WBN │Kabupaten Nagekeo dengan julukan the heart of Flores atas letaknya yang berada di tengah-tengah Pulau Flores, NTT mempunyai daya tarik kuliner istimewa bernama Nakeng Lebu atau olahan daging domba.
Kenikmatan olahan daging domba sebagai menu tradisi Nagekeo atau Nakeng Lebu mempunyai cita rasa sangat istimewa dan diyakini tidak sama dengan olahan daging domba di manapun.
Tidak hanya kelezatan rasa dagingnya saja, tetapi kuahnya yang diramu super khusus dengan campuran daun asam muda, telah diakui oleh semua kalangan dan para pencinta kuliner bahwa cita rasa daging domba olahan masyarakat di dataran Mbay Nagekeo sangat unik, sangat lezat, tidak sama jika dibanding dengan olahan daging domba daerah luar lainnya.
Olahan daging domba Nagekeo diyakini yang paling enak dari olahan daging domba daerah lainnya di Indonesia. Di Nagekeo sajian daging domba atau Nakeng Lebu selalu dipadukan dengan nasi dari beras lokal asli Mbay Nagekeo Flores.
Bagi masyarakat Nagekeo dataran Kota Mbay, pengolahan Nakeng Lebu sangat memperhatikan proses pengolahannya agar menghasilkan cita rasa tinggi dengan aroma kelezatan yang tidak sama dengan olahan daging domba dari daerah-daerah lain.
Pengolahan daging domba di Nagekeo diperhatikan mulai dari proses awal pada saat domba akan di sembelih. Seseorang yang akan menyembeli domba haruslah orang dewasa secara usia maupun dari aspek budaya, serta terbebas dari penyakit kronis dan haruslah orang yang diakui taat beribadah. Apabila tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut, masakan daging domba yang dihasilkan akan berbau amis.
Nakeng Lebu juga menjadi pilihan sajian adat budaya yang disajikan pada saat acara perkawinan (belis), ritual pendewasaan potong gigi, kenduri dan sejumlah acara adat lainnya.
Dari aspek kesehatan, Nakeng Lebu dipercaya oleh Masyarakat Nagekeo sebagai makanan yang berfungsi sebagai penambah darah, meningkatkan vitalitas pria serta mampu mengembalikan kebugaran tubuh setelah aktivitas berat.
Nakeng Lebu Di Ujung Tanduk
Meskipun menu Nakeng Lebu sebagai primadona Nagekeo, berkesan ikon kuliner tradisi, namun perkembangan zaman menunjukan populasi domba di Nagekeo terus berkurang dengan sangat drastis dari tahun ke tahun bahkan berpotensi punah.
Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya padang savana yang sudah dijadikan sebagai lahan perumahan maupun perkebunan, serta minimnya pengetahuan berternak domba yang mengakibatkan sebagian besar peternak domba beralih profesi menjadi petani atau berkebun. Selain itu juga minimnya dorongan untuk budi daya sektor peternakan yang satu ini.
Dengan populasi domba semakin kritis, pasaran domba melejit tinggi, berdampak langsung terhadap para pengusaha Nakeng Lebu gulung tikar akibat menurunnya pasokan daging domba, menurunnya daya beli yang terus lesu dari waktu ke waktu hingga berada di ujung tanduk.
Tidak sedikit masyarakat Nagekeo berharap pemerintah setempat bisa memperhatikan kuliner primadona yang satu ini, termasuk pelestarian populasi domba di Nagekeo agar tidak tergilas peradaban zaman.
WBN │Wil