
Makassar,WBN- Pihak ahli waris tuding pihak Pusat Perbelanjaan Grosir di Makassar salah bangun, yang dimana dipaksakan masuk ke Lahan Abdul Jalali Dg Nai selaku ahli waris Tjoddo.
Lahan Abdul Jalali Dg Nai yang berada di KM 18 Jalan Perintis Kemerdekaan, Kec.biringkanya Kota Makassar sesuai dasar bukti kepemilikannya seperti yang diungkap di media sebelumnya.
“‘Saya merasa miris akan hukum sekarang, pasalnya saya terusir paksa dengan adanya bantuan oknum yang diduga ingin menguasai lahan saya, dan juga kini saya setelah menyurat secara resmi kini saya melakukan laporan secara resmi ke KPK, MABES POLRI, ATR BPN PUSAT, Komnas HAM, hingga ke Presiden,”jelas ahli waris saat dikonfirmasi awak media pada Sabtu,(2/09/2023).
Dg Nai pun memastikan tidak pernah menjual tanah warisan miliknya itu, yang telah dipunyai Almarhum kakeknya, Tjoddo, sejak 1910. “Saya ini korban mafia tanah,” tegas Dg Nai, saat ditemui Rabu 23 Agustus 2023 siang di Jakarta, usai bertemu Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia, SK Budiarjo.
Bapak enam anak dan kakek sembilan cucu itu kemudian bercerita kembali, perihal terusir paksa dirinya dan keluarganya pada 1990 silam. Ketika itu, di sebuah siang yang panas, kala Dg Nai tengah bekerja di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, datang serombongan orang bersenjata tajam di bawah pimpinan Haji Andi Mattoreang ke lokasi tanah di Kilometer 18. Tokoh yang lebih dikenal dengan nama Karaeng Ramma itu, kemudian mengusir paksa Dg Nai dan keluarganya, berbekal Surat Rintjik [Simana Boetaja] Persil 6 D I Kohir 51 CI.
Belakangan diketahui, surat rintjik itu adalah hasil “kawin paksa” atas dua surat tanah, yakni Persil 6 D I milik Tjoddo di Kilometer 18, dengan Kohir 51 C I milik Sia di Kilometer 17. Selanjutnya, kemelut hidup Dg Nai pun kian kelam. Tiga serangkai: Doktor Andrean Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Achmad Reza Ali, hadir mengikuti jejak Karaeng Ramma di Kilometer 18. Modus ketiga serangkai ini, sama persis dengan yang dilakukan Karaeng Ramma, yakni menggunakan surat yang bukan peruntukannya di Kilometer 18. Surat itu adalah SHM 490/1984 Bulurokeng, atas nama Annie Gretha Warouw.Seiring berjalannya waktu, setelah terjadi aksi saling gugat antara Keluarga Tjonra Karaeng Tola dengan tiga serangkai tersebut, yang dimenangkan Keluarga Tjonra Karaeng Tola, tanah di Kilometer 18 itu berpindah tangan ke PT Inti Cakrawala Citra (ICC).
Proses pindah tangan terjadi lewat transaksi jual beli pada 2014, antara PT ICC dengan Keluarga Tjonra Karaeng Tola, dengan modal surat berupa SHGB 21970, terbitan 13 April 2016. Keabsahan dari surat inilah yang digugat Dg Nai, dengan melakukan berbagai upaya hukum, mulai dari penutupan paksa lahan usaha Indogrosir, hingga mengadu ke sejumlah institusi, termasuk ke Presiden Joko Widodo.