optimisme ekonomi yang lagi naik daun di 2025.
Fenomena ini bukan cuma pemandangan visual buat para pemburu foto skyline, tapi juga indikator serius soal arah investasi di ibu kota. Dalam tiga bulan terakhir, data dari Asosiasi Real Estat Indonesia (REI) mencatat pertumbuhan proyek properti komersial dan apartemen kelas menengah ke atas naik hampir 12 persen dibanding tahun lalu.
Banyak investor asing mulai melirik kawasan Sudirman, Gatot Subroto, dan Kuningan sebagai spot strategis buat ekspansi bisnis. Gedung-gedung baru yang muncul itu jadi bagian dari tren mixed-use development — konsep di mana satu bangunan bisa berfungsi ganda, dari kantor, hunian, sampai ruang komunal.
“Investasi properti di Jakarta sekarang bukan lagi soal prestise, tapi kebutuhan. Perusahaan mau efisien, karyawan mau dekat kerja, semuanya nyari tempat yang nyatu antara fungsi dan gaya hidup,” ujar salah satu konsultan properti, Randy Mahesa, ketika dihubungi, Rabu (22/10).
Di sisi lain, muncul juga kekhawatiran soal ketimpangan ruang. Nggak semua masyarakat bisa menikmati “kenaikan vertikal” ini, karena harga lahan dan sewa terus melesat. Tapi, buat pemerintah daerah, geliat pembangunan ini tetap dianggap sinyal positif setelah sempat melambat pascapandemi.
“Kami optimis pertumbuhan sektor properti bakal bantu pemulihan ekonomi, terutama lewat lapangan kerja dan pajak daerah,” kata Andini Rahma, pejabat Dinas Tata Kota DKI Jakarta.
Sekilas, deretan gedung kaca yang berdiri di antara langit putih Jakarta memang tampak dingin dan steril. Tapi di balik refleksi birunya, ada cerita tentang pergerakan uang, ambisi, dan kota yang nggak pernah berhenti tumbuh.
Note: Ini adalah artikel Kiriman Pembaca Sahabat WBN, Redaksi memberi ruang bagi pembaca untuk menyampaikan gagasan dan pengalamannya, baik Artikel Berita atau Opini.
