Oleh : Dede Farhan Aulawi (Ki Jaka Sunda)
Gunung Galunggung, yang terletak di wilayah Priangan, Jawa Barat, telah lama menjadi titik penting dalam lanskap geografis, budaya, dan spiritual masyarakat Sunda. Walaupun secara arkeologis Galunggung belum dikukuhkan sebagai pusat peradaban besar seperti Mesopotamia atau Mohenjo-Daro, banyak indikasi historis, geologis, dan mitologis yang mengarah pada kesimpulan bahwa kawasan ini pernah menjadi ruang interaksi manusia purba yang intens, bahkan mungkin pusat awal perkembangan komunitas Sunda kuno. Tulisan saya ini menelaah kemungkinan tersebut melalui tiga pendekatan utama, yaitu jejak sejarah, kosmologi Sunda, dan konteks geologi purba.
*Jejak Historis dan Arkeologis di Sekitar Galunggung*
Secara historis, kawasan Galunggung masuk dalam wilayah inti perkembangan kerajaan-kerajaan Sunda awal, seperti Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Meskipun pusat kerajaan tidak berada tepat di lereng Galunggung, daerah ini menjadi ruang ekologi penyangga yang menyediakan sumber air, tanah subur, dan perlindungan alam.
Beberapa poin penting :
a. Jejak Permukiman Purba. Di sekitar Priangan dan Tasikmalaya, ditemukan indikasi struktur batu tegak (menhir) dan batu datar (dolmen), pola hunian tradisional yang mengikuti kontur bukit, situs-situs pemujaan kuno yang merujuk pada penghormatan kepada roh gunung. Pola ini lazim ditemukan di kawasan yang menjadi basis peradaban agraris awal di Nusantara.
b. Peran Galunggung dalam Genealogi Penguasa Sunda. Naskah-naskah kuno seperti Carita Parahyangan dan silsilah raja Sunda menyebut tokoh Rakai Galunggung sebagai salah satu leluhur penting. Munculnya nama “Galunggung” sebagai gelar menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki nilai politis dan spiritual dalam proses pembentukan legitimasi kekuasaan.
*Galunggung dalam Mitologi Sunda Kuno*
Dalam kosmologi Sunda, gunung bukan hanya fenomena alam, tetapi pusat orientasi peradaban. Konsep kabuyutan (tempat suci leluhur) sering berlokasi di daerah tinggi atau sekitar gunung, karena dianggap sebagai wilayah yang paling dekat dengan alam suci (buana luhur). Galunggung dalam tradisi lokal memegang beberapa posisi penting :
a. Simbol Kesucian dan Keseimbangan. Nama “Galunggung” dalam beberapa tafsir etimologis dikaitkan dengan galung = parit atau pemisah, ggung = tinggi atau agung. Secara simbolis, Galunggung dipandang sebagai benteng alam yang memisahkan dunia profan dari dunia suci leluhur.
b. Mitos Letusan dan Kehancuran Peradaban Lama. Sejumlah cerita rakyat di Tasikmalaya mengisahkan peradaban tua yang hilang akibat murka gunung, pemukiman besar yang tenggelam oleh lahar atau danau purba, dan nenek moyang yang bermigrasi setelah bencana besar. Narasi semacam ini sering menjadi refleksi memori kolektif tentang perubahan alam besar yang mengubah struktur masyarakat purba.
*Dimensi Geologi : Mengapa Gunung Galunggung Mendukung Perkembangan Peradaban Awal?*
Secara geologi, Galunggung merupakan gunung api aktif yang telah meletus berulang kali selama ribuan tahun. Letusan purba, ribuan tahun sebelum letusan besar 1822 dan 1982–83, kemungkinan membentuk lembah subur akibat endapan vulkanik, mata air panas dan dingin yang mendukung kehidupan, dan danau-danau vulkanik purba yang menjadi pusat pemukiman. Dalam arkeologi dunia, daerah vulkanik seperti ini sering menjadi sarang perkembangan peradaban awal, karena tanahnya sangat subur → pertanian berkembang, suhu lebih sejuk → kesehatan masyarakat lebih baik, dan bentuk geografi defensif → melindungi dari serangan luar. Galunggung memiliki semua kondisi tersebut.
*Potensi Galunggung sebagai Pusat Peradaban Purbakala*
Dengan menggabungkan tiga dimensi, yaitu arkeologis, mitologis, dan geologis maka muncul hipotesis bahwa Galunggung :
– Pernah menjadi pusat spiritual Sunda Kuno, tempat ritual leluhur dilakukan.
– Menjadi lokasi awal permukiman besar, terutama di hilir sungai Ciwulan, Citanduy, dan aliran lain yang bersumber dari Galunggung.
– Berperan sebagai katalis pembentukan identitas Sunda, terutama melalui konservasi budaya kabuyutan.
– Memiliki jejak peradaban yang mungkin masih tertimbun endapan vulkanik purba, sehingga belum banyak ditemukan artefaknya.
Hipotesis ini tidak berlebihan mengingat banyak pusat peradaban besar dunia ditemukan di dekat gunung berapi, seperti Jepang (Fuji), Italia (Vesuvius), bahkan peradaban Maya di dataran tinggi vulkanik.
*Tantangan Penelitian dan Peluang Masa Depan*
Arkeologi di Galunggung masih minim. Banyak zona masih tertutup hutan, lahar, dan permukiman baru. Tantangan penelitian mencakup keterbatasan ekskavasi skala besar, minimnya dokumentasi sistematis situs megalitik, dan narasi budaya lokal yang belum banyak ditelaah secara ilmiah. Namun peluangnya sangat besar, yaitu potensial mengungkap sejarah awal masyarakat Sunda, membuka gambaran baru peradaban Priangan purba, dan mendukung pengembangan geowisata dan pendidikan sejarah.
Dengan demikian, Galunggung bukan hanya gunung api aktif, tetapi juga titik sentral dalam lanskap peradaban Sunda purbakala. Melalui kombinasi kekayaan geologis, memori mitologis, dan indikasi historis, kawasan ini dapat ditafsirkan sebagai salah satu pusat awal pembentukan budaya dan sosial masyarakat Priangan. Dengan penelitian yang lebih serius dan terintegrasi secara arkeologi, geologi, antropologi, dan filologi maka Galunggung berpeluang mengungkap lapisan-lapisan peradaban yang selama ini tersembunyi di balik lerengnya.
