WBN, INDRAMAYU – Setiap daerah mempunyai tradisi unik pada saat bulan Ramadhan atau bulan Puasa. Tradisi tersebut tidak hanya ngabuburit atau berburu takjil menjelang waktu berbuka puasa. Tapi di daerah Indramayu ada tradisi unik yang masih dilakukan oleh sebagian warganya yakni tradisi obrog.( 29/4 )
Kebudayaan kita memiliki banyak ragam dan bentuk di dalamnya. Berbagai ragam dan bentuk ini diterjemahkan ke dalam lelaku dan sikap hidup masyarakatnya. Seperti halnya tradisi yang dibangun dan dibentuk oleh masyarakat ini menjadikannya sebagai satu indigenous culture atau lokalitas tradisi setempat asli. Ciri dari indigenous culture adalah memilki kekuatan lokalitas dan identitas yang mencuat pada diri tradisi tersebut, Obrog salah satunya.
Obrog adalah seni tradisional dengan alunan musik dan lirik yang biasa dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti sebelum Lebaran atau setelah lebaran. Tapi pada saat puasa biasanya dilakukan untuk membangunkan warga saat waktu sahur. Tradisi obrog sudah ada sejak puluhan tahun lalu, dan dianggap warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan. Obrog biasanya beranggotakan 8-10 orang, Diantaranya, Pemain musik, Penagih beras dan lain lain.
Tradisi yang biasanya berlangsung dimulai pukul 02.00 hingga pukul 03.30 WIB ini, dilakukan dengan cara berkeliling kampung. Tak hanya itu, warga juga memukul tetabuhan sederhana untuk membangunkan warga sahur.
Berdasarkan sejarah, biasanya tradisi obrog akan menggunakan alat tetabuhan tradisional. Seperti, bambu, botol beling, saron, gong serta alat musik mirip gendang yang terbuat dari pipa dan karet ban bekas bernama ketipung. Mereka biasanya keliling desa membangunkan warga untuk sahur. Biasanya mereka menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW.
Tapi seiring perkembangan jaman, Tradisi obrog kini sudah mulai menggunakan alat musik modern. Di beberapa daerah di Kabupaten Indramayu sudah menggunakan alat musik seperti gitar, kendang, Suling dan organ tunggal serta menggunakan pengeras suara atau sound system dengan menyanyikan lagu-lagu qasidah, religi, tarling bahkan dangdut.
Rombongan musik tersebut biasanya dibawakan oleh sejumlah orang atau kelompok anak muda. Mereka rela keliling kampung dengan tujuan membangunkan warga pada saat waktu sahur.
Dilansir dari jurnal UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dengan judul “Nilai-Nilai Agama dalam Tradisi Obrog. ” Dalam tradisi obrog terdapat nilai-nilai kebudayaan, kegotong royongan dan nilai dakwah.
Dalam jurnal tersebut disebutkan bahwa nilai kebudayaan bisa dilihat dari pilihan lagu, instrument dan elemen pendukung seperti aksesoris kebudayaan yang dipakai, seperti ikat kepala dan musik tarling tradisional.
Untuk nilai kegotong-royongan tercermin dari peran aktif masyarakat. Umumnya, warga akan bergantian dan sukarela mengikuti obrog setiap harinya selama Ramadhan.
( Cp.Enjoy )