Oleh : Petrus Selestinus, SH
DPRD Sikka dan Kapolres Sikka harus proaktif mencermati kasus dugaan penganiayaan yang dialami oleh Anggota dan Kepala Satpol PP, yang sudah menjadi perbincangan di seluruh Sikka bahkan seluruh NTT.
Ini sebuah kejadian yang sangat memalukan, merusak citra kepemimpinan di Sikka, sekarang dan di masa yang akan datang. Sikka sedang berduka, karena setelah mengalami buruknya managemen kelola anggaran hingga mengalami peristiwa “defisit anggaran” yang belum jelas pertanggungjawabannya, kini muncul peristiwa “defisit kapasitas” dan “defisit modung” yang mengancam terjadinya krisis kepemimpinan Sikka, sekarang dan dimasa yang akan datang.
Kapolres Sikka harus bertindak tegas dan bersikap adil terhadap semua orang, apalagi perisitiwa penganiayaan terhadap Satpol PP, sudah diketahui publik sebagai peristiwa yang melibatkan Robi Idong sebagai sebagai “pelaku tunggal” penganiayaan, karena itu Polres Sikka harus proaktif jangan tunggu Laporan Polisi dari pihak korban, akan muncul gelombang protes masyarakat. Peristiwa penganiayaan ini bukan persoalan sepele, tetapi ini sudah merusak citra kepemimpinan Institusi Pemda Sikka, karena Robi Idong telah mempertontonkan gaya kepemimpinan yang arogan dan congkak, yang dalam kasus ini demi membela keangkuhan putranya, konon tidak menerima ditindak akibat melanggar protokol covid-19, yakni abai menggunakan masker.
Publik Sikka mulai menghubungkan peristiwa saling menyandera untuk salng melindungi antara pimpinan Forkopimda Sikka, karena konon sebelumnya Satpol PP sempat merazia seorang pejabat Polres Sikka dalam operasi yustisi karena sedang dugem di Caffe dan sebagai balasannya Bupati menindak Satpol PP, sehingga kondisi ini akan merusak kohesivitas kerja Forkopimda Sikka.
Harus Ada Tindakan Kepolisian
KAPOLRES Sikka harus mengambil tindakan kepolisian terhadap Robi Idong, Bupati Sikka, beri dia status tersangka melalui suatu proses penyelidikan dan penyidikan untuk memastikan apakah peristiwa ini merupakan kejahatan atau masuk kategori pembinaan aparat sebagaimana didalilkan oleh Robi Idong.
Apa kata dunia kalau masih ada metode pembinaan dengan tangan besi. DPRD Sikka tidak boleh meremehkan kasus ini, tidak boleh hanya sekedar menyelipkan kasus penganiayaan aparat Satpol PP dan Damkar, sekedar ditanyakan dalam Rapat Pansus 1 LPKJ Akhir Tahun Anggaran 2021, tetapi seluruh Fraksi DPRD harus memiliki kesadaran bersama, mengagendakan Penggunaan Hak Angket, karena menyangkut perilaku buruk, tabiat (modung hemu) dalam kelanjutan kepemimpinan di Sikka.
Jika Kapolres Sikka dan unsur Forkopimda lainnya tidak mengambil sikap untuk mendorong ke arah proses hukum dengan mekanisme keadilan restoratif (restoratif justice), membiarkan Robi Idong dan Keluarganya dihakimi oleh jagad medsos, maka Pemda Sikka akan menghadapi gelombang aksi unjuk rasa menuntut Robi Idong diadili secara hukum dan diimpeach atau dimakzulkan.
Dari Dosa Defisit Anggaran Menuju “Defisist Modung”
Kepemimpinan Sikka era Robi Idong, susul menyusul dirundung musibah, bermula dari peristiwa “defisit mutu bangunan” Puskesmas Waigete” akibat ijonisasi proyek untuk dikorupsi, kemudian kasus aliran dana pembangunan Puskesmas Bola dalam penyidikan Kejaksaan Negeri Sikka, aksi tebar pesona ketika distribusi Dana BLT covid-19, pengadaan travo IGD RS. Hillers dengan mark-up harga Rp. 1,8 miliar dan sekarang aksi aniaya aparat Satpol PP dan Damkar Sikka.
Penganiayaan yang dialami oleh beberapa anggota Satpol PP dan Damkar Sikka, menggambarkan kualitas kepemimpinan Robi Idong sebenarnya sudah mentok sebatas Kepala satpol PP, buktinya sudah menjadi Bupati-pun karakter Komandan Satpol PP masih melekat yaitu menganiaya aparat Satpol PP atas alasan pembinaan.
Praktek memukul aparat bawahan oleh seorang Bupati dilakukan di rumah pribadi Robi Idong, juga menggambarkan perilaku serakah, karena urusan Kantor, urusan Dinas bahkan uruusan Negara ditarik masuk ke wilayah privat sebagaimana Robi Idong menelantarkan Rumah Jabatan Bupati menjadi penghuni maling dan lebih memilih tinggal di rumah pribadi.
Kondisi Sikka saat ini dirundung musibah dari Defisit Kapasitas ke Desifisit Anggaran dan sekarang Devisit Perilaku atau “Devisit Modung”, karena Bupati berani menganiaya Kepala Satpol PP dan anak buahnya sebagai balas dendam atas tindakan tegas Satpol PP menindak putranya karena melanggar protokol covid-19 yaitu lalai menggunakan masker.
PENULIS : PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI