WBN │Dambaan anak difabel, Yohanes De Brito Moti, kini berusia 19 tahun, anak ke enam, tujuh bersaudara dari pasangan pernikahan Benediktus Pawo – Ibu Yuliana Meo, warga RT 09 Dusun Boradho, Kampung Boradho, Desa Bomari, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur menoreh catatan haru.

Yohanes De Brito mendambakan boleh mendapat perhatian bantuan mendapatkan sepasang kaki palsu agar bisa beraktifitas secara lebih nyaman dalam kesehariannya sebagai kaum difabel di kampung halamannya, Boradho Kabupaten Ngada.

Rinto putus sekolah di bangku Kelas IV SD Ngedukelu Bajawa Kabupaten Ngada Flores. Sejak bangku Kelas Sekolah Dasar Rinto tidak luput mencatat record peringkat kelas. Saat duduk di Kelas IV SD Ngedukelu, Rinto sempat menoreh Juara 1 melukis hingga menyabet Piala Seni Lukis tingkat Sekolah Dasar.

Ditemui crew Pers Warisan Budaya Nusantara di rumah kediamannya (15/6/2020) Yohanes De Brito Moti yang biasa disapa Rinto mencurahkan dambaannya untuk bisa memperoleh sepasang kaki palsu agar dirinya bisa leluasa menjalani keseharian hidupnya di kampung.

Dibalik keterbatasan fisik yang dimilikinya sejak lahir, Rinto ternyata mempunyai bakat seni melukis yang lumayan membanggakan.

Dengan kondisi kedua kaki dan kedua tanggan nya yang tidak seperti orang kebanyakan, Rinto ternyata memendam jiwa seni melukis dalam segala keterbatasan kondisi yang melingkarinya.

Meski tidak didukung dengan peralatan gambar memadai guna dapat melukis karya-karya seni sesuai harapannya, dengan bermodal pena dan beberapa spidol, hari-hari Rinto dilalui dengan usahanya yang selalu mencorat-coret lukisan pada berbagai helai kertas, pada dinding kamar tidur kawan karibnya dan juga di beranda kamar tidurnya sendiri.

Rinto mengaku akan terus belajar melukis banyak hal, tetapi oleh keterbatasan yang dimilikinya, termasuk keterbatasan dukungan peralatan buat melukis, dambaan untuk mewujudkan karya-karya seni Rinto mengalami kesulitan besar untuk diwujudkannya.

Dalam mimpi-mimpi nya tentang hidup, tidak jarang pihak keluarga meneteskan air mata tatkala melihat Rinto menangis seorang diri di dalam kamarnya.

Ayah kandung Rinto, Benediktus Pawo menuturkan, beberapa kali dirinya terdiam, tidak dapat berkata-kata kala menyaksikan Rinto duduk seorang diri sambil meneteskan air matanya dalam diam.

Kisah Air mata Rinto anak difabel membuat crew Pers WBN tertantang untuk bisa mengetahui apa gerangan Rinto yang seringkali menyendiri lalu menetesi air mata sedih.

Beberapa kali ditanyai crew Pers, Rinto mengelak untuk menjawab. Upaya adaptasi cepat menciptakan kedekatan Rinto bersama crew Pers, dan akhirnya Rinto menjawab, bahwa sesungguhnya ada yang dirisaukannya.

Ternyata Rinto merisaukan masa depan hidupnya. Bagaimana hidupnya sebagai kaum difabel di masa depan sana, di tengah tuntutan ekonomi hidup di tengah kampung dan sesama warga.

Rangkulan persaudaraan dari wartawan memang tidak dapat memberikan jawaban dan harapan apa-apa bagi Rinto. Namun, dalam rangkulan keakraban yang dibangun oleh wartawan, Rinto akirnya membisikan hal yang disembunyikannya dalam dambakan.

“Saya mendambakan bisa mendapatkan sepasang kaki palsu untuk bisa beraktifitas seperti orang lain. Untuk menggambar, saya tidak mempunyai peralatan. Tetapi kalau saya memiliki peralatan, saya akan terus menggambar dan terus belajar melukis yang jauh lebih baik dari hari ini”, kata Rinto.

Tidak disangka, Rinto memang memiliki keterbatasan fisik, namun nalurimya untuk hidup dan berkarya ternyata sangat bergelora, meskipun Rinto tidak tahu bagaimana menggapainya.

Rinto bercita-cita memiliki sepasang kaki palsu, memiliki sebuah perkiosan kecil untuk kesehariannya dan di samping kios kecilnya itu Rinto mendambakan bisa mendesain sebuah ruangan kecil sebagai studio kecil lukis ala kadar, dimana di tempat itulah Rinto bisa menuangkan seluruh pikiran dan imaginasinya pada karya lukisan gambar yang lebih bermakna untuk kehidupan.

Sebuah cita-cita hidup yang sangat hebat dan menggugah siapa saja yang mendengarnya. Meski Rinto tidak tahu bagaimana jalannya untuk bisa mewujudkan dambaan-dambaannya sebagai kaum difabel di tengah hiruk pikuk dunia saat ini.

WBN │Camera De Paulo Kevin │Red. NTT Aurel Do’o│Redpel WBN RI-Indra

SAKSIKAN TAYANGAN KABAR  DIBAWAH INI !!!

 

 

Share It.....