WBN │Tim Kuasa Hukum Warga Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT yang diketuai oleh Pengacara senior putera daerah Nagekeo, Mbulang Lukas, SH bersama Vinsensius A.V.G Wogo, SH.,M.Hum dan Hendrikus Degha Dhenga, SH secara resmi melayangkan somasi kepada Gubernur NTT, Bupati Nagekeo, Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo dan Kepala Badan Wilayah Sungai NTT terkait pengukuran tanah lokasi Waduk Lambo.
Menjawab wawancara WBN (12/10/2021) di Mbay Kabupaten Nagekeo, Mbulang Lukas didampingi Vinsensius A.V.G Wogo, SH.,M.Hum dan Hendrikus Degha Dhenga, SH menerangkan langkah somasi harus dilihat sebagai upaya dan ruang yang berisikan niat baik penyelesaian sengketa dan demi memangkas berbagai potensi negativ atas carut marut penanganan masalah di lapangan.
Tembusan Surat Somasi, lanjut Tim Kuasa Hukum, disampaikan juga kepada Presiden RI di Jakarta, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Ketua DPR RI, Menteri PUPR, Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Kapolri, Ketua KOMNAS HAM, Ketua DPN LPPNRI, Ketua DPRD NTT, Kapolda NTT, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan NTT dan Kepala Perwakilan Ombudsman NTT.
“Somasi sudah kami layangkan, ada yang sudah menerimanya dan beberapa lainnya dalam proses ke tujuan”, ujar Mbulang Lukas.
Sebelumnya dikabarkan, Warga Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur secara resmi menggandeng Tim Kuasa Hukum Mbulang Lukas, SH dan Partners Advokat atas permasalahan tanah adat di wilayah mereka yang diduga kuat dicaplok pengukuran sepihak atas nama pembangunan mega proyek APBN Waduk Lambo yang besaran nilai proyeknya mencapai Rp. 1 Triliun lebih.
“Konflik sebagaimana diuraikan di atas hanyalah ketidak-konsistenan Pemerintah Desa Labolewa, Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo dengan pernyataan dalam Surat Persekutuan Masyarakat Adat Kawa-Labo, nomor : 224/PMAKL/01/08/2019 tanggal 27 Agustus 2019, dimana hak-hak Masyarakat Adat Kawa tidak terdaftar atau tertulis dalam daftar nominatis pada peta hasil pengukuran, verifikasi dan indentifikasi, yang diduga kuat sebagai upaya dan tindakan menghilangkan hak-hak masyarakat adat Kawa”, Tim Kuasa Hukum.
Somasi Tim Kuasa Hukum Beber Fakta Rencana Bangun Waduk Lambo
Dikutip WBN (12/10/2021) berikut materi Somasi Tim Kuasa Hukum Warga Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT.
Bertindak untuk dan atas nama Masyarakat Adat Labo, Lele, Kawa atau Labolewa selaku Kuasa Hukum sesuai Surat Kuasa terlampir, dengan ini menyampaikan Somasi atau keberatan perihal proses dan prosedur Pengadaan Tanah untuk pembangunan waduk atau bendungan raksasa oleh Pemerintah dengan nama Waduk Lambo ataupun Waduk Mbay di atas tanah ulayat adat milik masyarakat adat Kawa-Labo yang berlokasi di Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo, yang secara faktual masih bermasalah, terindikasi menabrak hukum.
Rencana pembangunan Waduk Lambo sejak tahun 1999 pada masa Presiden Megawati, dengan luas 592,5 Ha, namun gagal karena gerakan penolakan dari masyarakat adat bersama LSM, kemudian baru dilanjutkan lagi rencana pembangunan Waduk Lambo pada masa Pemerintahan Presiden Ir. Jokowidodo, dimana pada tahun 2015 atas usulan Bupati Nagekeo Drs. Elias Djo untuk pembangunan waduk yang juga masih ada aksi penolakan dari aliansi masyarakat adat Lambo dan pada bulan Februari 2017 aliansi masyarakat adat Lambo menyurati Presiden RI Jokowidodo, yang kemudian oleh Presiden RI memutuskan untuk dikaji ulang.
Pada Bulan Desember 2017, atas pendekatan persuatif dengan para tokoh masyarakat adat Kawa, Labo oleh Jend.Pol. Goris Mere selaku Stafsus Presiden, maka masyarakat adat Kawa, Labo, Desa Labolewa bersepakat menerima dan mendukung pembangunan waduk dengan luas 431 Ha, dengan nama Waduk Lambo. Berikutnya diikuti izin survey yang didahului dengan ritual adat oleh pemangku adat dari masyarakat Kawa-Labo, sekalipun masih ada riak penolakan warga.
Dalam menghadapi aksi penolakan pembangunan Waduk Lambo, maka Persekutuan Masyarakat Adat Kawa-Labo, guna memperkuat dukungan rencana pememrintah untuk membangun waduk, selanjutnya Persekutuan Masyarakat Adat Kawa-Labo telah mengajukan surat resmi kepada Presiden RI, nomor : 224.PMAKL/01/08/2019, tanggal 27 Agustus 2019, perihal Percepatan Pembangunan Waduk Lambo yang ditandatangani oleh 29 Ketua/Anggota Persekutuan Masyarakat Adat Kawa-Labo (terlampir) yang pada intinya menyatakan sikap :
– Lokasi Lowo Se dan Lowo Toro sekitarnya yang menjadi obyek pembangunan waduk adalah Tanah Ulayat Masyarakat Adat Kawa, sehingga forum penolakan pembangunan waduk Lambo tidak mewakili masyarakat adat Kawa-Labo, dan siap menghadapi gugatan dari Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo.
– Persekutuan Masyarakat Adat Kawa-Labo mendukung sepenuhnya pembanguan waduk Lambo.
– Memohon kepada Presiden RI agar tetap memperhatikan hak-hak masyarakat adat yang terkenda dampak pembangunan waduk Lambo.
Mendasari Surat Persekutuan Masyarakat Adat Kawa-Labo di atas, maka sudah seharusnya persoalan tanah di Lowo Se dan Lowo Toro tidak bermasalah lagi, karena pernyataan sangat jelas, bahwa tanah Lowo Se dan Lowo Toro adalah tanah ulayat masyarakat adat Kawa yang sampai saat ini tidak ada tanggapan atau gugata dari forum manapun.
Bahwa ternyata Pertanahan Kabupaten Nagekeo telah melakukan pengukuran, pemetaan lahan yang menjadi obyek pembangunan waduk Lambo, tanpa sepengetahuan dan tanpa melibatkan para Ketua Suku dalam masyarakat adat Kawa-Labo, sebagaimana diumumkan oleh Badan Pertanahan Kabupaten Nagekeo melalui Papan Pengumuman ; sedangkan kepada masyarakat yang berkeberatan diberikan waktu hanya 14 hari, selain itu dianggap sudah benar.
Dari Peta Hasil Pengukuran, pemetaan, inventarisasi dan indetifikasi daftar nominatif yang diumumkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo melalui Papan Pengumuman, terdapat banyak kesalahan, tidak sesuai dengan fakta lapangan, bertentangan hukum adat masyarakat adat Kawa-Labo Desa Labolewa Kabupaten Nagekeo dan masyarakat adat dari Suku Gaja dari Desa Rendu Butowe Kecamatan Aesesa Selatan, bahkan dari peta tersebut di atas tanah kosong (tidak digarap) oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo, ditetapkan sebagai tanah ulayat Desa Rendu, yang sangat merugikan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat adatnya; hal ini disebabkan oleh Pemerintah melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dalam melakukan pengukuran, inventarisasi dan indetifikasi di atas tanah ulayat adat, masyarakat adat tidak dilibatkan dan atau tanpa sepengetahuan para ketua suku dari masyarakat adat kawa-Labo, maupun Suku Gaja (suku-suka yang mendukung pembangunan waduk Lambo), tidak heran apabila pada tanah kosong/pada tanpa penggarap, oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo menetapkan sebagai Tanah Ulayat Desa, membawa dampak keributan, konflik, saling curiga, saling klaim, dan bahkan ada yang mengambil keuntungan dari penetapan oleh Kantor Pertanahan Nagekeo.
Karenaitu, para Ketua Suku dari Kawa-Labo dan Gaja, ramai-ramai mengajukan keberatan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo yang menjadi hambatan percepatan proses pembangunan waduk Lambo.
Bahwa Masyrakat Adat Kawa-Labo telah mengajukan surat keberatan atas hasil inventarisasi dan indentifikasi pembangunan waduk Lambo, nomor : 224/PMAKL/02/04/2021, tanggal 17 April 2021 kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah yang antara lain secara tegas menyatakan menolak hasil inventarisasi dan identifikasi peta bidang tanah dan daftar nominatif pengadaan tanah pembangunan waduk Lambo di Desa Labolewa, karena tanah yang berlokasi di Lowo Toro, Roga Lowo, Nio, Lowo Se, Rada Rae sampai Bu Susu, adalah tanah ulayat dari masyarakat adat Kawa, sesuai dengan surat persekutuan masyarakat adat Kawa-Labo nomor ; 224/PMAKL/01/08/2019 tanggal 27 Agustus 2019 yang sudah final, namun tidak muncul atau tidak ada nama dalam peta daftar inventarisasi dan indentifikasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo.
Demikian juga dengan tanah warisan adat berlokasi di Loco Sila, Loco Kou, Bele Nadhi, Napu, Kopo Rusa, Koba Rua, Napu Jugha, Beku, Reu Mepe, Lasera, Boka Bheo, Nete Jega, Pu’u Maso, Reu Meonebo.
Atas dasar surat tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, telah mengundang untuk melakukan klarifikasi di Kantor Pertanahan Nagekeo pada tanggal 9 April 2021 yang dihadiri oleh masyarakat adat suku Kawa, Labo dan Gaja, terkait dengan NIB/Nomor Bidang Tanah : 196, 197, 198, 199, 493, 496, 521, 522, namun tidak ada penyelesaian final dan berkepastian, yang mana Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo menyerahkan penyelasaian masalah tanah ulayat tersebut kepada masing-masing suku untuk selanjutnya hasil penyelesaian disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan agekeo, sebagaimana termuat dalam Berita Acara, nomor : 51/BA-53.17.AT.03.01/VI/2021.
Bahwa selanjutnya terhadap keberatan masyarakat adat Kawa tanggal 7 April 2021 dan Berita Acara nomor : 51/BA-53.17.AT.03.01/VI/2021, tanggal 9 April 2021, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah sesuai suratnya nomor : AT/01-002/302-53/17/VI/2021 tanggal 5 Mei 2021, perihal penunjukan lokasi titik batas tanah suku Kawa, telah dilakukan penunjukan tanah suku Kawa yang menjadi obyek pembangunan waduk oleh Urbanus Papu, Andreas Meo, Vinsensius Penga kepada Kapala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah Waduk bersama timnya yang disaksikan oleh Kasat Intel Polres Nagekeo dan Anggotanya serta seluruh masyarakat adat Kawa yakni 9 titik batas luar dengan tanah ulayat suku Labo, yakni Doworawa, Dianuda, Wolo Kota, Roga Lobo, Rate Polo, Tabaraga, Lowo Kora, Lebinunu, sampai ke Teogo ; sedangkan lokasi Radarae, Lowo Se, Niowudhu dan Lowo Toro, berada di dalam batas wilayah ulayat dengan ulayat Suku Labo. Selama penunjukan batas tersebut tanpa ada keberatan atau masalah dengan siapapun.
Bahwa selanjutnya, menindak lanjuti hasil penunjukan batas oleh Urbanus Papu, Andreas Meo dan Vinsensius Penga, tertanggal 5 Mei 2021 tersebut di atas, pada tanggal 10 Mei 2021 Kepala Desa Labolewa melalui suratnya nomor : 140/Pem-11/226/05/2021, perihal Klarifikasi Pengaduan Masyarakat atas Hasil Verifikasi dan Perbaikan Hasil Inventarisasi dan Identifikasi Peta Bidang Tanah dan Daftar Nominatif Pemilik/Penggarap pengadaan tanah untuk pembangunan waduk Lambo, telah dilakukan pertemuan tanggal 11 Mei 2021 dibawah pimpinan Kepala Desa Labolewa, didampingi Kasat Intel Polres Nagekeo, mewakili masyarakat adat Kawa, Urbanus Papu, mempresentasikan hasil penunjukan 9 titik batas bidang tanah hak ulayat suku Kawa, sedangkan Andreas Meo selaku ahli waris keturunan Ebu Pea Dhedho dari suku Wada Rumah adat Kediwada, mempertegas bahwa tanah di Lowo Toro adalah tanah “Dawa Sa’o Keli Wala” dalam suku Wala, sehingga dalam peta tertulis sebagai tanah suku Nakarobho adalah tidak benar, dan sudah diakui dengan jujur oleh Thomas Djawa Sina. Ironisnya, Kepala Desa Labolewa dengan sengaja tidak mengadministrasikan dalam Berit Acara sebagai pegangan dan menjadi dasar pertanggungjawaban secara administrasi yang harus disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo selaku Pelaksana Pengadaan Tanah Waduk Lambo.
Bahwa selanjutnya setelah pertemuan di Kantor Desa Labolewa tertanggal 11 Mei 2021, Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo melalui suratnya tanggal 17 Mei 2021, nomor : AT/01-02/114-53.17/VI/2021, perihal Perbaikan Hasil Inventarisasi dan Identifikasi Pengadaan Tanah, dimana di Kantor Pertanahan Nagekeo dilakukan pertemuan dengan Suku Labo, Kawa dan Gaja, dipimpin langsung oleh Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo, Thomas Djawa Sina menyatakan bahwa tanah di Lowo Toro adalah tanah milik Leonardus Dhega, sebagaimana yang sudah tertera dalam peta, sebagaimana ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo. Dan oleh pernyataan Thomas Djawa Sina tersebut, maka perbaikan tidak dilakukan sehinga Kepala Kantor Pertanahan membuat Berita Acara yang poin intinya antara lain terkait dengan sengketa tanah antara suku Kawa dan suku Nakarobho di Lowo Toro, dikembalikan kepada Kepala Desa Labolewa untuk diselesaikan di Kantor Desa untuk selanjutnya hasilnya dibuatkan Berita Acara untuk disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Bahwa pada tanggal 25 Mei 2021 bertempat di Kantor Desa Labolewa, dengan agenda menyelesaikan sengketa tanah ulayat antara suku Kawa dengan suku Nakarobho tentang tanah di Lowo Toro sesuai Berita Acara Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo pada pertemuan tanggal 20 Mei 2021, dimana hasil pertemuan penyelesaian sengketa tersebut, Thomas Djawa Sina sudah dengan tegas mengakui bahwa tanah di Lowo Toro adalah tanah ulayat milik masyarakat adat Kawa dari suku Wada Sa’o Kediwada, akan tetapi tidak dibuatkan Berita Acara oleh Kepala Desa Labolewa.
Bahwa karena itu pada tanggal 7 Juli 2021 utusan fungsionaris suku Kawa menemui Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo, melaporkan bahwa ada kesengajaan oleh Kepala Desa Labolewa tidak membiat berita acara pertemuan 2 suku yakni suku Kawa dan suku Nakarobho (dari Labo) tertanggal 11 Mei 2021 dan 25 Mei 2021.
Bahwa selanjutnya pada tanggal 15 Juli 2021 suku Wada (dari Kawa) dan suku Nakarobho (Labo) dimediasi oleg Camat Aesesa tentang sengketa tanah di Lowotoro, namun dalam mediasi yang dilakukan oleh Camat Aesesa tersebut tidak ada titik temu, mediasi gagal dimana kedua pihak bersepakat untuk tidak bersepakat, sebagaimana tertera dalam Berita Acara tanggal 15 Juli 2021.
Bahwa pada tanggal 25 Agusutus 2021telah dilakukan pertemuan di Kantor Desa Labolewa sebagai pertemuan lanjutan klarifikasi dengan agenda tanggal penyelesaian persoalan tanah di Lowo Toro yang dihadiri oleh Ketua Suku Kawa, Ketua Suku Nakarobho, Kasat Intel Polres Nagekeo, para fungsionaris adat Labo-Kawa, Perangkat Desa dan Kepala Dusun telah bersepakat, sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Rapat Klarifikasi Tanah Lowo Toro, memutuskan :
1. Kedua pihak bersepakat bahwa persoalan ulayat lahan Lowo Toro diselesaikan (saat itu juga) di Kantor Desa.
2. Kedua pihak bersepakat dan memutuskan status hak Lowo Toro yang dipersoalkan adalah ulayat suku Wala (Tanah lawa Sa’o Keli Wala)
3. Kedua pihak, fungsionaris adat suku Kawa (Suku Wala) dan Suku Nakarobho mendukung sepenuhnya pembangunan waduk Lambo.
4. Kedua pihak bersepakat terkait kompensasi atas ulayat/ lahan lokasi Lowo Toro akan didiskusikan secara internal demi kebaikan bersama, khususnya (Suku Wala dan Suku Nakarobho) serta Labo-Kawa secara umum.
“Konflik sebagaimana diuraikan di atas hanyalah ketidak-konsistenan Pemerintah Desa Labolewa, Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo dengan pernyataan dalam Surat Persekutuan Masyarakat Adat Kawa-Labo, nomor : 224/PMAKL/01/08/2019 tanggal 27 Agustus 2019, dimana hak-hak Masyarakat Adat Kawa tidak terdaftar atau tertulis dalam daftar nominatis pada peta hasil pengukuran, verifikasi dan indentifikasi, yang diduga kuat sebagai upaya dan tindakan menghilangkan hak-hak masyarakat adat Kawa”.
Dari sajian-sajian fakta yang dikemukakan ini, jelas-jelas menunjukan bahwa tindakan pengukuran, verifikasi dan identifikasi penempatan pemilik lahan telah tidak sesuai dan atau sangat bertentangan dengan fakta. Sebaliknya, ditentukan oleh Petugas Pengukuran dari Panitia Pengadaan Tanah secara sewenang-wenang. Banyak masyarakat adat yang kehilangan hak atas tanah ulayat warisan leluhur.
Tanah-tanah yang dilakukan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nagekeo sebagai obyek pengadaan tanah untuk pembangunan waduk Lambo adalah tanah ulayat masyarakat adat Suku Kawa, Labo dan Gaja, yang terikat dengan hukum adat, yang cara menguasai, memperolehnya, memilikinya, melestarikan dan menjaganya menurut hukum adat yang berlaku dan terikat dengan persekutuan masyarakat adat dan ritual serta religi adat.
Tanah-tanah yang sudah dipetakan berdasarkan hasil pengukuran, verifikasi dan identifikasi oleh Panitia Pengadaan Tanah yang diumumkan oleh Kantor Pertanahan Nagekeo/ Team Peta Bidang Tanah untuk pembangunan Waduk Lambo, adalah tanah bermasalah, karena telah ditetapkan dan ditentukan sendiri oleh BPN/Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo bersama Team Pengadaan Tanah, tanpa persetujuan ataupun musyawarah dengan masyarakat adat sebagai pemegang hak ulayat.
Program pembangunan nasional, waduk Lambo bertujuan mulia untuk mensejahterakan masyarakat sebagaimana amanat konstitusi, namun harus diselenggarakan dengan sungguh-sungguh memperhatikan, menghormati, menghargai azas dan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat atau hak-hal tradisional, sebagaimana ditegaskan dalam konstitusi (Pasal 18B ayat (2) UUD ’45, pasal 5, pasal 56 UUPA tahun 1960, dan Peraturan Perundangan lainnya yang mengatur tentang Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat atas bumi dan benda diatasnya.
Mendasari Surat Persekutuan Masyarakat Adat Kawa-Labo Nomor : 224/PMAKL/01/09/2019 tanggal 27 Agustus 2019, perihal Percepatan Pembangunan Waduk Lambo yang ditujukan kepada Presiden RI, ditandatangani oleh 29 Ketua/Anggota Suku Kawa dan Lambo dan menyatakan mendukung pembangunan waduk Lambo, maka sejatinya Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional cq Pertanahan Nagekeo dalam menyukseskan program pembangunan dengan melalui Pengadaan Tanah sesuai UU No 2 Th 2012 jo PP No 19 Th 2021, patut melibatkan masyarakat adat melalui fungsonaris adat dalam melakukan pengukuran, pemetaan, inventarisasi dan identifikasi hak-hak yang melekat dengan tanah, sebab merekalah yang berhak, serta dijamin oleh konstitusi dan mereka pula yang mengetahui keberadaan kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat melalui musyawarah mufakat dan keputusan adat.
Bahwa oleh karena hasil pengukuran, verifikasi dan identifikasi yang dilakukan Badan Pertanahan cq Pertanahan Nagekeo selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana diumumkan pada papan pengumuman tahun 2020, bersumberkan dari Perbuatan Tidak Beritikad Baik, tanpa sepengetahuan, tanpa melibatkan para fungsionaris masyarakat adat Suku Kawa-Labo, berdampak mendatangkan konflik, perpecahan dalam masyarakat – merupakan cacat prosedural dan cacat hukum.
Sesungguhnya, Badan Pertanahan Nasional cq Kepala Badan Pertanahan Nagekeo paling bertanggungjawab atas konflik pertanahan dan kemandegan pembangunan waduk Lambo.
Berdasarkan fakta, obyek pengadaan tanah pembangunan waduk Lambo masih bermasalah, belum diperbaiki dan masih menggunakan data lama yakni data hasil pengukuran, pemetaan, verifikasi dan indentifikasi bermasalah, maka pencantuman nama dan atau penetapan kepemilikan tanah dalam peta obyek pengadaan tanah pembangunan waduk Lambo adalah penetapan atau putusan cacat prosedur dan cacat hukum yang tidak berkekuatan hukum.
Secara faktual sampai dengan saat ini Pengadaan Tanah Pembangunan Waduk Lambo Belum Terjadi. Masih berupa proses, dan belum ada kepastian Harga Satuan dan belum ada pembayaran harga ganti rugi serta belum ada Pelepasan Hak menurut UU No 2 Th 2012 jo PP No 19 Th 2021 tentang Pengadaan Tanah, sehingga demi hukum negara hukum, masyarakat adat Kawa masih berhak atas tanah ulayat adat mereka.
Tanah ulayat masyarkaat adat Kawa-Labo belum beralih secara sah menjadi milik pemerintah, maka Pemerintah atau Instansi terkait belum berhak atas tanah rakyat dan tanah adat tersebut.
Oleh karena Perbuatan Hukum dalam bentuk Perjanjian Kontrak antara Pemerintah cq Balai Wilayah dan Sungai (BWS) dengan pihak Pengusaha Swasta dan atau BUMN adalah Prematur tanpa dasar dan tanpa alas legal berkepastian hukum, maka terjadilan Perjanjian/Kontrak Ilegal karena secara hukum tanah tersebut belum berstatus beralih menjadi milik Pdemerintah.
Kontraktor ataupun Pengusaha Swasta maupun BUMN tidak berhak untuk serta merta menguasai atau mengerjakan sesuatu ; maka segala tindakan ataupun perbuatan hukum apapun yang semena-mena di atas tanah rakyat dan tanah ulayat adat merupakan bentuk penguasaan yang tidak mentaati hukum dalam sebuah negara hukum. Demikian juga tindakan Pemerintah melalui Asisten I, Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Nagekeo, Camat Aesesa, Kepala Desa Labolewa bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) yang menanam Papan Proyek, sudah merupakan Perbuatan Melawan Hukum dan menguasai tanah rakyat dengan cara-cara menabrak hukum negara dan mengintimidasi masyarakat negara.
Laporan Berita Rangkuman khusus Tim Pers Warisan Budaya Nusantara/WBN
Berita terkait :
WBN│Rept Wil │Tim│Editor-Aurel