Nagekeo Darurat Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Media Warisan Budaya Nusantara

Kakek Nodai Adik, Aku Digagahi Paman.

Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan kian marak di Kabupaten Nagekeo Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kemunculan kasus demi kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan mengisi daftar panjang, dengan rata-rata pelaku adalah orang terdekat dari korban, memiliki hubungan darah.

Dinas DPBD Kabupaten Nagekeo, Ujang Dekrasano, Jumat (12/12), mengutarakan bahwa dari tahun 2021 hingga 2025 terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

“Kalau kita lihat grafik tahun 2021-2025, trend nya malah naik terus. Kita berharap satgas cepat terbentuk sehingga bisa bergerak cepat. Memang disini ada Komunitas Sapa (Sahabat Anak dan Perempuan) yang kita komunikasi untuk turun. Selama ini juga kita bergerak penanganan bersama teman-teman Dinas Sosial. Penuh dengan keterbatasan orang dan biaya, karena yang bergerak ini berangkat dari panggilan nurani. Sebenarnya kita inisiatif dengan teman-teman yang punya tupoksi yang sama termasuk dari lembaga pemerhati, kita bergerak untuk mendampingi korban” ujarnya.

Ia menegaskan, perlu mendapat perhatian khusus, sebab Kabupaten Nagekeo masuk kategori kejadian luar biasa (KLB) dengan dasar peningkatan kasus dari tahun ke tahun.

Selain itu, untuk penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak (pedofilia), lanjutnya, perlu sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara. Penangananya juga harus bersifat menyeluruh dan terintegrasi.

“Dibutuhkan peran dari semua sisi, baik dari sisi medis, sisi individu, sisi hukum, maupun dukungan sosial yang dikenal dengan tindakan pre-emtif, preventif, dan represif. Menjadi tantangan saat ini adalah, dalam proses hukum untuk menjerat pelaku sering dihadapkan dengan prosedural yang berbelit-belit terkait visum dan terduga pelaku tidak ditahan karena berbagai alasan berkaitan dengan aturan. Disisi lain orang tua korban juga memilih diam dengan alasan takut mental anak terganggu dan masa depannya untuk memilih pasangan hidup akan sangat sulit”, ungkapnya.

Menurut Ujang Dekrasano, alasan-alasan inilah yang membuat pelaku terus tumbuh melakukan aksi bejatnya kepada korban yang sama maupun korban lainnya.

“Ada juga beberapa hal lain yang memicu kasus pedofilia tidak dilaporkan sehingga kejadian yang sama terulang dan mengalami peningkatan di Nagekeo, antara lain buruknya manajemen RS Aeramo berkaitan dengan penanganan visum korban pedofilia. Pertanyaan medis yang tidak ramah anak dan lemahnya penerapan hukum di Polres Nagekeo,  menambah deretan panjang kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak dilaporkan”, bebernya.

Padahal, berdasarkan Perda 2016 berkaitan dengan segala kebutuhan anak yang menjadi korban kekerasan seksua,  baik biaya visum, perolehan rumah aman dapat diperoleh korban secara gratis. Namun fakta yang terjadi prosedural yang berbelit-belit, hingga membuat sebagian korban melakukan visum di kabupaten tetangga yang membutuhkan biaya tambahan. Situasi ini diperparah dengan faktor ekonomi yang tidak baik dan jarak tempuh yang jauh, mengurungkan niat keluarga untuk melaporkan kasus ke meja hukum.

Lamban Penanganan Hukum

Penanganan hukum di Polres Nagekeo, dinilai lamban, sehingga para terduga pelaku bergerak bebas.

Hukum lamban bertindak sehingga membuka peluang bagi terduga pelaku untuk kabur ataupun melakukan intimidasi bagi korban agar bungkam.

Semestinya penanganan kasus bersifat sigap terhadap terduga pelaku pedofilia. Sebagaimana diatur dalam pasal 13 dan 14 UU no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan peran polisi dalam menerima laporan pengaduan masyarakat, yakni menerima laporan polisi dan menindak lanjut laporan sampai proses penyelidikan selesai.

UU Nomor 16 tahun 2019 tentang penyidikan pidana juga mengatur petugas penyidik berhak melakukan tindakan seperti pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penyitaan dan lain-lain serta berhak mengajukan tuntutan.

Salah satu contoh, kejadian yang menimpah korban, sebut saja Bella (bukan nama sebenarnya). perempuan cantik mungil yang sedang mengenyam pendidikan bangku Sekolah Menengah Pertama.

Ia digagahi paman kandungnya berulang kali di rumah pamanya yang ia tempati saat mengenyam pendidikan.

Kejadian akhirnya diketahui setelah tim medis melakukan skrining dan melalui guru bimbingan konseling (BK), korban menceriterakan semua kejadian naas yang merenggut kehormatannya.

Demi mengantisipasi pelaku kembali melancarkan aksinya, pihak sekolah memindahkan korban ke sekolah yanf dekat dengan orang tuanya tinggal.

Pihak sekolah juga menginformasikan kepada orangtua dan UPTD PPA tentang kasus yang menimpa korban.

UPTD PPA bersama Plan mendatangi rumah orang tua korban meminta orang tua mendampingi anak melakukan visum dan membuat laporan polisi.

Namun di luar dugaan, kejadian pedofilia lain tengah terjadi di rumpun keluarga tersebut, dimana ayah dari pelaku pedofial yang juga merupakan kakek dari Bella menodai anak dari pelaku yang baru duduk di bangku TK.

Setelah mengetahui informasi tersebut, UPTD PPA bersama lembaga pemerhati menghubungi anggota Polres Nagekeo untuk segera menangkap pelaku sambil menunggu proses visum.

Dikhawatirkan pelaku kabur atau melakukan intimidasi terhadap korban maupun orang tua korban. Namun salah satu anggota polisi menjawab  bahwa, belum bisa dilakukan penahanan karena orang tua korban belum melaporkan kejadian tersebut.

Buntut dari pembiaran, setelah pelaku tidak ditahan, korban yang sebelumnya berani mengungkapkan perbuatan pelaku kepada guru atau pihak lain, akhirnya ketakutan dan lebih banyak mengurung diri dalam kamar dan menolak bertemu dengan siapa saja.

Saat berita ini diturunkan, kedua pelaku belum ditahan di Polres Nagekeo, dan korban dalam pengawasan orang tua.

Data UPT PPA Nagekeo

Berdasarkan data Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Nagekeo, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus bertambah setiap tahun.

Tercatat sebanyak 16 kasus pada tahun 2021.

Rincian 3 korban perempuan dewasa, 2 korban anak laki-laki dan 11 korban anak perempuan.

Tahun 2022 sebanyak 23 Kasus. Rincian 11 korban perempuan dewasa, 1 korban anak laki-laki, 11 korban anak perempuan.

Tahun 2023 sebanyak 11 kasuss. Rincian 2 korban perempuan dewasa dan 9 korban anak perempuan.

Tahun 2024 sebanyak 26 kasus. Rincian 7 korban perempuan dewasa, 2 korban anak laki-laki dan 17 korban anak perempuan.

Tahun 2025, tercatat pada 28 Oktober 2025 sebanyak 28 kasus. Rincian 10 korban perempuan dewasa, 8 korban anak laki-laki dan 10 korban perempuan dewasa.

Tercatat sebanyak 36 laporan polisi yang sedang bergulir dan ditangani kepolisian.

Terdiri dari kasus persetubuhan anak, pencabulan anak, pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran dan penganiayaan anak.

Presentase naik 6 persen dari tahun sebelumnya.

Nagekeo darurat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, bisa kategori Kejadian Luar Biasa (KLB).

Wil – WBN

 

Share It.....