TSK Dugaan Korupsi Pembangunan Pasar Danga, Prematur Dan Error In Persona
Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya dan Lawyer

Oleh : Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya dan Lawyer

Lazimnya di dalam pembuktian perkara perdata dan pidana terdapat perbedaan prinsipiil. Dalam perkara perdata acara pembuktian untuk mendapatkan kebenaran formal. Hal tersebut dapat dilihat dalam acara sidang pembuktian dimana baik penggugat atau tergugat pasti yang terpenting adalah bukti surat, saksi dan lain lainnya.

Sebaliknya dalam pembuktian tindak pidana yang dicari adalah kebenaran materiil (yang sesungguhnya terungkap di persidangan). Makanya alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan terakhir keterangan terdakwa.

Jadi, bukan keterangan terdakwa yang pertama ditampilkan di muka persidangan. Artinya silogisme berpikir hukum perdata dan pidana sangat berbeda.

Atas dasar hal ini menarik mengkaji makna pernyataan pejabat tata usaha negara Pemkab Nagekeo dalam hal ini Bupati Johanes Don Bosco dalam kapasitas sebagai penanggungjawab tertinggi dalam hal pengelolaan keuangan dan aset aset daerah (negara). Dan, Kapolres Nagekeo AKBP Yudha sebagai aparat penegak hukum yang sudah menetapkan tersangka atas kasus dugaan pembangunan Pasar Danga.

Penyidik Polres Nagekeo rasanya sangat hati hati ketika mulai melakukan penyelidikan untuk mendapatkan bukti permulaan yang cukup (sekurangnya 2 alat bukti) lalu ditingkatkan ke penyidikan dengan adanya upaya paksa sampai penetapan tersangka.

Sudah pasti kebenaran (bukti materiil) terpenuhi keterangan saksi, ahli, serta keterangan tambahan dari tersangka serta sudah pasti adanya kerugian negara. Kapolres Nagekeo sangat konkrit menjelaskan dalam keterangan pers saat peninjauan lapangan Pasar Danga bersama para tersangka serta kuasa hukum tersangka Kornelis Soi, SH, bahwa ada 4 gedung lama di robohkan dan tanah bekas bangunan tersebut tidak ada bangunan baru. Dan, bangunan yang dirobohkan itu masih tercatat sebagai barang atau aset milik negara.

Disini letak kerugian negara menurut Polres Nagekeo. Lebih lanjut Kornelis Soi kuasa hukum para tersangka menerangkan pemusnahan aset berupa 4 unit Gedung los Pasar Danga tahun 2019 murni perintah Bupati Johanes Don Bosco.

Kemudian baru dilakukan usul penghapusan aset yang sudah musnah, bukan yang belum musnah. Dalam usul penghapusan aset oleh Bupati itu yakni Aset yang tercatat di Kartu Inventaris Barang (KIB ) C point 12 yaitu bangunan Pasar 4 unit senilai Rp.333.621.750.

Dan melalui disposisi Bupati Nagekeo dengan kata “laksanakan” walaupun tambah tambah dengan kalimat sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Perintah laksanakan itu untuk aset senilai Rp. 333.621.750 bukan aset yang nilainya nol rupiah.

Kemudian diperintahkan lagi untuk pemusnahan aset 08 Januari 2019. Oleh karena itu Dinas Koperindag tidak bertanggung jawab terhadap kasus pemusnahan aset tersebut, sebab 4 gedung tersebut masih tercatat dalam KIB C point 12.

Dari sini terlihat jelas adanya dugaan kuat keterlibatan Bupati Johanes Don Bosco bahwa dalam konteks hukum administrasi (negara) nota dinas atau disposisi atasan kepada bawahan berimplikasi terhadap adanya tanggunggugat dan tanggungjawab dari pemberi disposisi yakni Bupati Nagekeo.

Apalagi dalam hal ini, Kadis Koperindag yang sekarang sebagai tersangka ketika itu tidak mendapat Surat Keputusan sebagai pengguna barang bersama Sekertaris Dinas Koperindag Imosensius Panda.

Atas dasar logika hukum, Bupati sebagai pemegang kekuasaan penggunaan barang dan keuangan di Pemkab Nagekeo wajib dimintakan pertanggungjawaban hukum atas dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Pasar Danga.

Perlu diingat bahwa di dalam tata kelola pemerintahan berdasarkan Undang Undang No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan tidak bisa hanya menitik beratkan pada aspek manfaatnya saja.

Dalam arti pembangunan Pasar Danga sudah berfungsi para pedagang mendapatkan tempat yang memadai. Sebagai alasan pembenaran bagi hal hal prinsip lainnya yang telah dilanggar.

Misalnya asas kepastian hukum, apakah 4 gedung yang dibongkar melanggar peraturan keuangan dan perbendaharaan negara atau tidak? Apakah perintah pembongkaran 4 gedung oleh Bupati terhadap Kadis PUPR ketika itu dengan alat eksavator sudah melalui kajian yang cermat sehingga tidak melanggar asas kecermatan? Jika melalui kajian yang cermat, maka tidak mungkin ada yang harus jadi tumbal.

Apakah adanya disposisi Bupati Nagekeo terhadap pemusnahan 4 gedung tersebut tidak dikategorikan tindakan penyalahgunaan kewenangan? Ketika mendengar keterangan pers dari Bupati Johanes Don Bosco bahwa bangunan direvitalisasi masih berdiri kokoh.

Jujur saja pernyataan Bupati Nagekeo ini menjadi blunder bagi dirinya sendiri. Jika dikatakan bangunan direvitalisasi berarti gedung tidak dirobohkan tetapi direhab saja diperbaiki disesuaikan peruntukannya tetapi kenyataan di lapangan 4 gedung itu sudah dirobohkan berdasarkan hasil peninjauan Tempat Kejadian Perkara (TKP) oleh Kapolres dan Kuasa Hukum para tersangka.

Atas dasar fakta hukum dan bukti bukti yang sementara jika Bupati Johanes Don Bosco tidak ditetapkan ikut bertanggungjawab maka penetapan para tersangka atas dugaan korupsi Pasar Danga sangat prematur termasuk adanya error in persona.

Penulis : Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya dan Lawyer, (06/04/2023)

 

Kabar WBN, Berita terkait : 

Share It.....