Penulis: Gilang Ramadhan Tri Wahyudi
WBN|JAKARTA BARAT – Di tengah gempuran kenaikan harga bahan baku dan menjamurnya franchise minuman kekinian, pedagang kaki lima di kawasan Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, menunjukkan adaptasi cepat dengan mengandalkan jajanan dan minuman yang sedang viral. Perjuangan harian para pedagang ini terbagi antara memanfaatkan popularitas menu (seperti Es Teh The Solo dan Telur Gulung) dan mengelola logistik usaha yang makin menantang.
*The Solo: Dua Tahun Berubah dari Meja Lipat ke Gerobak*
Teteh Fitri, yang menjual minuman The Solo (Es Teh) dan Dimsum, menjadi contoh adaptasi cepat terhadap tren. Ia telah berjualan selama dua tahun. Awalnya, ia memulai usaha dengan modal seadanya, hanya menggunakan meja lipat. Namun, dalam waktu singkat, ia berhasil meningkatkan kapasitas usahanya menjadi gerobak.
“Awalnya hanya ingin berjualan yang sederhana yang tidak repot,” ujar Fitri. Ia kini membuka dagangannya lebih panjang, mulai dari jam 10 siang hingga jam 10 malam, menunjukkan permintaan yang stabil untuk minuman dan makanan ringan ini di lingkungan tersebut. Perkembangan dari meja lipat ke gerobak ini mengindikasikan bahwa menu yang ia pilih memiliki daya tarik pasar yang kuat dan tingkat keuntungan yang memadai, meskipun persaingan di segmen minuman kekinian sangat ketat.
Telur Gulung dan Strategi Berburu Pasar Malam
Kisah adaptasi lain ditunjukkan oleh Mas Waix, penjual Telur Gulung dan Bilur (atau sejenis aci). Mas Waix memulai usahanya sejak masa pandemi COVID-19, sekitar tahun 2019, dan berhasil bertahan hingga saat ini.
Strateginya untuk bertahan adalah mobilitas. Ia tidak hanya mengandalkan lokasi tetap di Jalan Dharma Wanita 4 Rawa Buaya pada hari biasa, tetapi juga secara aktif mencari pasar baru.
“Berjualan pindah-pindah ketika di hari biasa biasa di lokasi [Jalan] Dharma Wanita 4, kalau di weekend biasa mencari tempat yang lebih strategis seperti pasar malam,” jelasnya. Mas Waix membuka dagangannya lebih awal dari pedagang lain, yaitu dari jam 4 sore sampai jam 12 malam. Ia menyebut keunggulan dagangannya adalah bahan pokok bihun yang digunakan berkualitas baik dan rasanya gurih, sebuah unique selling point yang ia pelajari dari tutorial YouTube. Keputusan Mas Waix mencari pasar malam menunjukkan upayanya mengejar traffic konsumen yang lebih tinggi di akhir pekan, meskipun harus menambah kesulitan logistik.
Perjuangan Teteh Fitri dan Mas Waix menunjukkan bagaimana para pedagang kaki lima di Jakarta Barat tetap berupaya menjaga stabilitas ekonomi keluarga dengan memanfaatkan tren kuliner dan menyesuaikan model bisnis mereka, baik melalui peningkatan modal (gerobak) maupun mobilitas lokasi (pasar malam).
