WBN | JAKARTA— Fenomena street fashion ala Citayam Fashion Week (CFW) ternyata belum benar-benar hilang. Setelah pamornya meredup di kawasan Sudirman, geliat budaya fashion jalanan remaja kini menemukan tempat baru di Kota Tua, Jakarta Barat.
Di antara bangunan kolonial yang berwarna putih dan klasik, anak-anak muda tampil mencolok dengan gaya khas mereka. Oversized, warna kontras, hingga busana yang sering disebut “jamet”. Di balik tampilan yang nyentrik, ada sisi sosial yang lebih dalam: sebagian dari mereka adalah remaja putus sekolah yang menjadikan kawasan ini sebagai ruang untuk bersosialisasi dan mengekspresikan diri tanpa batas.
Sebagian besar remaja ini datang dari wilayah penyangga Jakarta seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Mereka datang bukan untuk menikmati wisata sejarah, tapi untuk mencari teman dan komunitas. Dengan gaya streetwear celana lebar, hoodie tebal, dan topi terbalik, mereka menciptakan identitas baru yang kemudian dikenal warganet sebagai “Jamet Kota Tua”.
Dandi (16), salah satu remaja yang ditemui di lokasi, mengatakan Kota Tua terasa lebih bebas dibanding Sudirman.
“Di sini enggak ada yang ngusir. Tempatnya luas, bisa nongkrong sampai malam. Saya udah enggak sekolah, jadi ya tiap sore ke sini aja,” ujar Dandi, yang hari itu mengenakan kaus biru dan celana hitam.
Bagi mereka, gaya berpakaian yang mencolok bukan sekadar tren, tapi cara untuk terlihat, diakui, dan punya tempat di ruang publik yang selama ini terasa eksklusif bagi wisatawan.
Ruang Pelarian di Tengah Kota
Fenomena ini memperlihatkan kebutuhan remaja yang terpinggirkan secara ekonomi dan pendidikan untuk mencari ruang aman. Di jam-jam sekolah, mereka justru berkumpul di area terbuka Kota Tua. Sebagian merokok, mengamen, atau hanya duduk mengobrol hingga malam tiba.
Salah satu pengunjung, Jessica (32) menilai kehadiran para remaja di kawasan Kota Tua merupakan bentuk pencarian jati diri di tengah tekanan sosial.
“Mungkin di rumah atau
sekolah mereka enggak punya tempat buat didengar, jadi ya mereka cari caranya sendiri. Gaya berpakaian itu kayak bahasa mereka buat nunjukin jati diri” ujarnya.
Kehadiran kelompok remaja ini turut mengubah wajah Kota Tua. Di satu sisi menambah warna dan dinamika, tapi di sisi lain membawa tantangan baru bagi pengelola kawasan dalam menjaga ketertiban dan kebersihan area cagar budaya ini.
(Redaksi / Foto: Rizki Khairullah)
