WBN │ Akhir-akhir ini publik Nagekeo heboh kabar penolakan, pemagaran dan pemblokiran lokasi atau daerah yang akan dibangun infrastruktur. LBH Nurani Nagekeo melalui Sekretaris Endy Degha Dhenga menyebut Pemkab Nagekeo bertanggung jawab atas keributan, penghambatan, penolakan serta pemblokiran pembangunan infrastruktur yang marak terjadi di bumi Nagekeo, Flores, NTT.
Dikutip media ini (5/8/2021) Endy Degha Dhenga yang juga sebagai Sekretaris LBH Nurani menyebut aksi penolakan menunjukan lemahnya komunikasi antara Pemda terhadap masyarakat, sense of Crisis terhadap masyarakat yang terkena dampak pembangunan infrastruktur nampak masih lemah.
“Maraknya penolakan pemilik lahan untuk pembangunan infrastruktur di Nagekeo akhir-akhir ini menjadi tema diskusi masyarakat. Tindakan sewenang-wenang atas lahan masyarakat yang dijadikan obyek pembangunan kian menjadi kebiasaan dan menjadi budaya buruk Pemda Nagekeo. Aksi penolakan karena minim dan lemahnya koordinasi Pemda secara hirarki atas kegiatan pembangunan. Kekuasaan harus lebih arif terhadap ranah publik ”, ungkap Endy Degha Dhenga.
Menurut Sekretaris LBH Nurani, masyarakat yang terkena dampak pengkondisian infrastruktur pembangunan harusnya difasilitasi oleh Pemda secara benar-benar arif. Selanjutnya sosialisasi harus lebih di maksimalkan dilengkapi dokumen kesepakatan sebagai dasar bagi pihak ketiga untuk eksekusi lapangan.
“Jadi, wajar saja masyarakat melakukan penolakan karena tidak prosedural serta terdapat kerugian atas aktifitas pembangunan. Jika Pemda mengikuti prosedural yang ada serta menggunakan kearifal lokal “Dhu bu leba teda dan Te’e meze wewa lewa, ya niscaya persoalan demi persoalan akan mudah diminimalisir, bahkan berjalan sangat baik tanpa persoalan atau keributan”, tandas Sekretaris LBH Nurani, Endy Degha Dhenga.
Penolakan atau pelarangan aktifitas pembangunan, lanjut Endy, juga dipicu oleh tanah dan tanaman menjadi satu-satunya aset masyarakat. Berikutnya, ada obyek tanah yang terkena dampak adalah obyek yang sudah bersertifikat Hak Milik, sehinga masyarakat mempertahankannya.
LBH Nurani menilai, Pemda Nagekeo harus lebih solutif dalam mengamankan Hak Masyarakat, karena bersumber dari Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Solusi-solusi harus secepatnya dilakukan, agar pembangunan dapat terus dilakukan untuk azas manfaat.
“Masyarakat yang terkena dampak patut memperoleh hak ganti untung atas lahan yang menjadi obyek-obyek pembangunan. Pemda harus berani dan mampu mengurangi pembenaran diri dengan mendasar pada alasan yang kurang rasional. Sebab, pembangunan yang mensejahterakan tidak saja dilihat pada hilirnya, tetapi harus dilihat dari hulu hingga hilir”, tutup Sekretaris LBH Nurani, Endy Degha Dhenga.
WBN│Rept / Wil │ Editor-Aurel