
WBN, INDRAMAYU – Tradisi Bray/Brai didesa Pangkalan Kec. Losarang Kab. Indramayu. Jawa Barat, salah satu tradisi zikir dan kidung dengan alunan musik Terbangan. Biasanya tradisi ini ditujukan kepada acara-acara sakral. Coraknya sangatlah Islami karena syair-syair yang dilantunkan berisikan riwayat junjungan Nabi Besar Muhammad SAW dan puja-puji dengan zikirullah. Posisi bermain musik terbangan biasanya duduk bersila. Ketika menceritakan riwayat nabi junjungan akhirul zaman, semua pemain duduk bersila sebagai tanda pemberian hormat. Alat musik kesenian terbangan. yang diiringi dengan lenggak lenggok penari usia senja, Kamis (7/7).Kemarin.
Alunan musik terbangan yang dipadu dengan alat musik kesenian tradisional lainnya terdengar suara lirih para penabuh sambil bertasbih dimaknai sebagai pembacaan pujian- pujian kepada Allah SWT. dengan mengucap subhanallah “Maahasuci Allah” atau subhana rabbiyal azimi “segala kemuliaan bagi Tuhanku Yang Mahabesar (Maha tinggi).
“Berzikir merupakan kegiatan yang sering di lakukan oleh kita sebagai umat muslim kepada sang khalik sebagai keterikatan dan doa serta harapan bahwa manusia itu lemah dan butuh kehadiran Allah SWT sebagai yang maha mengatur,” ujarnya.
Dzikir dan pujian yang dikumandangkan diiringi suara gamelan dengan nada yang beraturan dan penuh syahdu. Menurutnya Bray/Brai ini merupakan Dzikir bentuk ketaatan yang dilakukan seorang hamba kepada Sang Khaliq dengan cara mengulang beberapa lafadz dengan penuh hikmat sebanyak- banyaknya.
Diceritakannya Musik seperti terbangan adalah serupa getaran-getaran (vibrations) yang menyentuh jiwa. Ia tidak saja berwujud nada, namun jembatan yang menghubungkan manusia dengan penciptanya. Gejolak irama mendorong hati untuk terus mencari Tuhan. Dengan begitu bahwa musik dapat menjadi sarana yang memurnikan hati dari kebencian dan kedengkian. Terlebih apabila musik itu berisi senandung puja dan puji bagi Allah.
Menurutnya bahwa zikir yang dilantunkan tidak saja menjadi sebuah kekaguman bagi kebesaran nama Allah, tapi juga menempatkan musik dalam kuasa religius, di mana manusia terlibat, larut, dan hanyut di dalamnya. gelombang musik saling bersahutan, menggaung membentuk gugusan suara yang ramai, namun sejatinya mereka sedang bertafakur dalam keheningan diri yang sunyi.
“Kami hanya berlomba meneguhkan diri, mereka (panjak) menyatu dalam senandung yang sama. Dalam bunyi zikir menjadi pemantik, membawa ketenangan dan kesyahduan tentang keindahan dan kebesaran Allah.
” Artinya berzikir menjadi lorong penyerahan diri sepenuhnya, mendamba ampunan atas segala dosa. Puncak dari zikir adalah kesadaran umat memasuki alam lain, seolah ia berada dalam sebuah titik penyatuan diri dengan Tuhannya. Karena itu kemudian air mata mengalir, merasa diri sangat kecil dan lemah di hadapan Ilahi,” jelasnya.
Suara itu sayup-sayup musik rabana hadir menyentuh perasaan terdalam.
Zikir selayaknya embusan napas, ada diktum waktu, tentang tempo dan keindahan nada. Diceritakannya, Konon desa Pangkalan menurut cerita masyarakat pertama kali dibuka oleh Ki Buyut Kepel atau yang bernama asli Ki Raga Ulap dan memiliki banyak keturunan didesa Pangkalan. Ki Buyut Kepel hanya sebentar di desa Pangkalan, yang saat itu disebut Pedukuhan saja dan tidak seluas sekarang ini. Ki Buyut Kepel kemudian pindah mencari tempat lain hanya berbekal nasi sekepel dan meninggal di daerah Kalitengah Totoran, Desa Pabean Ilir, Kec. Pasekan, Kab. Indramayu, sekarang.
Ki Buyut Kepel, memiliki ilmu kecintaan kepada ilahi yang disebut Kebrahian, atau Brai.
Brai berkembang seperti di Cirebon menjadi kesenian yang berupa shalawatan, dzikir tertentu atau syair tertentu.
Dzikir Brai lewat Seni Terbang masih dilakukan oleh keturunannya dan masih dipertahankan kelestariannya, jika maulid tiba sebagai tradisi lokal Indramayu masyarakat desa Pangkalan berdziarah ke Kalitengah Totoran di desa Pabean Ilir. Seni Brai dipertunjukan di sekitar makam Ki Buyut Kepel. Seni Brai ini terus berkembang diteruskan keturunannya dan bila dilakukan tidak boleh separuh–separuh, jadi dilakukan semalam suntuk. Karena itu semua keturunannya selalu melakukan dengan patuh sempurna, walaupun datang dari tempat jauh, datang memerlukan, dan bila kebetulan waktunya belum selesai harus ditambah sampai jauh disiang hari.
Seni Brai yang dilakukan masyarakat Pangkalan mungkin satu-satunya yang tersisa di Indramayu. (Anton K)