
Media Warisan Budaya Nusantara
Persekutuan Masyarakat Adat Kawa di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, melalui Kuasa Hukum, Petrus Selestinus, SH bersama Tim, Fransiskus R Delong, SH dan Dionisius Tuli Bu’e, SH.,M.Hum, memasukan gugatan resmi ke Pengadilan Negeri Bajawa, perihal gugatan perbuatan melawan hukum tentang pembatalan perjanjian.
Kepada media ini melalui sambungan telepon, Rabu (6/8/2025), Petrus Selestinus, SH menyampaikan laporan gugatan hukum oleh Masyarakat Adat Kawa terhadap surat dading, sudah dilayangkan ke meja hukum Pengadilan Negeri Bajawa.
“Kami perlu mengabarkan kepada masyarakat luas, bahwa Persekutuan Masyarakat Adat Kawa di Nagekeo secara resmi sudah memasukan gugatan hukum melalui Pengadilan Negeri Bajawa, gugatan perbuatan melawan hukum tentang pembatalan perjanjian (surat dading). Gugatan dilayangkan kepada FN, GB, LS, GS, TB dan KL sebagai Tergugat 1 serta Turut Tergugat Ketua Panitia Pengadaan Tanah Pembangunan Bendungan Mbay Lambo, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo”, ujar Petrus Selestinus, SH.
Petrus Selestinus, SH kembali menjelaskan bahwa mulanya berawal dari perselisihan hak atas tanah pembangunan Bendungan Mbay Lambo. Perselisihan terjadi antara Persekutuan Masyarakat Adat Kawa di Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, dengan Persekutuan Masyarakat Suku Redu, Isa dan Gaja di Desa Rendu Butowe, Kecamatan Aesesa Selatan, atas bidang tanah dengan NIB 493 dan NIB 496.
Dalam perselisihan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo melakukan mediasi, dan berhasil menyelesaikan perselisihan secara musyawarah mufakat, yang tertuang dalam Berita Acara Kesepakatan Nomor : 008/PEM-NGK/264/XI/2021, tanggal 29 November 2021, bertempat di Aula VIP Kantor Bupati Nagekeo.
Berita Acara Kesepakatan dibuat di hadapan dan disaksikan oleh Camat Aesesa Selatan, Kepala Bagian Pemerintahan Setda Nagekeo, Perwira Penghubung Kodim 1625 Ngada – Nagekeo, diketahui oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Nagekeo.
Disepakati Nomor Bidang Tanah 493 dan 496 hasil pengukuran BPN Nagekeo untuk PSN Bendungan Mbay Lambo, terdistribusi menjadi dua bagian yang dibagikan kepada Persekutuan Masyarakat Adat Kawa sebesar 60%, dan kepada Suku Gaja yang mewakili Suku Redu, Isa dan Gaja sebesar 40% dari total nilai ganti kerugian terhadap dua nomor bidang tanah tersebut.
Dalam musyawarah kesepakatan tersebut pihak Persekutuan Masyarakat Adat Kawa diwakili oleh Tokoh Adat Urbanus Papu, Vinsensius Penga, Andreas Meo, Gaspar Geru, Klemens Lae. Sedangkan dari Suku Redu, Isa dan Gaja diwakili oleh Leonardus Suru, Gabriel Bedi, Gaspar Sugi, Tadeus Betu dan Kristoforus Lado.
Namun saat hendak dilakukan pembayaran, muncul gugatan perdata pihak ketiga oleh Fransiskus Ngeta, yang menggugat para pihak yang telah bersepakat tersebut. Akibat gugatan perdata tersebut, nomor bidang tanah 493 dan 496 bersama 12 bidang tanah lainnya yang diklaim sebagai bidang tanah ulayat Suku Redu, yang terkena pembebasan untuk lahan pembangunan Bendungan Mbay Lambo, menjadi obyek sengketa, sehingga pembayaran ganti rugi dibatalkan.
Selanjutnya dalam perkara gugatan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bajawa melakukan mediasi penyelesaian melalui perdamaian, akan tetapi mediasi tersebut gagal mencapai kata sepakat.
Usai mediasi gagal di Pengadilan Negeri Bajawa, pihak Penggugat merekayasa sebuah Post Factum, berupa kesepakatan perjanjian damai perkara, yang kemudian diklaim sebagai Akta Dading, tanpa melibatkan Persekutuan Masyarakat Adat Kawa. Itu mutlak sepihak, tegasnya.
Sesungguhnya mediasi telah dinyatakan gagal dan kemudian perkara dikembalikan kepada Majelis Hakim untuk dilanjutkan dengan acara pembacaan gugatan. Namun, sebelum perkara dilanjutkan dengan acara pembacaan gugatan, Fransiskus Ngeta selaku Penggugat mengajukan permohonan pencabutan gugatan perkara dan permohonan pencabutan perkara pun dikabulkan, kemudian dikeluarkan dari daftar perkara di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bajawa melalui penetapan resmi oleh Majelis Hakim, dengan nomor penetapan : 2/Pdt.G/2023/PN Bajawa, tanggal 11 Juli 2023.
Ironisnya, usai pembacaan penetapan oleh majelis hakim, pihak-pihak dalam kesepakatan perjanjian damai tersebut, justeru secara diam-diam menyerahkan kesepakatan perjanjian damai (Dading) kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo, lalu mendesak Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo mencairkan uang ganti rugi nomor bidang tanah 493 dan 496 bersama 12 nomor bidang tanah lainnya .
“Jadi, gugatan terhadap Dadng berdampak langsung pada 14 nomor bidang tanah di dalamnya, itu satu paket”, tambah Petrus Selestinus, SH.
Dugaan Rekayasa Tanda Tangan Surat Dading
Ketua Tim Kuasa Hukum Persekutuan Masyarakat Adat Kawa, Petrus Selestinus, SH secara mengejutkan menyebut ada indikasi rekayasa tanda tangan dalam surat kesepakatan (dading).
Secara lugas dia mengatakan hal itu. Dia menyebut pihaknya tengah menimbang untuk menempuh langkah hukum pidana.
“Saya ingin publik luas mengetahui juga, bahwa surat kesepakatan (dading) terindikasi rekayasa tanda tangan. Kami juga tengah menimbang untuk menempuh langkah hukum pidana atas dugaan perbuatan rekayasa dading. Ini sudah masuk kategori kerja kotor, dan harus dilawan bersama”, tutup Petrus Selestinus, SH.
Sebelumnya diberitakan, Persekutuan Masyarakat Adat Kawa di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, melalui Kuasa Hukum, Petrus Selestinus, SH melaporkan kepada Lembaga Managemen Aset Negara (LMAN), dugaan upaya ilegal pencairan uang negara untuk pembayaran ganti rugi tanah Bendungan Mbay Lambo kepada pihak yang tidak berhak.
Laporan resmi Persekutuan Masyarakat Adat Kawa melalui Kuasa Hukum Petrus Selestinus, SH tertuang dalam surat resmi Nomor : 057/PST-ASS/VIII/2025, tanggal 4 Agustus 2025, disampaikan kepada Direktur Utama LMAN, Kristijanindiyati Puspitasari.
WBN News