Nangaroro Flores : Seret Nama Wakil Rakyat, PH Hendrik Dhenga Beberkan Duduk Perkara

Media Warisan Budaya Nusantara

Konflik keluarga yang menyeret nama  Anggota DPRD Nagekeo berinisial ASW dengan pihak saudarinya MB bersama anaknya VYT, yang terjadi di Nagaroro, Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, cukup merebut perhatian publik Flores bagian tengah.

Konflik keluarga antara saudara dan saudari kandung tersebut semakin viral usai kuasa hukum pihak saudari menyebarkan sejumlah konten peristiwa melalui platform media sosial, facebook maupun tiktok.

Rangkuman wartawan, bermula dari perselisihan saat ritual adat usai pemakaman almarhum suami dari sang saudari, diikuti pengembalian kerbau sebagai penolakan sikap budaya.

Selanjutnya Laporan Polisi oleh sang saudari, MB dan anaknya VYT, serta somasi pencabutan plang,

Kejadian kembali berlanjut dengan peristiwa adu mulut, saling dorong dengan anak mantunya, hingga terjadi aksi pemagaran oleh ASW sebagai pemilik lahan. ASW juga sangat kecewa atas sikap tidak terpuji dari keponakan terhadap dirinya sebagai om atau paman kandung.

Nangaroro Nagekeo adalah daerah yang menganut adat budaya sistem Patrilineal. Kedudukan anak laki-laki  (bagi anak-anak keturunan dari garis perempuan memanggilnya om atau paman kandung), dalam tradisi mutlak patrilineal merupakan penerus sah yang menerima kuasa mutlak terhadap segala aset warisan leluhur termasuk hak atas tanah yang ditinggalkan

Terpantau, melalui postingan akun bernama Koalisi Laki pada platform facebook dan tik-tok, yang disinyalir milik Kuasa Hukum VYT (anak dari saudari ASW), ramai dibanjiri komentar negatif netizan menghakimi secara sepihak terhadap ASW.

Terhadap tindakan viralisasi yang juga dilakukan cukup masif, ASW menilai akun Koalisi Laki bersama pihak saudari dan keponakan kandungnya bersekongkol, secara sengaja menyerang dirinya, baik secara adat budaya maupun secara tugas kerja, dan mereka melakukan pembunuhan karakter secara terencana di muka publik.

“Layak saya katakan mereka menyerang adat istiadat dan sistem patrilineal yang berlaku sah dan mutlak. Meteka juga melakukan pembunuhan karakter saya. Mereka tidak peduli dengan budaya dan tradisi. Saya wajib menjaga martabat budaya sebagai Pu’u Mere Kamu Dema (Om Kandung) yang tidak dihargai oleh saudari dan keponakan, bahkan  menantu ikut-ikutan”, kata ASW.

Terlepas dari jabatannya sebagai Anggota DPRD Nagekeo, lanjut ASW, dirinya juga sedang mempertahankan harkat dan martabatnya, serta warisan orang tua. Disamping itu, ia juga menjalankan fungsi DPRD dalam melindungi serta menjaga seluruh warisan budaya setempat dari pihak luar yang mencoba memporak porandakan ritual serta tatanan budaya, apalagi di tempat dia tinggal menjalani kehidupan.

Sebelumnya diketahui, bermula dari penunjukan tempat makam untuk suami dari MB, atau ayah dari VYT, yang lokasinya ditunjuk oleh ASW, kemudian diikuti budaya Waka Mba (ritual adat usai pemakanan) yang berbicara tentang utang piutang, berkaitan dengan almarhum semasa hidup.

Ritual ini menjadi kewajiban setiap orang yang meninggal dunia, agar setelah meninggalkan dunia ini, ia dibebaskan dari urusan duniawi.

Pandangan dan pemahaman ritual adat yang berbeda ini diduga menjadi pemicu konflik.

Diduga akibat pengertian dan pemahaman tentang budaya yang tidak utuh oleh pihak saudari, dalam hal ini oleh MB dan anak-anaknya, serta sikap tidak menghargai ASW sebagai om kandung mereka, maka terjadilah sejumlah peristiwa susulan berikutnya.

Percecokan kian berlarut tak kunjung usai dan masing-masing pihak bersikukuh pada kebenarannya.

Kuasa Hukum ASW, Hendrikus Dhenga SH, kepada media WBN, (18/12/2025), membeberkan sejumlah poin yang berkaitan dengan sikap tegas kliennya usai viral beredar di media sosial.

Berikut penegasan Hendrikus Dhenga, SH.

Hendrikus Dhenga, SH.
Hendrikus Dhenga, SH.

Pertama, dalam persoalan keluarga, kliennya ASW telah membuka hati dan pintu rumah seluas luasnya kepada setiap individu yang berbenturan dengan dirinya untuk saling mencari solusi bersama menciptakan situasi damai. Hal ini diikuti dengan beberapa tokoh adat setempat pemilik ulayat yang datang melakukan komunikasi untuk diselesaikan secara damai dengan kearifan lokal budaya setempat. Upaya dari tokoh masyarakat adat ini diterima baik oleh ASW, namun tidak dengan saudarinya MB dan anak-anaknya, yang menolak dengan keras.

Kedua, ASW kembali berupaya menyadarkan mereka, dengan mengingatkan secara tegas tentang posisinya dalam keluarga dan keabsahan posisinya sebagai ahli waris dari almarhum Petrus Ba’i sebagai ayah kandungnya dalam azas budaya patrilineal.

Ketiga, kemarahan kliennya bertambah usai adanya laporan polisi oleh MB dan anaknya, yang dinilai klien kami sebagai tindakan penegasan tentang pertentangan yang serius dan upaya pemutusan tali persaudaraan secara sepihak.

Keempat, merujuk pada Laporan Polisi terhadap klien kami dengan dalil yang membingungkan, akhirnya klien kami ASW melayangkan teguran hukum berupa Somasi untuk segera mengosongkan bangunan di atas tanah miliknya, selanjutnya diikuti dengan pemasangan plang yang kemudian dicabut oleh Suami VYT. Kasus pencabutan ini sudah kami laporkan ke Polres Nagekeo dan kami masih menunggu kelanjutan prosesnya.

Kelima, klien kami sudah mendirikan pagar beton setinggi orang dewasa di atas tanah miliknya, tepat di depan bangunan rumah VYT. Pagar tersebut semata untuk melindungi keselamatan seluruh klien kami, juga menghindari konflik lebih lanjut dengan VYT dan Suaminya.

Terhadap permasalahan ini konfirmasi Wartawan WBN (18/12), melalui sambungan seluler, Kuasa Hukum VYT, Cosmas Jo Oko, SH, menjawab belum bisa memberikan tanggapan karena belum mendapatkan pemanggilan terhadap dirinya dan kliennya.

Cosmas Jo Oko, SH
Cosmas Jo Oko, SH

“Kami masih fokus pada kasus kriminal, kalau yang lain-lain, kami belum bisa tanggapi, karena memang kami fokus di kriminal. Berkaitan dengan laporan polisi dari mereka, saya belum bisa tanggapi, karena sampai saat ini saya belum mendapatkan panggilan resmi dari polisi” ujarnya.

Saat ditanya perihal percecokan dan pemagaran yang sempat viral, diposting di akun tiktoknya, ia menjelaskan karena perbuatan itu sangat tidak manusiawi.

“Kalau saya, berkaitan dengan postingan saya, saya belum bisa berkomentar banyak. Hanya saya mau sampaikan kepada publik, perbuatan terhadap klien kami sangat tidak manusiawi. Kalau masalah hukum dan lain-lain masih kami kaji lagi. Mengenai sertifikatnya batas sampai mana, ini masih cek lagi seperti apa” jelasnya

Ditemui terpisah, Kanit Pidum Polres Nagekeo, menyampaikan terkait perkembangan laporan kasus pencabutan plang, masih menunggu pimpinannya. Kapolres Nagekeo dan sejumlah perwira termasuk Kasat Reskrim sedang mengikuti kegiatan di Kupang.

Wil – WBN

Share It.....