
Warisan Budaya Nusantar-Kerajaan Kampar, atau dikenal juga sebagai Kamvou, Kamper, dan Kampa, merupakan sebuah entitas politik kuno yang penting dalam sejarah Indonesia. Dikenal dalam Pupuh XIII Kitab Nagarakaṛtagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365, Kampar menciptakan catatan sejarah yang menempel erat dalam identitas daerah tersebut.
Istilah Kampar tidak hanya menandakan keberadaan kerajaan, tetapi juga merujuk pada beberapa aspek wilayah. Di antara berbagai sebutan, Tanah Andiko menjadi sebutan utama untuk daerah yang masuk dalam teritorial Sa-Adat Salimbago. Penamaan ini meliputi sungai-sungai yang mengalir, seperti Sungai Kampar, Sungai Siak, dan Sungai Rokan. Sebagai kawasan yang lebih luas, Kampar tak hanya merepresentasikan kerajaan, tetapi juga mencakup batasan geografi yang dipenuhi keunikan dan tradisi.
Awal dari pemerintahan Kerajaan Kampar tercatat di bawah kepemimpinan Raja Buyuong Saidi, yang menguasai wilayah Nagoghi Koto Pomban. Seiring waktu, cakupan wilayah Kerajaan Kampar mengalami perubahan yang signifikan, terutama setelah terbentuknya konfederasi Limo Koto. Pembangunan Kenegerian-kenegerian baru mencerminkan dinamika sosial dan politik antar bangsawan, yang akhirnya mengarah pada integrasi ke dalam satu institusi pemerintahan di bawah sultan-sultan yang berbeda.
Melangkah ke era modern, wilayah yang dulu menjadi pusat Kerajaan Kampar mencakup beberapa kecamatan, seperti Kampa, Tambang, Siak Hulu, dan Perhentian Raja yang berada di Kabupaten Kampar. Selain itu, sebagian dari Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan termasuk dalam batas wilayah yang secara historis diakui sebagai bagian dari kerajaan yang pernah berkuasa ini. Pembagian geografi ini menggambarkan bagaimana sejarah yang kaya ini membentuk karakter dan identitas masyarakat setempat.
Batasan utara dan selatan Kerajaan Kampar dipisahkan oleh sungai-sungai besar yang menciptakan akses yang kompleks. Di timur, Kepulauan Karimun menghadirkan tantangan tersendiri, sedangkan di sebelah barat, arus Sungai Kampar yang kuat menjadi penghalang alami bagi perlayaran. Kondisi ini menambah pesona serta nuansa mistis akan warisan sejarah yang masih mengalir dan mengalun seiring waktu. Dengan semua aspek tersebut, Kerajaan Kampar tetap menjadi saksi bisu bagi perjalanan panjang budaya dan politik di Nusantara.
(Tome Pires)
Editor Hendra