WBN, KALTENG– Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan, penangkapan terhadap Effendi itu berawal dari adanya tiga laporan yang masuk dari PT Sawit Mandiri Lestari (SML).
“Pada prinsipnya Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah profesional dalam menanggapi laporan tersebut, dengan bukti permulaan yang cukup sehingga perlu dilaksanakan penangkapan,” ujar Hendra saat dihubungi pada Rabu, (26/08)
Lebih lanjut, Hendra mengatakan, Effendi bisa memberikan penjelasan atau jawaban atas laporan PT SML tersebut dalam pemeriksaan.
“Prinsipnya semua pihak mempunyai hak yang sama dimuka hukum. Nanti dari penangkapan ini tentu ada pemeriksaan dan penyidikan ini dapat memberikan ruang jawab atas laporan tersebut,” kata Hendra. masyarakat adat Laman Kinipan sudah turun temurun tinggal di Kecamatan Batang Kwa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Bersama 239 keluarga, sekitar 938 jiwa, mereka menggantungkan hidup dari hutan. Namun, pada 2012, PT SML masuk dan mengakibatkan wilayah adat dan hidup mereka terancam.
Kepala Hubungan Masyarakat PT SML, Wendy Soewarno membantah pihaknya mengkriminalisasi pejuang adat Laman Kinipan. Wendy mengatakan penangkapan terhadap Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing murni terkait tindak pidana.
“Bukan kriminalisasi, memang tindak pidana murni. Silakan konfirmasi ke Polda Kalteng,” kata Wendy kepada Tempo, Rabu malam, 26 Agustus 2020.
Effendi Buhing ditangkap polisi pada hari ini di rumahnya di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah menyatakan penangkapan Effendi karena adanya tiga laporan dari PT SML.
Effendi dan sebagian masyarakat adat Laman Kinipan memang tengah berjuang menolak upaya perluasan kebun kelapa sawit milik PT SML yang merambah hutan adat. Namun Wendy menyebut wilayah yang diklaim Effendi berada di luar Desa Kinipan dan tak semua masyarakat menolak program plasma.
Wendy juga balas menuding bahwa Effendi tak murni membela hutan adat. “Akan tetapi lebih kepada tuntutan uang Rp 10 miliar,” kata Wendy.
Ketua Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah, Ferdi Kurnianto, menyebut pernyataan Wendy itu upaya pembelokan. Menurut Ferdi, nilai Rp 10 miliar yang dimaksud adalah hitungan hasil musyawarah adat terkait kerusakan ruang hidup mereka.
“Berdasarkan tujuh pasal pelanggaran adat, yang dihitung dendanya dikali jumlah warga Kinipan. Itu peraturan adat yang sudah berlaku sejak dulu, itu yang diplesetkan,” kata Ferdi , Rabu malam, 26 Agustus 2020. Namun, Ferdi menjelaskan, masyarakat pada intinya meminta agar perusahaan menghentikan pembabatan hutan. “Kadang mereka pasrah, ya udahlah yang rusak rusak, tapi setop sampai di situ.”
Mrt | redpel ndra