WBN, KARAWANG – Ketua Umum DPP PRAWITA GENPPARI Dede Farhan Aulawi memberikan wawasan kepada masyarakat dalam rangka Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas (Community Based Tourism Development) yang diselenggarakan oleh BAPPEDA kabupaten Karawang, Kamis (4/11).
Ketua Umum ( Ketum ) Pegiat Ragam Wisata Nusantara (Prawita) Gerakan Nasional Pecinta Pariwisata Indonesia ( Genppari ) Dede Farhan Aulawi ketika menjadi narasumber Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas (Community Based Tourism Development) yang diselenggarakan oleh BAPPEDA kabupaten Karawang.
Dede menyampaikan ” Beranjak dari pengalaman yang selama ini dijalani, konsep pembangunan dan pengembangan pariwisata yang ideal adalah pembangunan pariwisata yang berbasis pada masyarakat. Pertama dari sumber pendanaan, tidak mengandalkan pada bantuan dana dari Pemerintah ataupun kucuran dana dari investor. Kedua nilai manfaat yang dipetik akan dikembalikan pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang berada di sekitar lokasi wisata jangan hanya menjadi penonton saja, tetapi mereka harus menjadi bagian dari kepariwisataan itu sendiri “, jelas Dede
Menurutnya ada dua pendekatan berkaitan dengan penerapan prinsip –prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama, Cenderung dikaitkan dengan keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan dengan istilah perencanaan yang partisipatif dengan menekankan keseimbangan pembangunan yang berkelanjutan. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan alam dan dampak pembangunan ekowisata itu sendiri. Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata yang berbasis komunitas atau masyarakat.
Kemudian Dede juga menambahkan bahwa CBT sebenarnya merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan. Atau dengan kata lain merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Untuk itu ada beberapa prinsip dasar CBT,
” Yang pertama, mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata.
Kedua, mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek kepariwisataan yang berada di daerahnya.
Ketiga, mengembangkan kebanggaan dan kualitas hidup komunitas serta menjamin kelestarian dan keberlanjutan lingkungan.
Keempat, mempertahankan keunikan karakter dan budaya lokal, serta membantu pembelajaran tentang pertukaran budaya.
Dan yang kelima, pada komunitas
mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas.” Ungkapnya
Meskipun dalam prinsip tersebut lebih memfokuskan pada kepentingan masyarakat lokal, tetapi ide utamanya adalah hubungan yang lebih seimbang atara wisatawan dan masyarakat lokal dalam industri pariwisata. Keseimbangan yang dimaksud antara lain dalam hal status kepemilikan komunitas, pembagian keuntungan yang adil, hubungan sosial budaya yang didasari sikap saling menghargai, dan upya bersama untuk menjaga lingkungan.
“ Di dalam prakteknya seringkali pelibatan masyarakat tersebut tidaklah mudah karena dibutuhkan kesamaan persepsi antara aparatur pemerintahan daerah, mulai tingkat desa dengan masyarakatnya. Di sini ada peran kuat bagaimana seorang kepala desa harus mampu meyakinkan dan memotivasi masyarakat untuk bekerjasama secara gotong royong membangun kepariwisataan di daerahnya. Disinilah pentingnya kemampuan komunikasi dan citra kepemimpinan yang mampu mendorong semangat kebersamaan. Termasuk apabila ada pelibatan BUMDes dalam tata kelola objek wisata tersebut. Porsi pembagian hasil harus disepakati bersama secara tarnsparan dan berkeadilan “, pungkas Dede.
(Anton K/rls)